Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja 17 Tahun yang Nikahi Siswi SMP Harus Bayar Denda Rp 2 Juta ke Sekolah

Kompas.com - 27/10/2020, 11:27 WIB
Fitri Rachmawati,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

LOMBOK TENGAH, KOMPAS.com - Pernikahan usia dini yang kembali terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, NTB, menjadi sorotan.

Pernikahan pasangan pengantin EB (15) dan UD (17) yang masih belia ini ramai dibicarakan setelah diunggah di Facebook.

Meski telah membawa pujaan hatinya, UD sang pengantin pria harus membayar denda total Rp 2,5 juta karena nekat menikah di usia dini.

UD didenda lantaran menikahi EB yang duduk di bangku SMP.

Baca juga: Tak Sanggup Hidup Susah, Siswi SMP di Lombok Memutuskan Nikahi Remaja 17 Tahun

"Ya, denda itu diberlakukan sekolah, sebesar Rp 2 juta rupiah, karena si gadis masih sekolah. Bagi kami, itu dilakukan sekolah untuk antisipasi agar pernikahan di usia sekolah urung dilakukan," kata Kepala Dusun Kumbak Dalem, Desa Setiling, Lombok Tengah, Abdul Hanan, Minggu (25/10/2020).

Selain didenda pihak sekolah, UD juga harus membayar uang denda pada kakak kandung laki-lakinya sebesar Rp 500.000 karena mendahuluinya menikah.

"Ini aturan adat, dan besarnya disepakati sesuai permintaan kakak kandungnya," kata Hanan.

Pasangan yang menikah pada 10 Oktober 2020 lalu dan melangsungkan resepsi mereka 24 Oktober 2020 itu, kini menjalani hidup berumah tangga.

Abdul Hanan mengatakan, pihaknya memilih menikahkan keduanya, karena khawatir akan pergaulan anak muda saat ini.

"Kami kan tidak tahu apa yang mereka lakukan, jadi ya mesti dinikahkan, bukan berarti saya setuju pernikahan dini, tapi ini seperti buah simalakama," kata Hanan.

Kepala Sekolah SMP 4 Batukliang Utara H Majidin, yang dikonfirmasi, Selasa (26/10/2020) membenarkan sanksi berupa denda bagi siswa yang menikah.

 "Denda itu sudah lama berlaku dan merupakan kesepakatan siswa, saya tidak bisa merinci besarannya, karena disesuaikan dengan kemampuan pihak keluarga, itu merupakan kesepakatan komite sekolah," kata Majidin.

Dia juga membenarkan siswinya EB dilaporkan menikah dan pasangan atau pihak laki-lakilah yang dibebankan membayar denda tersebut.

"Benar, itu dilakukan untuk menekan angka pernikahan dini di lingkungan sekolah kami, saya belum bisa memberikan data lengkap jumlah siswa kami yang menikah sejak sanksi itu diberlakukan," kata dia.

Tinggal di kawasan hutan

Pasangan usia belia ini tinggal di kawasan hutan di Desa Seteling. Akses ke sana sulit dengan jalan menanjak dan licin jika hujan tiba.

EB mengaku, menikah karena ingin hidup lebih baik.

"Saya menikah karena mau hidup saya lebih baik," kata dia.

Keluarga dan pihak dusun juga tak melaporkan pernikahan usia anak di wilayah mereka, karena takut dan khawatir pasangan itu dipisahkan.

Baca juga: Pengakuan Siswi SMP yang Menikah dengan Remaja 17 Tahun: Saya Bingung Mau Ngapain Lagi...

"Nikahnya di rumah ini, keluarga saja yang datang, kakek saya juga datang menikahkan," kata EB.

Bagi warga, pernikahan usia sekolah dianggap biasa.

"Biasa menikah usia dini di dusun ini, saya juga menikah saat duduk di bangku SD," kata Muslinin, keluarga UD.

Dusun Kumbak Dalem dihuni oleh 200 kepala keluarga atau 600 jiwa.

Sekitar 30 persen di antaranya mengadu nasib sebagai TKI dan TKW ke Malaysia, sisanya menggarap kawasan hutan yang dikenal sebagai pusat durian di Lombok Tengah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com