Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kekerasan Terhadap Anak Meningkat Selama Pandemi, Dosen IPB Jelaskan Penyebabnya

Kompas.com - 14/10/2020, 18:17 WIB
Afdhalul Ikhsan,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KABUPATEN BOGOR, KOMPAS.com - Sebagian anak-anak di beberapa daerah di Indonesia, kini menghadapi ancaman ganda selama pandemi Covid-19.

Tren penularan virus Covid-19 terus mengintai anak-anak di luar rumah. Namun, untuk tetap berada di rumah saja juga tak sepenuhnya aman.

Sebab, data menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak yang dilakukan orang-orang terdekat terus meningkat selama di rumah.

Selain Covid-19, kekerasan pun juga turut menyerang kesehatan mental anak-anak selama pandemi berlangsung.

Baca juga: Bocah 7 Tahun Tewas Diduga Dianiaya Orangua Angkat, Hasil Otopsi Ada Tindak Kekerasan

Dosen IPB University dari Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen (IKK), Fakultas Ekologi Manusia (Fema), Dr Yulina Eva Riany menjelaskan, sejak ditemukannya kasus Covid-19 awal Maret lalu, Pemerintah Pusat telah memberlakukan kebijakan “Belajar dari rumah, Bekerja dari rumah, dan Beribadah dari rumah” (3B).

Di bidang pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) telah memberlakukan kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau belajar dari rumah bagi seluruh siswa di Indonesia.

Bahkan Kemendikbud telah membatalkan Ujian Nasional (UN) dan memberlakukan pembelajaran dengan menggunakan media daring.

Baca juga: Foto Viral Anak Laki-laki Dibuang Orangtuanya, di Wajahnya Ada Luka dan Disertai Selembar Surat

Perubahan rutinitas di rumah

Dengan adanya perberlakuan PJJ ini, kata Yulina, tentunya seluruh anggota keluarga baik orangtua maupun anak mengalami hari-hari yang panjang di rumah.

Perubahan drastis yang terjadi pada rutinitas sehari-hari ini tidak jarang menyebabkan keluarga mengalami konflik antaranggota keluarganya akibat timbulnya rasa bosan, jenuh, dan penat yang dialami.

Penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tindak kekerasan terhadap anak terjadi pada keluarga dengan kondisi sosial-ekonomi yang rendah.

Hal ini terjadi karena tekanan sosial-ekonomi seperti terlilit utang, rendahnya kemampuan ekonomi, dan faktor lain yang menjadi penyebab tingginya tingkat stres pada orangtua.

Baca juga: Sering Nonton Film Porno, Ayah Perkosa Anak Kandung Selama 7 Tahun, Dipergoki Ibu

 

Terjadi pada keluarga sosial ekonomi rendah

"Perubahan pada kondisi finansial keluarga akibat adanya Covid-19 (kesulitan mengakses kebutuhan pokok), diyakini akan semakin memperburuk tekanan psikologi pada keluarga yang dapat berdampak fatal bagi kondisi keluarga,” ungkap Yulina dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Menurutnya, anak-anak yang sering menjadi korban ledakan emosi sang orangtua karena selain anak adalah pihak terdekat, risiko untuk mendapatkan perlawanan balik dari sang anak pun sangat kecil. 

Sehingga ekspresi amarah yang berlebihan sebagai solusi pelarian masalah sering ditumpahkan orangtua terhadap anaknya.

Baca juga: Sulit Diajari Belajar Online, Bocah SD Dipukuli Sapu hingga Meninggal

Rendahnya pengetahuan pengasuhan anak

Dia menjelaskan, rendahnya pengetahuan akan strategi pengasuhan tanpa kekerasan fisik dan kebiasaan memberlakukan hukuman fisik dalam interaksi sosial sehari-hari antara anak dengan orangtua juga dinilai sebagai faktor eksternal yang bertanggungjawab atas munculnya tindak kekerasan lebih serius terhadap anak.

