Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereka yang Merawat Ikrar Sumpah Pemuda di Maluku, Kalbar, dan Sumbar

Kompas.com - 28/10/2020, 06:07 WIB
Rachmawati

Editor

Pada 2011, ia akhirnya merealisasikan visi yang ia miliki sejak remaja dan mendirikan Heka Leka, sebuah organisasi pendidikan dengan nama khas yang mengandung arti 'kelahiran kembali'.

Salah satu tujuan awalnya adalah untuk menginspirasi anak-anak muda untuk turut membangun pendidikan di Maluku, sambil menjangkau pulau sebanyak-banyaknya.

"Jadi, fungsinya kita kalau mau dibilang bahasa sederhananya ya katalisator sih. Kalau kita, pendekatannya bukan menjadikan orang follower, tapi kita lebih participatory dan empowering."

"Kalau lebih banyak orang bekerja untuk daerah kan lebih bagus," tambahnya.

Baca juga: Kisah 2 Eks Tentara Anak Saat Konflik Ambon: Dulu Saling Membenci, Kini Berkolaborasi

Kondisi geografis Maluku yang terdiri dari ratusan pulau, menjadi tantangan tersendiri bagi pendidikan di wilayah itu.

Terdorong untuk memajukan pengembangan masyarakat di kampung halamannya, Stanley mendirikan organisasi Heka Leka agar pulau-pulau terpencil juga memiliki akses untuk meningkatkan kapasitas guru-guru serta literasi anak-anak.

Pulau-pulau yang terpisahkan oleh lautan luas menyulitkan akses dan perkembangan yang merata, kata Stanley.

Baca juga: Air Mata Oma Hanna dan Persaudaraan yang Tulus Saat Konflik Ambon

Sehingga, hal dasar seperti membaca maupun ketersediaan bahan bacaan masih mengalami kekurangan di beberapa wilayah.

Masuk di tahun ke-sembilan, pengaruh Heka Leka terus berkembang dan membuka peluang untuk bekerja sama dengan pemegang kepentingan lainnya.

Daniel Eduard Indey, selaku kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan, mengatakan pihaknya kini juga bekerja sama dengan Heka Leka untuk mengembangkan peta jalan literasi Maluku.

Sebab, kata Daniel, menggandeng komunitas menjadi pendekatan yang penting untuk menghadapi tantangan-tantangan di provinsi kepulauan itu, dimana kendala yang ada termasuk tenaga pendidikan dan ketersediaan perpustakaan di sekolah-sekolah.

Baca juga: 15 Tahun Konflik Ambon, Warga Berkumpul di Gong Perdamaian

"Karena kita ada 1,400 lebih pulau di provinsi Maluku - pulau besar dan pulau kecil - dan itu dipisahkan oleh laut yang cukup luas, jadi rentang kendalinya dan tantangan geografis ini yang membuat kami dari Dinas Perpustakaan dan komunitas literasi yang peduli terdahap dunia pendidikan, sharing untuk bagaimana mengembangkan literasi di provinsi Maluku yang meruapakan kepulauan ini," ujar Daniel via telpon.

"Jadi tantangan kami yang pertama itu masalah tenaga pendidik, kemudian sarana prasarana, dalam hal ini koleksi bahan bacaan dan juga termasuk perpustakaan itu sendiri," tambahnya.

Sejalan dengan pertumbuhuan Heka Leka, lembaga pendirian Stanley itu tetap lanjut bergerak mengembangkan komunitas-komunitas terpencil di Maluku, termasuk dalam bidang pengembangan kapasitas guru-guru.

Baca juga: Paus Fransiskus Sebut Tidak Ada Toleransi untuk Tindakan Rasialisme

Heka Leka memiliki program Gerakan Maluku Membaca, yang mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku cerita anak hasil donasi untuk disalurkan ke anak-anak di berbagai pulau di Maluku.Dok.Heka Leka Heka Leka memiliki program Gerakan Maluku Membaca, yang mengumpulkan buku-buku pelajaran dan buku cerita anak hasil donasi untuk disalurkan ke anak-anak di berbagai pulau di Maluku.
Marlen Leleury, seorang warga pulau Nusa Laut di kabupaten Maluku Tengah, mengapresiasi pelatihan yang ia jalani bersama mereka.

Marlen, yang tadinya seorang ibu rumah tangga, terdorong untuk mendirikan sekolah untuk tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) setelah melihat banyak anak-anak yang tidak tertampung di TK setempat.

Marlen mengatakan pelatihan itu membantunya menyiapkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak.

"Di situ kita mengajar semua aspek perkembangan anak didik kami, apalagi yang sudah diberikan Heka Leka kepada kami, kami terapkan untuk anak didik kami, mengenai aspek-aspek perkembangan sementara mereka jalani dalam usia mereka.

Baca juga: Belajar Toleransi dari Suku Wajor, Pantang Bertengkar Hanya karena Berbeda

"Sosial, emosi, kognitif, motorik halus, motorik kasar, itu ada enam aspek perkembangan yang harus dikembang untuk mereka," tutur Marlen melalui sambungan telpon.

Pendidikan pada tiap usia terus menjadi bidang yang digeluti Stanley Ferdinandus.

Pria berusia 37 tahun tersebut mengingat mengapa pendidikan itu penting, bukan hanya untuk diri sendiri, namun juga keutuhan dan kemajuan suatu komunitas.

"Yang menggerakkan hidup kita itu adalah tujuan. Nah, sekarang untuk mengetahui tujuan ya harus pendidikan," tutup Stanley

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com