Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Warga Lihat Langsung Sinar Diduga Lintang Kemukus, Awalnya Dikira Layang-layang

Kompas.com - 13/10/2020, 15:38 WIB
Hamim,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

Peneliti dari Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN) Emanuel Sungging Mumpuni menjelaskan, lintang kemukus merupakan jenis meteor yang agak besar.

"Itu fireball atau meteor yang agak besar, kebetulan memang dalam beberapa hari ini sedang musim hujan meteor," kata Sungging saat dihubungi Kompas.com, Minggu (11/10/2020) pagi.

Seperti diketahui, dalam beberapa waktu terakhir, juga terjadi hujan meteor Draconid pada 6-10 Oktober 2020.

Sungging membenarkan kemungkinan bahwa fenomena yang terlihat tersebut juga termasuk hujan meteor.

"Bisa jadi (hujan meteor Draconid)," jawabnya.

Namun demikian, ia mengungkapkan bahwa hujan meteor Draconid hanya berlangsung sekitar dua hari saja. Adapun fenomena hujan meteor ini tidak berbahaya dan normal terjadi.

Sedangkan astronom amatir Marufin Sudibyo memastikan, bahwa bukan lintang kemukus yang menjadi penyebab ketampakan cahaya lurus kemerahan pada 10 Oktober di Tuban - Lamongan - Bojonegoro dan sedikit Jombang.

“Ditunjang dengan citra satelit cuaca di malam tersebut, maka sementara bisa disimpulkan fenomena itu buatan manusia, produk pemantulan cahaya lampu-lampu kuat di darat ke langit,” demikian penjelasan Marufin melalui akun Twitter pribadinya @marufins.

Dalam astronomi, lintang kemukus adalah komet, benda langit kecil yang sangat kaya es dan bekuan senyawa ringan lainnya.

Komet membentuk struktur ekor saat mendekati matahari. Oleh sublimasi bekuan-bekuannya menjadi gas dan plasma yg mendorong debu-debu dan pasir penyusun komet ke lingkungan.

“Pada saat ini tidak ada komet yang kasat mata hadir di langit kita. Maka cahaya lurus kemerahan itu sama sekali bukan lintang kemukus,” kata Marufin.

“Cahaya tersebut juga bukan meteor, karena muncul dalam wktu yang cukup lama (hampir sejam). Sementara meteor paling terang sekalipun takkan berumur lebih dari 20 detik,” lanjutnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com