Menurut Ramin, tanah perbukitan ini sebenarnya tidak cocok untuk ditanami jenis tanaman lunak, tapi cuma tanaman keras seperti karet atau sawit.
"Tapi dengan pupuk kascing ini bisa dilihat betapa suburnya tanaman yang kami tanam. Sangatlah cepat pertumbuhannya, karena kaya protein. Cocok untuk semua jenis tanaman," tutur pria empat anak ini.
Selain tanaman, Ramin dan teman-temannya juga beternak ayam kampung di lahan tersebut.
Ada sekitar 30 ekor ayam kampung, jantan dan betina, yang dirawatnya. Ayam kampung ini, katanya, juga bantuan dari CSR Pertamina.
Di lahan ini lah Ramin dan petani lainnya menghabiskan waktu untuk bertani. Bertahan hidup dari bertani di tengah pandemi.
"Ya, habis di sini saja waktu kami. Kadang main-main sama ayam pas kasih makan, karena semunya sudah jinak," tutur Ramin seraya tertawa.
Pria yang bertubuh kurus ini mengaku ekonominya terdampak akibat Covid-19 yang mewabah di Provinsi Riau sejak bulan Maret 2020 lalu.
Baca juga: Mereka yang Kelaparan dan Bangkit di Tengah Wabah Corona...
Sebelum virus corona itu muncul, sehari-hari ia bekerja sebagai penderes karet di kebun miliknya. Selain itu, mengandalkan beberapa hektar kebun sawit.
Dari hasil kebun itu cukup memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Tapi setelah masuk pandemi, Ramin mengaku pendapatan menurun drastis.
Seperti harga karet turun dari Rp 10.000 menjadi Rp 4.000 per kilogram.
"Memang ekonomi kami para petani di sini sangat terdampak. Tapi, alhamdulillah harga karet sekarang sudah naik jadi Rp 9.000 satu kilogram. Kalau sawit sekarang Rp 1.800 per kilo," sebut Ramin.
Hanya saja, kata dia, harga karet dan sawit ini kadang turun kadang naik.
Oleh sebab itu, Ramin bersama kelompok tani Berkat Usaha tetap fokus dengan budidaya cacing merah.
Usaha ini akan terus dikembangkan. Baik disegi pupuk maupun cacing untuk dijual.
Baca juga: Perjuangan Pengemudi Ojol Saat Pandemi, Mengais Rezeki dan Menjamin Pelanggan Tak Tertular Covid-19
Bahkan, Ramin mengaku akan mengolah cacing merah untuk dijadikan pakan ternak, seperti pelet ikan dan dedak makanan ayam maupun itik.
Sayangnya ia tidak punya mesin penggiling untuk mengolah cacing tersebut.
"Kami memang ada rencana mengolah cacing merah dengan lebih banyak manfaat, salah satunya pembuatan pelet ikan. Mudah-mudahan impian kami bisa tercapai dari hasil pertanian atau ada yang bersedia membantu," ungkap Ramin.
Meski begitu, Ramin bersyukur telah dibantu oleh pihak PT Pertamina EP Asset 1 Lirik Field melalui program CSR.
"Alhamdulillah, kami sangat terbantu. Banyak ilmu yang kami dapat dan juga dibantu modal usaha," pungkas Ramin.