Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Unjuk Rasa Unik di Jalan Suroto Jogja, Pakai Media Lukisan hingga "Digital Printing"

Kompas.com - 17/10/2020, 22:45 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ada yang berbeda di pedestrian jalan Suroto, Kotabaru, Kota Yogyakarta terlihat ramai pada hari Jumat (16/10/2020) malam.

Dari Utara ke Selatan pedestrian Suroto didatangi seniman dan pesepeda dari berbagai daerah di DIY.

Mereka adalah Kelompok Seni Bergerak bagian dalam Aliansi Rakyat Bergerak, bersama pesepeda Yogyakarta, yang menyuarakan keresahan-keresahannya melalui media seni.

Pedestrian Jalan Suroto berbeda dengan pedestrian yang ada di Jalan Malioboro. Pedestrian jalan Suroto memiliki tiga jalur pedestrian. Yaitu di sisi barat jalan, tengah sebagai pembatas jalan, dan sisi bagian Timur jalan.

Baca juga: Sultan HB X: Bukan Karakter Kita Berbuat Anarkis

Di setiap ruas-ruas pedestrian terdapat beberapa tempat duduk. Sedangkan di tengah jalur pedestrian ada beberapa pohon yang rindang sehingga saat siang hari jalan ini sangat rimbun tertutup pohon.

Sedangkan saat malam hari pedestrian bagian tengah diterangi oleh lampu-lampu berwarna kuning, yang membuat suasana menjadi lebih hangat.

Lampu penerangan itu yang digunakan para seniman untuk menerangi karya-karya yang dipajang di ruas bagian tengah pedestrian jalan Suroto.

Berbagai jenis karya seni dipampangkan di ruas tersebut dari mulai lukisan menggunakan kanvas, lalu karya seni digital printing juga dipajang di ruas jalan tersebut.

Baca juga: Mengungkap Fakta Restoran Legian di Malioboro Terbakar Saat Kerusuhan di DPRD DIY

Media penyampaian keresahan warga

Ditemui di lokasi satu diantara koordinator pameran Revo, menyapa dengan akrab ia mengenakan kaos putih dengan mencangklong totebag warna senada dengan kaosnya.

Dirinya mulai menjelaskan maksud dari aksi atau pameran ini adalah untuk menyampaikan keresahan-keresahan yang dirasakan oleh seniman maupun masyarakat.

Saat melakukan pameran tidak hanya satu isu saja yang diangkat dalam media seni, bermacam-macam isu-isu yang diangkat dan dikritisi dalam pameran ini.

Seperti tidak segera dilakukannya pengesahan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual, ada pula yang mengangkat isu lingkungan.

“Karya-karya disini dibuat oleh bermacam-macam latar belakang, ada yang dari mahasiswa seni, ada yang dari mahasiswa non seni, pekerja lepas. Karya yang dipamerkan tidak spesifik yang terpenting mewakili keresahan-keresahan,” katanya saat ditemui di lokasi.

Baca juga: Fakta Kasus Pelecehan Seksual KKN UGM, Tolak Istilah Damai hingga Alasan Hentikan Proses Hukum

 

Dipilih karena dekat dengan pusat kota Jogja

Dalam penyelenggaraannya dibuat dengan dana seminimal mungkin, tidak menggunakan listrik tambahan, semuanya memanfaatkan fasilitas umum yang ada di pedestrian jalan Suroto, Yogyakarta.

“Acara ini adalah pekan budaya bergerak dengan tema semua adalah warga, sehingga yang ditampilkan adalah keresahan-keresahan warga misalnya ada sayuran yang ditempel di tembok itu maksudnya warga kesulitan mencari bahan pangan sehingga banyak mereka yang berinisiatif menanam sendiri,” jelasnya.

“Tetapi justru para petani mendapatkan represifitas dari negara, dan ada dorongan mengimpor bahan-bahan pokok,” imbuhnya.

Dalam acara ini pengunjung dapat ikut secara aktif dengan melukis di jalan bersama mereka atau meminta seniman melukiskan pengunjung.

Pedestrian Suroto dipilih lantaran lokasi ini berada dekat pusat kota Yogyakarta, sehingga banyak warga yang lalu lalang melewati jalan suroto baik itu mengenakan sepeda motor maupun menggunakan mobil pribadi.

“Acara ini singkat hanya tiga jam, karena biaya minim,” katanya.

Siapa pun boleh berpartisipasi dalam unjuk rasa

Sedangkan koordinator lainnya Lusi, menyampaikan untuk rangkaian kegiatan secara keseluruhan yaitu pekan budaya bergerak dilakukan selama tiga hari dengan berbagai macam kegiatan.

“Setiap harinya memiliki tema yang berbeda, lokasi pertama di Kridosono, kedua adalah panggung seni yaitu di Sewon Bantul, hari Minggu bersepeda bersama,” katanya.

Pada hari Minggu dalam kegiatan bersepeda akan dimeriahkan oleh berbagai komunitas sepeda di Yogyakarta, seperti komunitas sepeda ingg, komunitas sepeda BMX dan komunitas lainnya.

“Mereka memiliki keresahan yang sama sebagai warga Yogyakarta yang akan disampaikan dalam pekan budaya bergerak,” katanya.

Siapa pun dapat ikut serta dalam kegiatan pekan budaya bergerak karena seluruhnya adalah warga Yogyakarta. “semua boleh ikut karena semua adalah warga Yogyakarta, untuk menunjukkan rasa kita,” katanya.

Ia menjelaskan unjuk rasa tidak hanya melalui cara konvensional saja seperti yang terjadi di beberapa waktu lalu, tetapi unjuk rasa dapat menggunakan media-media seni.

“Cara-cara menunjukkan rasa yang berbeda ini yang sedang kami lakukan,” pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com