Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Sindikat Penyelundupan 99 Orang Rohingya di Aceh, Kapal Rusak Saat Dijemput di Tengah Laut

Kompas.com - 29/10/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Kepolisian Daerah Aceh menangkap empat dari enam orang yang diduga bagian dari sindikat penyelundupan 99 orang etnis Rohingya yang tiba di Lancok, Kabupaten Aceh Utara, pada Juni 2020.

Aktor utamanya diduga orang Rohingya yang telah lama tinggal di Medan di bawah akomodasi Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

Dalam konferensi pers yang berlangsung di Mapolda Aceh, Selasa (27/10/2020), Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, mengatakan AR merancang penjemputan ke-99 orang etnis Rohingya yang berada di tengah laut.

Baca juga: Rancang Penyelundupan Warga Rohingya ke Aceh, 5 Orang Ditangkap, 2 di Antaranya Nelayan

"AR merupakan orang Rohingya yang juga aktor dari penjemputan 99 orang lainnya. Sedangkan AJ warga lokal yang ikut membantu AR. Kini keduanya masih dalam Daftar Pencarian Orang (DPO)," kata Kombes Sony Sanjaya.

Selain AR, orang etnis Rohingya lainnya yang terlibat dalam kasus penjemputan 99 orang Rohingya di tengah laut ialah SD.

AR dan SD diketahui sudah berada di Penampungan di Medan sejak 2011 lalu. Mereka dibantu oleh tiga orang warga Indonesia.

Pihak Kepolisian Daerah Aceh mengumpulkan barang bukti berupa dua unit HP, GPS MAP-585 warna hitam, kapal nomor lambung KM Nelayan 2017-811 (10 GT) telah dipinjam pakai oleh ketua koperasi, dan surat sewa menyewa kapal dari Koperasi Samudra Indah Aceh Utara.

Baca juga: Polisi Bongkar Sindikat Penyelundupan Warga Rohingya ke Aceh dan Medan, Tujuan Akhir Malaysia

Tuduhan awal penyelundupan 99 orang Rohingya ?

Sejumlah etnis Rohingya menunggu di ruangan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan identifikasi di tempat penampungan sementara di bekas kantor Imigrasi Punteuet, Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (26/6/2020). Hasil identifikasi dan pemeriksaan tes diagnosa cepat (rapid test) COVID-19 menyatakan sebanyak 99 orang etnis Rohingya dinyatakan non reaktif. ANTARA FOTO/Rahmad/prasANTARA FOTO/RAHMAD Sejumlah etnis Rohingya menunggu di ruangan setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan identifikasi di tempat penampungan sementara di bekas kantor Imigrasi Punteuet, Blang Mangat, Lhokseumawe, Aceh, Jumat (26/6/2020). Hasil identifikasi dan pemeriksaan tes diagnosa cepat (rapid test) COVID-19 menyatakan sebanyak 99 orang etnis Rohingya dinyatakan non reaktif. ANTARA FOTO/Rahmad/pras
Dalam kasus ini diduga lebih dari enam orang terlibat dalam keberangkatan 99 orang Rohingya dari Cox's Bazar di Bangladesh, menuju Kabupaten Aceh Utara.

Dari dalam wilayah perairan Indonesia, Kepolisian Daerah Aceh sejauh ini sudah menangkap empat orang, dan dua lainnya masih buron.

Salah satu buronan adalah orang etnis Rohingya berinisial AR.

Menurut keterangan Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, AR mengajak AJ yang merupakan warga Kabupaten Aceh Timur untuk melakukan penjemputan 99 orang di tengah laut.

Baca juga: Beredar Informasi Kapal Rohingya di Perairan Aceh, Petugas Gabungan Patroli Laut

Kemudian keduanya menawarkan pekerjaan kepada FA untuk menjemput ke-99 orang tersebut. Namun, pada pertemuan pertama di rumah AJ di Aceh Timur, mereka tidak menemukan kesepakatan.

Keesokan harinya, ketiganya bertemu kembali untuk membahas kelanjutan pembicaraan.

Saat itu, dua orang lainnya ikut hadir, yakni AS (warga lokal) dan SD (orang etnis Rohingya). Dalam kesempatan tersebut, mereka bersepakat untuk melakukan penjemputan.

Melalui persetujuan kala itu, jumlah Warga Negara Asing (WNA) yang akan dijemput sebanyak 36 orang.

Baca juga: Tiga Hari Berturut-turut Rohingya Meninggal di Lhokseumawe, Alami Sesak Napas dan Demam Tinggi

Apa peran masing-masing tersangka?

Sebanyak 94 orang pengungsi etnis Rohingya, terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak ditemukan terdampar sekitar empat mil dari pesisir Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, pada Rabu (24/06/2020). Antara/NOVA WAHYUDI Sebanyak 94 orang pengungsi etnis Rohingya, terdiri dari 15 orang laki-laki, 49 orang perempuan dan 30 orang anak-anak ditemukan terdampar sekitar empat mil dari pesisir Pantai Seunuddon, Kabupaten Aceh Utara, pada Rabu (24/06/2020).
Setelah mendapatkan kesepakatan untuk penjemputan, FA mengajak seorang warga lokal lainnya, yaitu R yang merupakan ketua Koperasi Samudera Indah Aceh Utara, untuk membuat surat sewa-menyewa kapal dengan biaya sebesar Rp 10 juta. Uang itu dibayar oleh AR.

