Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sebuah Desa yang Larang Warganya Merokok, 2 Sanksi Menanti Jika Melanggar

Kompas.com - 17/10/2020, 07:23 WIB
Jaka Hendra Baittri,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Suhu udara sedang panas-panasnya di Desa Maro Sebo, Kecamatan Jambi Luar Kota, kabupaten muaro Jambi Selasa (29/9/2020) siang itu.

Beberapa anak yang diperkirakan masih sekolah dasar mampir ke sebuah lapak yang menjual es. Penghilang dahaga di tengah udara panas.

“Mau yang rasa apa?” Tanya Aminah (40) yang merupakan penjualnya. Anak tersebut memilih bungkusan warna biru.

Aminah (40) membuka wadah es dan mengambilnya satu sendok nasi es batu lalu memasukkannya ke dalam satu plastik kecil bersama bubuk warna-warni minuman instan.

Dia menuangkan air ke dalam plastik itu, memasukkan sedotan plastik dan memberinya pada anak itu. Anak tersebut memberi uang pada Aminah dan pergi sembari tertawa bersama temannya.

Aminah kemudian merapikan tumpahan es dan plastik yang keluar berlebih dari wadahnya. Aminah berdagang di depan kantor desa Maro Sebo, Kecamatan Jambi Luar Kota, Kabupaten Muaro Jambi.

Baca juga: Pertanian Tanpa Membakar di Lahan Gambut ala Desa Ganesha Mukti

Perdes larangan merokok dalam ruangan

 

Selama dua tahun belakangan pendapatan dari lapak Aminah bertambah karena adanya peraturan desa (perdes) tentang larangan merokok.

“Lebih hemat untuk beli rokok dan kelebihan uangnya bisa untuk beli yang lain,” katanya.

Suaminya yang biasanya beli rokok empat bungkus, kini hanya satu sampai dua bungkus sehari. Aminah mengatakan penghematan bisa sampai ratusan ribu per harinya.

Jika sebungkus rokok Rp 24.000 dan sehari habis empat bungkus berarti pengeluarannya sehari Rp 96.000. Jika dikalikan 30 hari maka dalam sebulan pengeluaran rokok mencapai Rp 2,8 juta.

Baca juga: TNI Rangkul Mantan Narapidana Terorisme, Gotong Royong Bangun Desa di Lamongan

Selamatkan ekonomi keluarga, anak dan ibu hamil aman

Jika sehari hanya sebungkus maka pengeluarannya hanya Rp 720.000 sebulan. Aminah bisa hemat Rp 2,2 juta atau sekitar 80 persen.

Selain keuntungan ekonomi mereka juga dapat kesehatan. “Anak-anak juga sehat dan aman,” katanya.

Tak hanya Aminah, Muharnisa (38) yang juga ibu rumah tangga menempelkan tulisan dilarang merokok di dinding ruang tamunya.

“Iya, ndak boleh lagi semenjak ada perdes. Tak ada asap rokok dalam rumah, udara bersih,” ungkap pegiat usaha stick jagung ini. Terlebih adiknya juga sedang hamil jadi tambah aman.

Baca juga: Kisah Guru yang Mengajar di Desa Tanpa Daratan, Pernah 9 Bulan Tak Digaji

 

Awal mula terbitnya perdes

Sosialisasi perdes larangan merokok di dinding kantor kepala desa Maro Sebo, pada Selasa (29/10/2020).KOMPAS.COM/JAKA HB Sosialisasi perdes larangan merokok di dinding kantor kepala desa Maro Sebo, pada Selasa (29/10/2020).
Peraturan Desa Nomor 03 Tahun 2018 mengubah perilaku merokok masyarakatnya. Desa ini adalah Desa Maro Sebo di Jambi.

Dalam Perdes yang berlaku, mereka yang biasanya merokok dalam ruangan, jika terpaksa merokok mereka harus keluar ruangan.

Kepala Desa Maro Sebo Muhammad Rusli mengatakan gagasan ini sebenarnya bermula dari tahun 2009 saat ikut lomba Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

“Desa Maro Sebo juara satu PHBS nasional waktu itu,” katanya.

Seusai PHBS pelaksanaan larangan merokok itu jadi berkurang.

Baca juga: Paidi, Pemulung Beromzet Miliaran berkat Porang, Kini Didatangi Banyak Orang yang Ingin Belajar (1)

Semua ruangan tertutup bebas asap rokok, termasuk rumah

“Kami melihat dari masyarakat setiap rapat dan pertemuan di ruangan selalu penuh asap rokok. Sehingga kami berinisiatif mengangkat kembali peraturan desa asap rokok. Sehingga terbitlah perdes,” katanya.

Tempat-tempat yang diatur oleh peraturan desa ini adalah ruangan tertutup.

“Seperti kantor-kantor khususnya dalam ruangan, tempat ibadah, tempat kesehatan, tempat permainan anak, sekolah. Termasuk juga ruangan pesta jika tertutup,” katanya.

Warga juga dilarang merokok dalam rumahnya sendiri. “Apalagi kalau ada tamu datang. Dia sudah mengerti bahwa di rumah kita kemungkinan seluruhnya tidak menyediakan asbak rokok,” katanya.

Baca juga: Kisah Abdussalam, Sarjana Fisika yang Sukses Membangun Desanya Jadi Desa Digital

Dua sanksi bagi pelanggar

Peraturan desa ini memuat dua sanksi. Sanksi administrasi sebanyak Rp 100.000 dan kedua memberikan sanksi sosial.

“Seperti membersihkan tempat ibadah dimana pelanggar tinggal. Alhamdulillah selama ini tidak ada pelanggaran karena masyarakat menyadari pentingnya aturan ini,” katanya.

Peraturan desa ini juga berpengaruh pada pengeluaran konsumsi rokok. Rusli mencontohkan saat-saat rapat dalam ruangan.

“Sebelum perdes ini ada, di ruangan rapat, katakanlah kita melakukan rapat 2 jam. Dalam 2 jam itu paling tidak 4 batang rokok. Apalagi di tahlilan itu,” katanya.

“Kalau 1.000 sebatang sudah hemat 4.000 sekarang setiap rapat 2 jam,” tambah Rusli.

Rusli mengatakan perdes ini juga disenangi ibu-ibu. “Karena dengan adanya perdes rokok terus terang suasananya nyaman. Apalagi aman untuk ibu hamil,” katanya.

Rusli mengatakan perokok pasif juga jadi korban. “Karena perokok pasif lebih berbahaya ketika terdampak asap rokok daripada perokok aktif,” ungkap kepala desa ini.

Baca juga: Mengintip Desa Literasi di Lebak Banten, Surga Buku di Setiap Sudut, dari Posyandu hingga di Kandang Kambing

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com