Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Sutana dari Delanggu: Rentetan Cobaan Tak Surutkan Semangat Pemberdayaan Desa

Kompas.com - 13/10/2020, 20:52 WIB
Labib Zamani,
Palupi Annisa Auliani

Tim Redaksi

 

KLATEN, KOMPAS.com - Gagal meraih gelar doktor bidang pendidikan, tidak menyurutkan semangat Thomas Sutana (53), warga Gatak, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah mewujudkan cita-cita. Cobaan bertubi-tubi tak meruntuhkannya niatnya menyejahterakan masyarakat.

Memutuskan pensiun dini dari profesi guru untuk mendampingi istri yang sakit, kehilangan istri tercinta karena penyakitnya, hingga tak kesampaian menuntaskan sekolah doktoral, tak membuat lelaki ini patah arang. Justru, pemberdayaan jadi jalan hidupnya kini.

Sesudah pensiun dini, sembari mendampingi sang istri, Sutana memilih mengambil sekolah doktoral pendidikan di Universitas Negeri Jakarta. Namun, semesta berkehendak lain. Istri tercinta meninggal.

"(Waktu itu) disertasi sudah saya ajukan dan disetujui," kata Sutana saat dijumpai Kompas.com, Kamis (17/9/2020).

Sutana yang mempertimbangkan tak bisa meninggalkan anaknya seorang diri selama dia mengerjakan disertasi, memilih pulang kampung. Rencananya, obyek penelitian dia ubah dari semula di area Ibu Kota ke kawasan Solo dan sekitarnya.

Ternyata, rencana juga tak semudah itu dijalankan. Penelitian dan bimbingan disertasi tetap mengharuskannya meninggalkan buah hatinya yang masih balita. Dia pun merelakan gelarnya tak tergapai.

Bukan, bukan menyerah. Semua adalah soal pilihan dan prioritas. 

Pemberdayaan

Dana yang semula dialokasikan untuk menyelesaikan studi, Sutana alihkan untuk membuka bimbingan belajar bagi anak-anak tidak mampu di sekitar rumah. Namun, anaknya masih di usia yang belum bisa ditinggal meski hanya untuk mengajar.

"Saya cari cara bagaimana punya pekerjaan yang tanpa harus meninggalkan anak sendirian di rumah," tutur Sutana.

Baca juga: Liputan Khusus Melihat Harapan dalam Setiap Hal Baik

Membuka persewaan tenda untuk hajatan adalah solusi yang didapat Sutana. Dari usaha ini, dia sampai punya karyawan. Barulah saat pandemi Covid-19 meluas, usaha ini tak banyak mendapat permintaan. 

Dalam perjalanan, sebelum ada pandemi, Sutana mendapat informasi juga bahwa ada lowongan menjadi pendamping lokal desa (PLD). 

"PLD adalah pekerja kontrak di bawah Kementerian Desa," sebut Sutana. 

Singkat cerita, Sutana lolos seleksi menjadi PLD untuk Kecamatan Delanggu. Persewaan tenda dia percayakan pengelolaannya ke karyawan. 

Tugasnya sebagai PLD mencakup empat desa, yaitu Krecek, Sribit, Mendak, dan Banaran. Pekerjaan ini memberinya tugas meningkatkan keberdayaan masyarakat di sebuah desa.

Dari situ, Sutana mendapati anggaran dana desa dari pemerintah terlalu banyak dipakai untuk pembangunan infrastruktur. 

"Dana desa yang dikucurkan setiap tahun sekitar Rp 800 juta - Rp 1 miliar hampir semua untuk pembangunan fisik. Pemberdayaannya itu kurang," ungkap Sutana.

Padahal, kata dia, pemberdayaan masyarakat seharusnya lebih diutamakan. 

"Kalau masyarakat berdaya, punya kemampuan ekonomi, diminta iuran untuk infrastruktur juga tidak sulit kan?" kata Sutana.

Sebaliknya, imbuh dia, masyarakat yang secara ekonomi masih kesusahan pasti akan protes bila diminta berpartisipasi membangun infrastruktur meski hanya mengaspal jalan juga.