Dalam kesepakatan tersebut, yang bertugas menjemput adalah SD (etnis Rohingya), AS, FA, dan R, dengan menggunakan kapal bernomor lambung KM Nelayan 2017-811 (10 GT).

Sementara AJ dan AR menunggu di darat, setelah memberikan titik koordinat penjemputan.

Di dalam perjanjian awal, para tersangka disebut menyetujui kalimat sandi "membeli makan dan rokok" yang artinya memulai penjemputan, serta kalimat sandi lainnya ketika bertemu dengan kapal besar pembawa orang-orang Rohingya di tengah laut.

Saat menjemput, rombongan orang Rohingnya yang diturunkan dari kapal besar tersebut mencapai 99 orang, bukan 36 orang berdasarkan kesepakatan awal.

Baca juga: Terdampar di Aceh, 2 Warga Rohingya Meninggal dan 3 Orang Dirawat karena Sesak Napas

Berapa biaya untuk menjemput ke tengah laut?

Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.AFP/RAHMAT MIRZA Sejumlah imigran etnis Rohingya asal Myanmar tiba di Lhokseumawe, Aceh, Senin (7/9/2020). Sebanyak 297 imigran etnis Rohingya, dengan rincian 181 perempuan, 102 orang laki-laki, dan 14 orang anak-anak, terdampar ke perairan Aceh sekita pukul 00.30 WIB pada Senin dini hari.
Dalam dua kali pertemuan, para tersangka disebut membahas upah dari jasa penjemputan orang-orang Rohingya di tengah laut. Akan tetapi jumlah tersebut masih belum diketahui pasti dari penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Kombes Sony Sanjaya mengatakan jumlahnya hanya sekian juta per individu yang dijemput. Namun jumlah yang baru dibayar ialah Rp10 juta untuk biaya sewa kapal.

"Tapi kan itu belum terbayar, keburu kapalnya mendarat salah tempat, jadi tidak ketemu langsung dengan orang yang menunggu di tempat koordinat yang telah ditentukan sebelumnya," kata Sony.

Menurut Sony, seharusnya ke-99 orang etnis Rohingya mendarat di lokasi lain di Aceh Utara.

Namun karena kapal rusak, mereka mendarat ke tempat terdekat.

Baca juga: Indonesia Minta AICHR Beri Perhatian ke Pengungsi Rohingya

Kapan dan di mana 99 orang etnis Rohingya diturunkan ?

Pengungsi Rohingya yang diselamatkan oleh nelayan dan kapal patroli di dekat pantai Seunuddon, Aceh Utara, 24 Juni 2020. Antara Foto / Rahmad / via REUTERS Pengungsi Rohingya yang diselamatkan oleh nelayan dan kapal patroli di dekat pantai Seunuddon, Aceh Utara, 24 Juni 2020.
Tepat pada tanggal 22 Juni 2020, empat orang yang ditugaskan menjemput rombongan etnis Rohingya tersebut bergerak dari dermaga nelayan di Seunuddon, Aceh Utara, menuju titik koordinat yang telah ditentukan sebelumnya.

Namun, pada 24 Juni 2020, salah seorang yang bertugas menjemput rombongan tersebut menelpon ke darat untuk memberitahukan bahwa kapal yang mereka gunakan untuk melaut mengalami kerusakan mesin, setelah membantu mengevakuasi puluhan orang etnis Rohingya.

Saat itu, jarak mereka dengan daratan sekitar 4 mil dari bibir pantai Seunuddon, Aceh Utara.

Pada saat bersamaan, sejumlah nelayan Aceh melihat keberadaan rombongan etnis Rohingya di tengah laut.

Baca juga: Sehari Terdampar di Aceh, Satu Imigran Rohingya Meninggal karena Sesak Napas

Unsur Forum Komunikasi Pemerintah Daerah (FORKOPIMDA) Kota Lhokseumawe sebelumnya berencana untuk memberikan makanan dan logistik lainnya, kemudian kapal rombongan tersebut akan didorong kembali ke tengah laut.

Namun warga sekitar pantai Lancok, Aceh Utara, memprotes pihak keamanan hingga mengambil kapal nelayan pribadi untuk menarik mereka ke darat.

Peristiwa tersebut terjadi pada 25 Juni 2020.

Kepala Direktorat Reserse Kriminal Umum, Kombes Sony Sanjaya, mengatakan bahwa terdamparnya puluhan orang etnis Rohingnya pada Juni lalu bukan semata karena kemanusiaan, melainkan ada upaya penyelundupan manusia.

