Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras Ungkap 7 Bentuk Kekerasan Polisi di Demo UU Cipta Kerja di Surabaya

Kompas.com - 14/10/2020, 20:29 WIB
Achmad Faizal,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

SURABAYA, KOMPAS.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya menyebut, polisi melakukan aksi kekerasan dan bertindak sewenang-wenang saat membubarkan aksi demontrasi tolak UU Omnibus Law, Kamis (8/10/2020) lalu.

Hasil monitoring Kontras Surabaya, setidaknya ada 7 bentuk tindak kekerasan dan aksi sewenang-wenang polisi dalam membubarkan massa demonstrasi.

Pertama, menangkap demonstran yang tidak terlibat dalam aksi penyerangan.

Kedua, melakukan kekerasan kepara relawan medis, massa aksi yang tidak bersenjata dan massa aksi yang tidak melawan saat ditangkap.

"Ketiga, polisi menyerang Sekretariat PMKRI yang digunakan untuk posko kesehatan selama aksi di Surabaya kemarin," kata Koordinator Kontras Surabaya Rahmat Faisal, di kantornya Rabu (14/10/2020).

Baca juga: Kericuhan Demo di Surabaya, 36 Orang Jadi Tersangka, 851 Demonstran Dipulangkan

Keempat, polisi mengintimidasi dan mengancam jurnalis yang mendokumentasi kerusuhan dengan cara merampas alat yang digunakan dan menghapus paksa hasil dokumentasi.

Kelima, menurut Kontras Surabaya, polisi menghalangi akses informasi mengenai data pasti siapa saja dan berapa keseluruhan jumlah massa aksi yang ditangkap, termasuk status penahanannya, sehingga tim advokasi mengalami kesusahan dalam bantuan hukum.

Keenam, polisi sampai saat ini belum memberikan informasi detil tentang jumlah dan jenis barang-barang yang dirampas selama aksi kerusuhan.

"Terakhir, atau ketujuh, polisi melakukan kekerasan dan tindakan tidak manusiawi kepada tersangka anak di bawah umur selama proses penangkapan," ujar dia.

Aksi polisi tersebut menurutnya melanggar sejumlah aturan Polri sendiri dan undang-undamg.

Antara lain, Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 8 Tahun 2000 tentang Pengimplementasian HAM dalam setiap kerja Kepolisian.

Lalu Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Keempat, UU Nomor 39 tahun 99 tentang HAM.

"Dan terakhir melanggar UU Nomor 40 Tahun 99 tentang Pers dan UU Nomor 5 Tahun 98 tentang konvensi pengesahan menentang penyiksaan dan pemukulan, atau hukuman lain yang kejam dan tidak mengindahkan martabat manusia," terang dia.

Karena itu, Kontras Surabaya mendesak Polda Jatim untuk menghentikan proses hukum kepada seluruh tersangka demonstran yang kini ditahan, mengakui dan meminta maaf kepada masyarakat dan para korban, memproses hukum seluruh anggota polisi yang terlibat aksi kekerasan.

"Terakhir, kami juga minta polisi memenuhi hak korban dengan memberi kompensasi dan rehabilitasi yang layak demi kemanusiaan kepada para korban," tambah dia.

Baca juga: Kronologi Bos Kafe Bunuh Pelanggan yang Bayar Tarif Berhubungan Badan Pakai Pisau

Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wusnu Andiko enggan menanggapi hasil monitoring Kontras Surabaya tersebut.

"Kalau ada laporan nanti saya tanggapi," ujar dia.

Seperti diberitakan aksi demonstrasi menolak Omnibus Law di depan Gedung Grahadi berakhir anarkistis, Kamis pekan lalu.

Polisi membubarkan aksi demonstrasi secara paksa karena massa merusak dua pagar Gedung Negara Grahadi, lampu penerangan umum dan fasilitas umum lainnya.

Sebanyak hampir 900 demonstran ditangkap di Surabaya, namun yang diproses secara hukum sebanyak 36 demonstran.

Polisi menyebut, massa yang berbuat anarkistis bukan dari kelompok buruh. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com