Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berburu Tenun Cual Kuno, Mengunci Sejarah, Merawat Tradisi

Kompas.com - 30/10/2020, 12:50 WIB
Heru Dahnur ,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi

PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Pada 1970 hingga 1990-an, tenun cual kuno menjadi buruan para kolektor.

Mereka datang ke Pulau Bangka dan bersedia membeli dengan harga mahal.

Selembar kain cual berbahan sutra yang berusia sekitar satu abad dihargai hingga ratusan ribu rupiah.

Angka tersebut terbilang besar pada waktu itu.

Akibatnya, banyak warga yang menjual kain cual mereka. Bahkan, cual warisan turun-temurun pun ikut dijual.

Baca juga: Badak Kayu Ujung Kulon yang Bertahan Diterpa Tsunami dan Pandemi

Salah satu pewaris tradisi cual Bangka, Isnawati mengatakan, orang tuanya pun sempat tergiur untuk menjual tenun cual pada para kolektor.

Keluarga Isnawati memiliki banyak koleksi tenun cual dari warisan buyut mereka.

Dari silsilah suami, dulunya kakek buyut Abdurrahman Redjab berpangkat sebagai demang.

Sementara dari jalur Isnawati sendiri, kakek buyutnya yang dipercaya sebagai gegading, sebuah jabatan setingkat di atas lurah.

Kondisi itulah yang membuat keluarga Isnawati memiliki cukup banyak koleksi tenun cual.

"Belakangan kami menyadari tenun cual warisan ini harus disimpan. Agar bisa dijadikan rujukan untuk membuat tenun cual di masa kontemporer ini," ucap Isnawati.

Baca juga: Mengenal Tenun Masalili, Cendera Mata yang Merambat hingga Luar Negeri

Atas dasar itu pula Isnawati dan keluarganya yang dulu sempat menjual, kini beralih menjadi pembeli tenun cual kuno.

Dalam berbagai pameran, mereka menyempatkan diri untuk mendapatkan kembali tenun cual yang sudah langka.

"Saya bilang sama anak-anak, jika ketemu cual kuno kalau bisa dibeli. Persoalannya kadang harganya mahal," ujar dia.

Beranjak dari kecintaan terhadap tenun cual itu pula yang akhirnya membuat Isnawati bersama suaminya membangun galeri khusus tenun cual.

Galeri tersebut diberi nama Tenun Cual Ishadi yang merupakan gabungan nama Isnawati dan Hadi, nama suaminya.

Selain galeri, juga ada Museum Cual Ishadi yang berlokasi di Jalan Ahmad Yani Pangkalpinang.

Pendirian galeri dan museum, menurut Isnawati, merupakan prakarsa dari sang suami ketika pada tahun 2000, Kepulauan Bangka Belitung menjadi provinsi sendiri.

Sebagai provinsi sendiri, Bangka Belitung harus memiliki kekayaan asli daerah yang harus ditonjolkan. Maka, dipilihlah tenun cual.

Kain tenun cual dalam sebuah pameran.Dok museum cual Ishadi. Kain tenun cual dalam sebuah pameran.
Warisan budaya

Saat ini tenun cual yang menjadi cendera mata khas Pulau Bangka telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda.

Pada 2015, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dipimpin Anies Baswedan mendorong agar potensi daerah dalam hal budaya lebih dikembangkan.

Bantuan pun ikut dikucurkan ketika itu.

Baca juga: Cendera Mata Lapik Koto Dian, dari Kursi Depati hingga Pelaminan

Tak hanya itu, pemerintah pusat juga menurunkan tim dan alat untuk menguji keaslian sutra dan benang emas yang menjadi bahan khas tenun cual.

"Sudah ada pembuktian ini memang asli. Kerajinan ini ada sejak ratusan tahun lalu," ungkapnya.

Sementara itu, pemerintah daerah memberikan dukungan dengan memesan tenun cual untuk seragam pegawai.

"Zaman Wali Kota Pak Sofian Rebuin dapat pesanan banyak untuk pegawai Pemkot," ujar Isnawati.

Pemerintahan saat ini, menurut Isnawati, juga terus memberikan dukungan, yakni melalui pameran dan memperkenalkannya di sekolah-sekolah sebagai muatan lokal.

Galeri tenun cual Ishadi juga dipromosikan pada para wisatawan yang berkunjung ke Bangka.

Selain tenun, galeri juga menyediakan kain printing yang tetap mengambil motif cual tradisional.

Bagi peminat tenun cual dianjurkan untuk melakukan pemesanan terlebih dahulu.

Sebab, harus disiapkan bahan dan motifnya. Selain itu, waktu pengerjaan bisa mencapai satu bulan untuk selembar kain.

Untuk itu harga yang ditawarkan bisa mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah.


Bertahan di tengah pandemi

Anjloknya kunjungan wisata selama masa pandemi Covid-19 berdampak langsung pada usaha kerajinan tenun cual.

Penjualan cendera mata tenun cual turun drastis.

"Masa pandemi berpengaruh luar biasa ke kami yang produk fashion/kriya. Di awal Babel mulai kena pandemi Covid-19, penjualan turun drastis di April dan Mei, 70-80 persen," ujar Isnawati.

Baca juga: Kisah Tenun Cual Khas Bangka, Meredup karena Perang Dunia

Situasi sulit tidak hanya dari kosongnya kunjungan wisata, juga tidak ada pesanan dari pemerintah.

"Alhamdulillah, sekarang sudah mulai berangsur baik. Selain offline, juga sekarang kami pemasaran lewat online. Digital marketing," ucap dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com