Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Kasus Yaidah, Dipingpong Urus Akta Kematian Anak dari Surabaya ke Jakarta hingga Tuai Reaksi Dirjen Dukcapil

Kompas.com - 29/10/2020, 08:45 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Seorang ibu asal Surabaya, Jawa Timur, Yaidah (51) terpaksa mendatangi kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta untuk mengurus akta kematian anaknya.

Padahal seharusnya akta kematian dapat diurus di Dispendukcapil Surabaya atau di kantor kelurahan.

Namun, Yaidah merasa dipersulit saat memproses akta kematian di Dispendukcapil Surabaya.

Baca juga: Cerita Yaidah, Ibu 51 Tahun Dioper-oper dari Surabaya ke Jakarta Urus Akta Kematian Anaknya

Diberi waktu 60 hari

Ilustrasi waktuiStockphoto.com/kvkirillov Ilustrasi waktu
Yaidah awalnya mengurus akta kematian sang anak di kantor kelurahan pada bulan Agustus.

Namun setelah menunggu lama, akta kematian belum juga selesai diproses.

"Saya mulai cemas karena pihak asuransi memberi waktu 60 hari untuk menyerahkan akta kematian," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (27/10/2020).

Baca juga: Cerita Yaidah Kesulitan Urus Akta Kematian Putranya di Pemkot Surabaya hingga Harus ke Jakarta

Datangi mal pelayanan publik

IlustrasiKOMPAS/DIDIE SW Ilustrasi
Dia kemudian menarik berkas dari kelurahan dan mengurusnya ke Dispendukcapil di Mal Pelayanan Publik, Gedung Siola, Surabaya pada 21 September.

Di situ dia merasa dioper-oper tanpa kejelasan.

Petugas memintanya kembali ke kelurahan karena sedang mengurangi pelayanan tatap muka akibat pandemi Covid-19.

Kemudian dia diarahkan ke lantai tiga, namun saat berada di lantai tiga, dia kembali diarahkan ke lantai satu.

Yaidah lantas emosi hingga memarahi petugas. Petugas kemudian menyerahkan nomor akta kematian anaknya.

Baca juga: Soal Wanita 51 Tahun Dioper-oper Saat Urus Akta Kematian, Pemkot Surabaya: Kami Minta Maaf

 

Yaidah (51), seorang ibu asal Lembah Harapan, Lidah Wetan, Surabaya, Jawa Timur, merasakan sulitnya mengurus akta kematian anaknya di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya.Tangkapan layar KompasTV Yaidah (51), seorang ibu asal Lembah Harapan, Lidah Wetan, Surabaya, Jawa Timur, merasakan sulitnya mengurus akta kematian anaknya di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Surabaya.
Masih butuh persetujuan Kemendagri

Tak selesai di situ, petugas mengklaim masih membutuhkan persetujuan dari Kemendagri dalam waktu yang lama.

Sebab nama anak Yaidah menggunakan tanda petik. Hal itu membuat akta kematian putranya sulit diakses sistem.

Tak mau menunggu, Yaidah langsung berencana mengurus ke Kemendagri.

Atas izin suaminya Yaidah lalu berangkat ke Jakarta dengan menggunakan kereta api keesokan harinya.

Baca juga: Yaidah Urus Akta Kematian Anak sampai ke Jakarta, Pemkot Surabaya: Petugas Tak Punya Kapabilitas

Ternyata sudah selesai di Dispendukcapil

Sampai di kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Yaidah diarahkan ke kantor khusus catatan sipil di Jakarta Selatan.

Di sana, petugas mencoba mengonfirmasi kejadian itu kepada Dispendukcapil Surabaya.

"Tolong diproses, kasihan ibu ini jauh-jauh dari Surabaya ke Jakarta hanya untuk mengurus akta kematian putranya'," kata Yaidah menirukan kata-kata petugas tersebut.

Saat itu juga akta kematian anak Yaidah selesai dan filenya langsung dikirim ke ponselnya.

