Ia melayani sebanyak tiga sampai empat murid dalam sepekan atas inisiatif pribadi.
Soalihin menjelaskan, sebagian muridnya belum memahami Bahasa Indonesia dengan benar. Hal itu menjadi tantangan tersendiri.
"Jadi, saya biasanya menjelaskan kembali ke mereka, saya bacakan soalnya. Biasanya saya translate pakai dialek daerah. Bahasanya sedikit tidak formal, tapi tetap pakai bahasa yang sopan dan mereka pahami bahasa itu. Artinya saat saya menjelaskan menggunakan dialek setempat, mereka baru tahu maksud soalnya," kata Soalihin.
"Misalnya, apa hambatan pemerintah dalam mengurusi negara Indonesia. Mereka akan tanya, hambatan itu apa ya. Jadi, hambatan saya ganti dengan kata setengah mati. Sehingga kalimatnya begini, apa yang bikin pemerintah itu setengah mati untuk urus Indonesia ini," papar Soalihin melanjutkan.
Setelah para murid memahami pertanyaan, mereka akan menjawabnya dengan Bahasa Indonesia bercampur dialek setempat.
Baca juga: Dekati Guru untuk Cegah Pelajar Ikut Demonstrasi, Polisi: Mereka Ikut Aksi karena Diajak...
"Dan, saya coba mencari Bahasa Indonesia bakunya seperti apa untuk diterjemahkan lagi dan salin ke tugasnya mereka," kisah Soalihin.
Namun demikian, anak-anak desa tersebut sangat patuh kepada Soalihin.
Soalihin mengungkapkan, dirinya senang bisa lebih dekat dengan siswa dan orangtuanya karena selalu berkunjung ke rumah.
Ia berharap kepada semua guru di Pulau Sumba agar terus bergerak untuk mencerdaskan anak bangsa.
"Mari kita menjadi guru yang semangat, lebih mencintai karier. Jika kita mencintai profesinya kita sebagai guru, saya yakin dan percaya kita akan bekerja dengan ikhlas. Saat kita bekerja dengan ikhlas, saya yakin sekali pasti akan membawakan sesuatu yang bagus," kata Soalihin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.