Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ibu Tunanetra Dampingi Anak Sekolah Daring Saat Pandemi: Ada Perasaan Waswas...

Kompas.com - 28/10/2020, 07:57 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Beberapa pemerintah daerah masih menutup sebagian besar sekolah seiring terus bertambahnya jumlah kasus positif Covid-19. Ini artinya, proses belajar mengajar tetap dilakukan secara daring.

Tidak bisa dipungkiri, kebijakan ini memberikan beban lebih kepada orang tua siswa. Lalu, bagaimana dengan orang tua penyandang disabilitas?

Popon Siti Latipah, salah satunya. Popon dan suaminya, Irvan Arimansyah, adalah pasutri tunanetra yang dikaruniai seorang anak perempuan dengan kondisi mata yang sehat.

Baca juga: KPU Kota Semarang Sediakan 3.447 Alat Bantu Huruf Braille untuk Pemilih Tunanetra

Anak mereka, Aksa (bukan nama sebenarnya untuk melindungi identitasnya), mengenyam pendidikan di salah satu sekolah dasar di Kota Bandung. Selama belajar daring, anak usia delapan tahun ini hanya didampingi ibunya, Popon.

Bagi seorang tunanetra, mendampingi anak belajar daring bukan perkara gampang. Kondisi penglihatannya yang nol persen, membuat perempuan 34 tahun ini kebingungan menghadapi hari demi hari selama proses pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Ia mengaku mengalami tekanan psikologis.

Baca juga: Ishma, Anak Pasangan Tunanetra yang Berprestasi, Sulit Belajar Online karena Ponselnya Dicuri

"[Saya] merasa nggak optimal mengajar anak. Hampir tiap pagi, psikologinya sudah terganggu duluan.'Duh, hari ini ngapain yah? Materinya apa? Bisa nggak yah menyampaikannya?' Itu setiap hari mikir begitu. Ada perasaan waswas," ungkap Popon kepada BBC News Indonesia.

Perasaan waswas muncul lantaran Popon merasa tidak optimal mengajar Aksa. Ia khawatir anaknya bakal tertinggal pelajaran, ketika sekolah kembali dibuka.

"Kalau di sekolah, kita sudah percaya ke gurunya. Paling kita tinggal mengulang. Kalau ini tanggung jawabnya ada di kita, gurunya hanya sekadar mengarahkan.

"Ada kekhawatiran, ketika [kembali] bertatap muka anak kaget dengan materi yang sekarang.

"Di saat kita ingin memberikan yang terbaik buat anak, kita terkendala keadaan," tutur Popon yang merasa kesulitan, bahkan untuk sekadar mengajarkan anaknya membuat garis lurus.

Baca juga: Biaya Sendiri, Tukang Pijat Tunanetra Dirikan Sekolah Gratis bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Merasa kebingungan

Seorang siswa tunarungu SLB Negeri Cicendo mengikuti pelajaran Pancasila dengan bahasa isyarat secara daring di Bandung, Jawa Barat, 9 September lalu.Antara Foto Seorang siswa tunarungu SLB Negeri Cicendo mengikuti pelajaran Pancasila dengan bahasa isyarat secara daring di Bandung, Jawa Barat, 9 September lalu.
Popon pernah merasa kebingungan, saat anaknya ditegur guru karena membuat tabel dengan garis yang tidak lurus.

Padahal, anaknya sudah memakai penggaris setiap membuat tabel. Setelah tiga kali ditegur, Popon mengadu ke orang tua murid lain dan disarankan membeli penggaris baru.

"Eh tahunya benar dari penggaris masalahnya. Soalnya aku sekolah, dari kelas 4 SD sampai kuliah, nggak pernah punya pengalaman pakai penggaris. Makanya bingung. Kirain penggaris kalau sudah lama, masih tetap bagus," kata Popon.

Ada terselip rasa minder dalam diri Popon ketika berbicara dengan orang tua murid lain yang nondifabel.

Baca juga: Kisah Agus, Penyandang Tunanetra Dirikan Rumah Belajar Gratis Bagi Anak Berkebutuhan Khusus

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com