Baca juga: Warga Surabaya Urus Akta Kematian sampai ke Kemendagri, Dirjen Dukcapil: Terkesan Birokrasi Buruk Sekali

Disebut miskomunikasi dan petugas tak punya kapabilitas

Saat dikonfirmasi, Kepala Dispendukcapil Surabaya, Agus Imam Sonhaji mengatakan hal yang dialami Yaidah adalah miskomunikasi.

Menurutnya, Yaidah mendapatkan informasi dari petugas yang kurang tepat.

Ia juga mengakui petugasnya kurang memiliki kapablitas.

"Petugas itu tidak memiliki kapabilitas dalam menyelesaikan permasalahan administrasi kependudukan dan salah menangkap pemahaman," kata dia.

Agus menjelaskan, surat permohonan Yaidah saat itu sebenarnya sudah diproses registrasi di kelurahan dan berlangsung sukses.

Bahkan permohonan surat telah masuk dalam sistem klampid di Dispendukcapil.

“Sehingga Bu Yaidah atau pemohon mendapatkan e-Kitir atau tanda terima yang dilengkapi barcode," kata Agus.

"Meski begitu kita tetap menyampaikan permohonan maaf kepada Bu Yaidah atas miskomunikasi ini, kami minta maaf. Ini juga sebagai evaluasi catatan bagi kami agar ke depan lebih maksimal dalam melayani," ujarnya.

Baca juga: Dari Surabaya, Yaidah Pergi ke Jakarta untuk Urus Akta Kematian Sang Anak: Bingung Saya...

 

Ilustrasi jabat tanganshutterstock Ilustrasi jabat tangan
Kunjungi rumah Yaidah dan meminta maaf

Setelah peristiwa itu, Agus pun mendatangi rumah Yaidah di Perumahan Lembah Harapan, Kelurahan Lidah Wetan, Kecamatan Lakarsantri, Surabaya.

Selain menyampaikan permohonan maaf, pihak Dispendukcapil akan mengganti uang transportasi Yaidah.

"Kemarin kami sudah bersilaturahim ke rumah Bu Yaidah. Kami sudah meminta maaf atas nama Pemkot Surabaya dan mengganti uang transportasi saat beliau ke Jakarta," tutur Agus.

Dalam kunjungan itu, Yaidah dan suaminya, Sutarman sempat memberikan saran bagi pelayanan Pemkot Surabaya.

"Ibu Yaidah menceritakan semuanya dan beliau memberi masukan buat kami tentang pelayanan masyarakat," kata dia.

Dari kasus Yaidah ini, Dispendukcapil Surabaya akan mengintensifkan layanan informasi call center untuk melayai warga yang kebingungan memproses layanan kependudukan.

Baca juga: Cerita Yaidah, Ibu 51 Tahun Dioper-oper dari Surabaya ke Jakarta Urus Akta Kematian Anaknya

Dirjen Dukcapil angkat bicara

Kasus Yaidah ini sampai membuat Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudah Arif Fakhrulloh angkat bicara.

Ia menyayangkan adanya kesalahan komunikasi hingga Yaidah harus pergi ke kantor Kemendagri di Jakarta.

"Saya berduka karena ada masyarakat yang di-pingpong dan misinformasi sehingga si ibu mengurus hingga Jakarta," kata Zudan melalui keterangan tertulis yang dilansir dari laman resmi Kemendagri, Rabu (28/10/2020).

Ia bahkan menilai satu kasus ini berdampak buruk pada citra seluruh Dinas Dukcapil.

"Terkesan birokrasi buruk sekali. Dukcapil sedang dihukum masyarakat. Gara-gara satu kasus saja, 514 Dinas Dukcapil Kab/Kota terkena dampaknya," ucap dia.

"Mengurus akta kematian cukup di kelurahan. Bila tidak selesai, pihak kelurahan mesti proaktif. Jangan dibiarkan masyarakat bergerak sendiri, Dukcapil yang harus mampu memberikan solusi," kata Zudan.

Sumber: Kompas.com (Penulis: Kontributor Surabaya, Achmad Faizal | Editor: David Oliver Purba)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com