Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ritual Kuda Lumping Mandi dan Pengingat Bersih Diri di Tengah Pandemi

Kompas.com - 16/10/2020, 11:53 WIB
Dani Julius Zebua,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com– Sebanyak empat penari kuda lumping berendam di sungai Bendung Khayangan pada Kalurahan (desa) Pendoworejo, Kapanewon (kecamatan) Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (14/10/2020).

Mereka menari sambil menceburkan diri bersama kuda lumpingnya ke kedung sungai.

Penari jatilan kali ini warga kalurahan setempat. Mereka menamai sebagai guyang jaran (warga setempat menyebutnya ngguyang jaran).

Baca juga: Ritual Adat Potong Kerbau Iringi Pendaftaran Calon Bupati Perempuan Pertama di TTU

Kuda lumping berendam di sebuah tempuran (pertemuan dua) sungai, yakni Sungai Ngiwa dan Sungai Gunturan, di Bendung Kayangan, sejatinya bukan tontonan biasa.

Ini bagian dari Festival Kembul Sewu Dhulur, sebuah tradisi turun temurun bagi warga Pendoworejo.

Festival itu berlangsung pada Rabu terakhir bulan Safar atau Saparan Rebo Pungkasan sebagai bentuk syukuran warga atas rahmat Tuhan.

Tradisi kembul sewu sulur pada Bendung Khayangan di Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Warga syukuran dengan makan bersama.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Tradisi kembul sewu sulur pada Bendung Khayangan di Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Warga syukuran dengan makan bersama.

Masing-masing keluarga membawa makanan bikinan sendiri dengan menu kenduri. Mereka kemudian menyantap makanan bersama dan saling berbagi satu dengan lain.

Dalam bahasa Jawa, kata ‘kembul’ berarti bersama, ‘sewu’ berarti seribu, sedangkan ‘dulur’ adalah saudara.

Kembul Sewu Dulur pun bermakna kebersamaan di antara warga yang sudah seperti saudara sendiri.

Baca juga: Kerap Menyerang Warga, 2 Buaya Dipotong dan Dikafani dalam Ritual Adat

Ratusan warga biasanya hadiri festival ini, tapi di masa pandemi, semua justru berlangsung sederhana.

Tidak ada kirab dan pentas seni. Covid-19 mengubah suasana. Acara pun sederhana, cuma menyampaikan doa dan makan bersama.

“Warga sudah merasa bahwa tradisi ini bagian dari hidupnya. Tapi, karena kita juga terikat mendukung upaya pencegahan Covid-19, maka upacara ini tetap dilaksanakan walau sederhana. Maka tidak ada kirab dan pentas seni,” kata Lurah Pendoworejo, Mustakim dalam sambutannya, Rabu (14/10/2020).

Ritual memandikan jaran kepang atau kuda lumping bagian dari tradisi kembul sewu sulur pada Bendung Khayangan di Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Ritual memandikan jaran kepang atau kuda lumping bagian dari tradisi kembul sewu sulur pada Bendung Khayangan di Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Dia menambahkan, bila biasanya yang datang dari sembilan pedukuhan, kini hanya kurang dari 30 orang yang datang. 

Mereka dari Pedukuhan Turusan, Tileng dan Kepek.

“Hanya tiga saja perwakilan dari tiga desa yang hadir. Itu pun pedukuhan sekitar,” kata Mustakim.

Syukuran juga sekaligus mengenang peran Mbah Bei Kayangan, orang pertama di kawasan itu.

Dia yang mengawali berdomisili di sini, sampai kemunculan penduduk.

Baca juga: Tangga Kuno dan Misteri Kompleks Candi di Dataran Tinggi Dieng, Pusat Ritual dan Pendidikan Agama?

Mbah Bei Kayangan berjasa membangun bendungan, membuat pengairan, membuat masyarakat sekarang jadi makmur dan pertanian maju.

Ritual memandikan jaran kepang atau kuda lumping bagian dari tradisi kembul sewu sulur pada Bendung Khayangan di Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.KOMPAS.COM/DANI JULIUS Ritual memandikan jaran kepang atau kuda lumping bagian dari tradisi kembul sewu sulur pada Bendung Khayangan di Kalurahan Pendoworejo, Kapanewon Girimulyo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Bersih Diri di Tengah Pandemi

Mulyono (69), pemangku adat Pendoworejo. Dia mengartikan tradisi ngguyang jaran (kuda kepang mandi di kali) sebagai gambaran mencuci diri atau bersih diri, sama dengan bersih desa ataulah merti desa.

Artinya, dengan bersih diri maka orang kembali menjadi baik.

Pada masa Covid-19, bagi Mulyono, kuda kepang mandi bukan sekadar ritual. Ini menjadi pengingat, di situasi pandemi maka membersihkan diri menjadi utama.

Sikap hidup yang selalu bersih akan membuat hidup masyarakat selalu sehat.

Masyarakat Jawa memiliki kearifan lokal soal protokol kesehatan.

Baca juga: Wapres: Batik Merupakan Refleksi Keberagaman Budaya Indonesia

Dia mencontohkan bagaimana masyarakat dulu meletakkan kamar mandi dan sumur di luar rumah, meja dan kursi tamu itu panjang dan duduk memberi jarak jauh.

“Ini menggambarkan bagaimana masyarakat Jawa itu di masa lalu punya prinsip harus bersih sebelum masuk rumah. Rumah punya lincak (kursi) panjang, ya itu duduk itu berjauhan,” kata Mulyono.

Belum lagi soal batuk dan bersin. Masyarakat sebenarnya sudah diajari menutup muka dan mulut secara benar saat bersih atau batuk.

Mulyono mengatakan, ini seiring dengan semangat pemerintah menggalakkan adaptasi kebiasaan baru (AKB).

Di situ protokol kesehatan wajib dilakukan. Setidaknya, protokol kesehatan utama berupa menggunakan masker, menjaga jarak satu dengan lain, dan selalu mencuci tangan.

Baca juga: Di Jambi, Kampanye Virtual Pilkada Terkendala Jaringan dan Budaya Masyarakat

Semua itu menunjukkan protokol kesehatan ala masyarakat yang sudah diterapkan sejak lama.

Perjalanan panjang masyarakat memunculkan kearifan lokal. Intinya, dengan hidup bersih maka jauhlah masyarakat dari penyakit.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com