BANDUNG, KOMPAS.com – Mimpi buruk dialami Tiket.com di tahun 2020. Tahun yang seharusnya menggembirakan menjadi kedukaan karena pandemi Covid-19 melanda banyak negara.
Bagi perusahaan booking dan ticketing online, Tiket.com sudah mengetahui dampak buruk pandemi Covid-19 sejak virus tersebut melanda Wuhan. Sebab ada beberapa perjalanan yang terganggu.
Co-Founder Tiket.com, Mikhael Gaery Undarsa bersama timnya kemudian bersiap menghadapi kemungkinan buruk yang mungkin terjadi sejak Februari 2020.
“Kita saja yang sudah prepare, kaget. Bagaimana dengan yang lain,” ujar Gaery dalam acara yang digelar Sekolah Bisnis Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB), belum lama ini.
Baca juga: 2 Bulan Tak Beroperasi akibat PSBB, PO Bus NPM Bertahan Tak PHK Karyawan
Sejak pandemi terjadi di Indonesia, industri travel yang paling dulu kena dan signifikan.
Sebanyak 2.000 hotel di Indonesia tutup. Penerbangan pun demikian. Hingga omzet sales menjadi kurang dari lima persen.
Pada hari kedua work from home (WFH), seluruh BOD dukumpulkan. Pilihannya saat itu sederhana, tidak melakukan apapun atau berbenah.
“Kita akhirnya berbenah pada hal yang tidak pernah kita pikirkan yakni fokus pada customer care, customer services,” ucap Gaery.
Baca juga: Bus Menganggur karena Corona, Primajasa Tetap Gaji Karyawan dan Tak Ada PHK
Satu pekan pertama WFH, pihaknya memotong anggaran promosi hingga zero. Kemudian tax dan network pun diatur.
Yang terakhir disentuh adalah karyawan.
Pihaknya tetap menggaji full dengan mereview produktivitas karyawan. Kecuali untuk THR dibagi menjadi dua bulan untuk membantu cashflow.
Tiket.com kemudian mengambil sikap pesimistis, dengan siap-siap tidak mendapatkan revenue sama sekali. Tujuannya untuk menyiapkan runway selama 8 bulan atau hingga Desember 2020.
“Realitasnya, Juni sudah mulai ada (pendapatan) untuk sales,” kata dia.
Baca juga: 5.000 Karyawan Tetap Digaji dan Tak Di-PHK Meski Perusahaan Rugi Rp 45 Miliar
Setelah itu, pihaknya fokus pada konsumen. Sebulan pertama pandemi, banyak konsumen yang menelpon untuk mengganti tiket, membatalkan, dan lainnya.
Lebih dari 100 orang dialihkan menjadi CS. Menambah 500 CS yang existing, supaya persoalan konsumen bisa diselesaikan dengan cepat.
“Kondisi kita di tengah. Ke costumer dan supplier. Kita bisa bertahan, salah satunya karena budaya atau nilai perusahaan yang dipegang yakni 3F,” tutur dia.
Baca juga: 2 Bulan Tak Beroperasi akibat PSBB, PO Bus NPM Bertahan Tak PHK Karyawan
Pertama, fast atau cepat. Di berbagai situasi harus cepat bertindak, tidak bertele-tele. Sebab di generasi sekarang, ekspektasi konsumen adalah solusi cepat, termurah, dan efektif.
Kedua, fleksibel. Di era ini, kondisi dunia berbeda setiap detik. Apa yang ngetrend kemarin, saat ini bisa jadi sudah tidak relevan.
“Dalam kepemimpinan pun kita fleksibel. Semua orang bebas ngomong apapun. Setiap hari saya jadi CS. Saat kondisi ini, pemimpin penting turun ke bawah,” ungkap dia.
Ketiga, friendly. Indonesia terkenal paling bersahabat. Untuk itu perlu membangun relasi. Bahkan di Indonesia, punya relasi lebih penting dibanding uang.
Geary mengaku optimistis perusahaanya bisa bertahan dan tumbuh kembali. Apalagi orang Indonesia terbilang optimistis.
Dengan sikap ini, ia percaya roda ekonomi masih bisa berjalan. Di samping itu, pihaknya menciptakan berbagai inovasi yang dipercaya bisa menarik konsumen.
Baca juga: Di Tengah Pandemi, RM Wong Solo Berbagi Kotak Nasi untuk Ribuan TKI dan APD untuk Tim Medis
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.