“Sebagai contoh, kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Ibu (LH) terhadap anak perempuan kandungnya yang masih duduk di bangku kelas 1 SD di Tangerang (26/08/2020). LH tega menganiaya anak kandungnya sendiri yang masih berusia enam tahun akibat perasaan jengkel karena sang anak tidak mampu menguasai pembelajaran online. Putri LH tentunya tidak sendiri, kasus yang dialaminya diyakini sebagai fenomena gunung es yaitu kasus yang terungkap berjumlah lebih sedikit dari yang terjadi sebenarnya di masyarakat,” ujarnya.

Yulina menyebut, data dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Nusa Tenggara Barat (NTB) menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak di NTB meningkat sebanyak 12 persen selama pandemi.

Baca juga: Pernikahan Dini Meningkat Selama Pandemi, Kerja Kelompok Malah Berhubungan Badan

Kasus kekerasan terhadap anak

Selain itu, data yang dihimpun dari sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) dari tanggal 1 Januari 2020 sampai 23 September 2020 menunjukkan bahwa Kasus Kekerasan terhadap Anak (KtA) di Indonesia sebanyak 5.697 kasus dengan 6.315 korban.

“Informasi yang beredar bahkan menyebutkan mayoritas anak-anak tersebut mengalami kekerasan akibat kejengkelan orang tua mereka dalam mendampingi belajar online di rumah. Keterbatasan ekonomi yang mereka alami di saat pandemi menuntut mereka harus meluangkan biaya khusus demi pembelajaran online anak-anak mereka, sehingga tidak mengherankan ketika orang tua sangat emosi ketika mereka menilai bahwa anak-anak mereka tidak mampu menguasai proses PJJ di rumah," kata dia.

Baca juga: Faktor Ekonomi Saat Pandemi, Alasan Utama Tingginya Perceraian di Kabupaten Bandung

 

Kesehatan mental anak

Dengan demikian, diperkirakan banyak anak-anak yang mengalami kasus kekerasan serupa di rumah selama proses PJJ akibat pandemi Covid-19 ini.

Selain meningkatkan angka kekerasan pada anak, pemberlakuan PJJ di masa pandemi Covid-19 juga menimbulkan kekhawatiran bagi kesehatan mental anak-anak.

Merebaknya kasus infeksi Covid-19 hingga saat ini tentu memberikan tantangan khusus di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Penelitian yang dilakukan di Hubei China dan melibatkan 2.330 anak sekolah menemukan bahwa anak-anak yang mengalami karantina proses belajar akibat Covid-19 menunjukkan beberapa tanda-tanda tekanan emosional.

Bahkan penelitian lanjutan dari observasi tersebut menunjukan bahwa 22,6 persen dari anak-anak yang diobservasi mengalami gejala depresi dan 18,9 persen mengalami kecemasan.

Hasil survei yang dilakukan oleh pemerintah Jepang juga menunjukkan hasil yang serupa yaitu 72 persen anak-anak Jepang merasakan stres akibat Covid-19.  

Memperkuat kerja sama

Melihat berbagai fenomena yang terjadi terkait dengan dampak pembelajaran daring di masa pandemi pada anak, diperlukan upaya yang strategis dalam menguatkan fungsi dan peran keluarga khususnya dalam proses pendampingan anak dengan baik di rumah.

Penguatan kapasitas keluarga saat ini menjadi suatu keniscayaan untuk diperhatikan utamanya fungsi keluarga dalam memberikan pendampingan terhadap anak selama pandemi.

"Pandemi ini belum berakhir dan dampak yang dirasakan oleh keluarga semakin nyata," ucapnya.

Hal ini tentunya mempengaruhi tekanan psikologi dan kesehatan mental seluruh anggota keluarga termasuk kondisi kesehatan mental anak-anak maupun orangtua.

Meskipun tidak mudah, lanjut dia, dengan upaya memaksimalkan kerjasama sedini mungkin dan memperkokoh peran sekolah, keluarga, dan masyarakat, seharusnya mampu untuk diatasi bersama-sama dengan lebih baik.

"Sehingga harapannya, berbagai kasus kekerasan anak yang melibatkan orangtua akibat pandemi ini dapat diminimalisasi pada titik terendah," jelas Yulina.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com