Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Rebutan Gunungan dalam Grebeg Maulud Tahun ini, Diganti Pembagian Rengginang

Kompas.com - 29/10/2020, 15:23 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad, setiap tahun Keraton Yogyakarta mengadakan Grebeg Maulud.

Dalam tradisi yang sudah berlangsung ratusan tahun itu, Keraton Yogyakarta akan mengeluarkan gunungan berupa hasil bumi.

Masyarakat di sekitar keraton biasanya akan memperebutkan gunungan itu yang dipercaya akan membawa berkah.

Tradisi itu tidak bisa dilakukan pada tahun ini karena ada wabah virus corona.

Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Keraton Yogyakarta Tiadakan Tradisi Grebeg Syawal

Agar kebiasaan dari tahun ke tahun itu tetap berlangsung, Keraton Yogyakarta mengadakan Grebeg Maulud dengan cara berbeda.

Momen rebutan gunungan diganti dengan pembagian rengginang kepada seluruh abdi dalem Keraton Yogyakarta sebagai bentuk sedekah raja kepada rakyatnya.

Penghageng KHP Kridhomardowo, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, mengatakan grebeg maulud yang dilaksanakan pada Kamis (29/10/2020) pagi dilakukan dengan format yang berbeda jika dibandingkan dengan tahun lalu, mengingat saat ini masih dalam masa pandemi Covid-19.

“Hari ini kami masih melaksanakan acara grebeg maulud tapi dengan format yang disesuaikan dalam kondisi pandemi, grebeg satu tahun tiga kali pertama grebeg syawal pada awal tahun dilakukan juga seperti ini. Kemudian grebeg besar juga sudah seperti ini. Berhubung masih pandemi grebeg maulud masih seperti ini (tertutup),” katanya ditemui di Keraton Yogyakarta, Kamis.

Baca juga: Keraton Yogyakarta Tiadakan Grebeg Maulud dan Sekaten 2020

Ia menjelaskan, perbedaan grebeg pasa masa sekarang adalah ditiadakannya udik-udik dari raja Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X (HB X).

Udik-udik adalah saat Sultan memberikan atau menyebar uang koin kepada masyarakat.

“Saat pandemi tidak memungkinkan oleh karena itu selain membagikan ubo rampe rengginang, kami juga membagikan koin udik-udik Ngarsa Dalem (HB X) tetap memberikan koin satu-satu kepada setiap abdi dalem,” jelas dia.

Dia memaparkan, acara tertutup karena jika dilakukan secara terbuka masyarakat dari luar daerah akan datang dan membuat kerumunan sehingga akan melanggar protokol kesehatan sehingga akan rawan terjadi penularan Covid-19.

“Kita sejak awal tidak membuka grebeg untuk umum. kalau esensi tetap ada grebeg itu sedekah raja tetap ada tapi terbatas,” imbuhnya.

Baca juga: Heboh Ular Melingkar di Umpak Bangsal Megangan Keraton Yogya, Ini Penjelasannya

Gunungan dalam Grebeg Maulud digantikan dengan ubo rampe yang terbuat dari rengginang dibagikan ke tiga tempat pertama adalah Kepatihan, Puro Pakualaman, dan ke Abdi Dalem yang datang ke Keraton Yogyakarta.

“Persiapan seperti biasa sekitar tiga harian proses pembuatan rengginang, esensi rengginang itu sedekah raja kalau dulu gunungan ada macam-macam seperti hasil bumi, cuma ini dipilihkan rengginang karena sangat tradisional karena kalau tidak ada grebeg tidak ada yang buat. Kalau lainnya hasil bumi kan tetap ada khusus ini rengginang dengan pewarnaan itu yang kami pilih,” sebut Notonegoro.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com