Thomas Sutana (53) meninjau lahan tanaman cabai kelompok Agro Makmur di Pucangan, Banaran, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (17/9/2020).KOMPAS.com/LABIB ZAMANI Thomas Sutana (53) meninjau lahan tanaman cabai kelompok Agro Makmur di Pucangan, Banaran, Delanggu, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (17/9/2020).

Dengan pemikiran itu, komunikasi pun Sutana buka ke perangkat desa. Sayangnya, upaya itu belum mendapatkan hasil.

Bukan Sutana kalau langsung menyerah. Dengan upaya mandiri, dia wujudkan niat memberdayakan masyarakat itu. 

Dia merintis dua kelompok pemberdayaan masyarakat, yaitu Agro Makmur dan Agro Bulan Lestari. Yang pertama membudidayakan cabai, yang kedua budi daya pepaya. 

"Ini upaya saya mewujudkan cita-cita menyejahterakan masyarakat," kata Sutana tentang latar belakang semangatnya memberdayakan masyarakat. 

Dua kelompok itu mengajak ibu-ibu rumah tangga di sekitar tempat tinggal Sutana yang selama ini tidak bekerja. Bersama upaya budi daya, Sutana menyiapkan pula jalur pemasaran hasil panen.

Respons kementerian

Kisah jatuh bangun Sutana dan semangat pemberdayaan masyarakatnya secara lebih detail telah Kompas.com unggah dalam JEO Kisah Sutana, Ruhandi, dan Yohana: Tantangan Hidup dan Kegigihan Potret Harapan.

Upaya pemberdayaan desa tak hanya dilakukan Sutana. Ruhandi yang adalah Kepala Desa Warungbanten, Kabupaten Lebak, Banten, sama gigihnya mewujudkan kemandirian dan pemberdayaan desa. Lalu, ada Yohana yang rela menembus hutan belantara demi pendidikan Anak Rimba. 

Kisah mereka mengundang respons dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), dan Transmigrasi. Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi, A Halim Iskandar mengaku terlecut membaca kisah mereka di artikel tersebut.

Halim bahkan menelepon Sutana, Selasa (13/10/2020), terutama terkait status dia sebagai pendamping lokal desa (PLD) dan karena jatuh bangun perjalanan hidup yang telah dilewati.

"Kisahnya menarasikan tantangan hidup bukanlah pokok pembicaraan untuk dikeluhkan, melainkan justru jadi pelecut hidup," ujar Halim, dalam siaran pers kementerian, Selasa.

Menurut Halim, harapan yang selalu bertumbuh semacam kisah Sutana inilah yang memberikan pelita untuk terus hidup dinamis di tengah masyarakat. 

Selain itu, Halim juga terlecut karena mengaku sama-sama berlatar pendidik sebagaimana Sutana. 

"Cobaan hidup Sutana bertubi-tubi namun kemampuannya menjaga cahaya harapan sungguh mengagumkan," ujar Halim.

Soal inisiatif Sutana membuat pemberdayaan mandiri, Halim mengaku saat ini tengah menyusun kebijakan peningkatan kualitas pendamping desa. Targetnya, ada ambang batas profesionalitas sebagai pengembang masyarakat.

Menurut Halim, PLD mendapat tugas mengefektifkan penggunaan dana desa. Mereka harus mendampingi proses perencanaan pembangunan desa, mengawal penggunaan dana desa, dan mengevaluasi hasil pembangunan desa. 

Halim pun mengapresi Sutana yang membuat pemberdayaan mandiri ketika upayanya mengomunikasikan ide ke perangkat desa belum bersambut. 

Terkait status PLD, Halim pun mengaku tengah menyiapkan model kontrak multiyears agar pendamping desa selama dua tahun berturut-turut tidak diliputi ketidakpastian perolehan kontrak tiap akhir tahun.

Dia pun berencana mengarahkan pendamping sebagai tenaga kerja yang terdaftar, dengan fasilitas laiknya pegawai negeri sipil.

"Honor pendamping juga akan dinaikkan," janji Halim.

Terlecut oleh Sutana, Halim akan menjaga api harapan terus menyala, bahwa desa kelak semakin maju sejalan dengan meningkatnya kapasitas pendampingan. Api harapan pendampingan desa pun harus bersama-sama dijaga tetap menyala. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com