Baca juga: Amnesty Desak Pemerintah Penuhi Kebutuhan 297 Pengungsi Rohingya yang Terdampar di Aceh

Sindikat internasional penyelundupan manusia?

Kapal yang membawa 297 orang pengungsi etnis Rohingya mendarat di pantai Lhokseumawe, Aceh.Hidayatullah/BBC Indonesia Kapal yang membawa 297 orang pengungsi etnis Rohingya mendarat di pantai Lhokseumawe, Aceh.
Kombes Sony Sanjaya mengatakan sejauh ini pihaknya baru dapat mengeluarkan keterangan terkait dugaan penyelundupan manusia hasil kerja sama etnis Rohingya dengan warga lokal.

Mengenai apakah mereka berkorelasi dengan sindikat penyelundupan manusia internasional, menurutnya hal itu ini merupakan ranah Mabes Polri untuk menjelaskan.

Tindak pidana penyelundupan manusia diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun, kemudian denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 1,5 miliar melalui Pasal 120 ayat 1 UU Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Baca juga: 297 Rohingya yang Kembali Terdampar di Aceh Dipindah ke BLK Lhokseumawe

Apa lagi yang diungkap?

Selain mengungkap dugaan sindikat penyelundupan etnis Rohingya gelombang pertama pada Juni 2020, Kepolisian Daerah Aceh menangkap dua tersangka yang bertindak menjemput tiga orang dalam rombongan gelombang kedua pada September 2020, di Balai Latihan Kerja (BLK) Lhokseumawe.

"Dalam kasus ini ada dua orang yang kita tangkap yaitu seorang perempuan asal Medan berinisial P dan satu lagi S warga Rohingya di Medan," kata Kombes Pol Sony Sanjaya.

S disebut menyuruh P, seorang perempuan warga Medan, untuk menjemput tiga orang Rohingya gelombang kedua yang datang bersama 297 orang pada September lalu.

Baca juga: 295 Warga Rohingya Kembali Terdampar di Perairan Lhokseumawe

Tapi belum berhasil membawa kabur tiga orang Rohingnya, P ditangkap oleh polisi pada, Selasa (13/10/2020). Adapun S ditangkap di Medan, Sumatera Utara.

Sejauh ini sudah 12 orang etnis Rohingya dari gelombang satu dan dua yang kabur dari BLK Lhokseumawe, namun tiga di antara mereka telah didapatkan sebelum tiba ke Medan.

Sisanya belum dapat dipastikan keberadaannya.

Baca juga: Debar-debar Pengungsi Rohingya

Indikasi penyelundupan manusia

Para pengungsi asal Rohingya yang diselamatkan pada 20 April 2018 lalu. AFP Para pengungsi asal Rohingya yang diselamatkan pada 20 April 2018 lalu.
Dalam wawancara BBC Indonesia dengan Chris Lewa dari organisasi non-pemerintah Arakan Project beberapa waktu lalu, terdapat indikasi penyelundupan manusia terkait kedatangan dua rombongan etnis Rohingya di Aceh sejak Juni lalu.

Selain ditolak oleh negara-negara Asia Tenggara, alasan lain mengapa etnis Rohingya terombang-ambing di lautan selama enam bulan adalah karena mereka "dijadikan tawanan" oleh kelompok penyelundup manusia.

"Penyelundup manusia ini ingin dibayar, jadi mereka menawan para penumpang, itulah kenapa kelompok ini menghabiskan waktu lama di lautan sebelum mereka mendarat [di Aceh]," jelas Chris.

Baca juga: 7 Tahun Tinggal di Makassar, Satu Keluarga Pengungsi Rohingya Resmi Jadi Warga AS

"Kami menghubungi beberapa kerabat para penumpang ini, mereka mengatakan telah membayar [biaya perjalanan] pada Mei lalu, namun kenapa mereka belum mendarat saat itu adalah karena belum semua penumpang di kapal telah membayar. Jadi mereka menawan mereka di tengah lautan," tambahnya.

Menurut Chris, kapal besar yang mengangkut pengungsi Rohingya dari Bangladesh itu diatur dari Myanmar.

"Lalu mereka ke Bangladesh untuk menjemput mereka. Kapal ini tidak pernah memasuki perairan Bangladesh," jelasnya.

Baca juga: Gadis Rohingya Diduga Kabur dari Kamp Penampungan Lhokseumawe

"Jadi para penumpang ini ditransfer ke kapal-kapal yang lebih kecil di tengah lautan. Siapa para penyelundup manusia ini? Kami tidak tahu," kata Chris.

Chris meyakini bahwa akan ada kapal-kapal yang mengangkut komunitas Rohingya dalam beberapa bulan ke depan, terutama di musim puncak yang biasanya jatuh pada "akhir Oktober atau November."

Indikasi penyelundupan manusia juga diutarakan Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.

Dia mengatakan Indonesia menekankan pentingnya kerja sama untuk melawan kejahatan lintas batas, termasuk penyelundupan manusia.

"Karena diduga saudara-saudara kita ini juga merupakan korban dari kejahatan lintas batas," tukas Retno.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com