Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polemik UU Cipta Kerja, Edy Rahmayadi: Jika Menyengsarakan Rakyat, Saya Berdiri Paling Depan Membelanya

Kompas.com - 13/10/2020, 11:54 WIB
Setyo Puji

Editor

KOMPAS.com - Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi hingga saat ini belum menentukan sikap untuk menanggapi tuntutan para buruh.

Hal itu karena hingga saat ini pihaknya mengaku belum menerima draf final omnibus law UU Cipta Kerja yang telah disahkan pemerintah dan DPR pada 5 Oktober 2020 lalu.

Oleh karena itu, jika sudah mendapatkan salinan draf yang valid tersebut, ia akan membuat kelompok kerja (pokja) yang terdiri akademisi, penegak hukum, dan perwakilan buruh.

Pokja itu nanti akan membahas dan menelaah pasal per pasal yang dianggap kontroversial.

Jika memang ditemukan potensi pasal yang dapat merugikan buruh, ia mengaku tidak akan menyurati, melainkan menghadap presiden secara langsung untuk memperjuangkan aspirasinya.

"Dinginkan dulu kepala kita, pahami satu demi satu pasal-pasalnya. Jika ada yang berpotensi menyengsarakan rakyat, saya berdiri paling depan membela rakyat. Saya tidak mau membela yang salah," kata Edy saat memimpin rapat bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumut dan perwakilan buruh di Medan, Senin (12/10/2020).

Baca juga: Diminta Bersurat ke Presiden soal UU Cipta Kerja, Ini Kata Edy Rahmayadi

Menurutnya, kajian itu diperlukan agar dalam bersikap nantinya memiliki dasar yang jelas. Sehingga, dapat meminimalisasi informasi hoaks.

Mengingat informasi terkait draf final regulasi tersebut hingga saat ini masih simpang siur.

"Saya minta benar-benar apa yang jadi wewenang kita, kita jalankan. Tapi saya tidak mau pakai bahasa katanya, menurut si ini, harus dari observasi kalian (buruh) sendiri. Kita harus sama-sama memahami dan mengerti betul omnibus law ini," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN) Sumut Anggiat Pasaribu menyayangkan sikap pemerintah dan DPR yang dianggap tidak transparan dalam pengesahan UU Cipta Kerja tersebut.

Pasalnya, dengan tidak segera dipublikasikannya draf final itu justru dapat menghambat masyarakat untuk dapat berpartisipasi melakukan pengawasan.

Baca juga: Draf Final UU Cipta Kerja Berubah-ubah, Serikat Buruh: Bagaimana Kita Bisa Mendiskusikan Pasal

Oleh karena itu, ia mendesak presiden agar menangguhkan terlebih dahulu penerapan regulasi itu.

"Bagaimana kita bisa mendiskusikan pasal demi pasal, sampai hari ini kami tidak memiliki induk isi dari omnibus law. Kami yakin Bapak (Edy) adalah Bapak kami, yang memahami kami. Kami harap Bapak mau menyurati Presiden untuk penangguhan pemberlakuan undang-undang omnibus law," kata Anggiat.

 

Sementara itu dari informasi yang dihimpun Kompas.com, hingga saat ini ada beberapa versi draf final UU Cipta Kerja yang bermunculan.

Mulai dari versi draf 905 halaman saat pengesahan pada 5 Oktober 2020 lalu, kemudian muncul draf 1.035 halaman karena diklaim adanya perbaikan, dan terbaru muncul draf berjumlah 812 halaman setelah adanya perbaikan ulang.

Baca juga: Draf RUU Cipta Kerja Diperbarui Lagi, Berubah Jadi 812 Halaman

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar saat dikonfirmasi menyatakan, draf final UU Cipta Kerja terkini memang jumlahnya 812 halaman.

Menyusutnya jumlah halaman itu karena adanya perubahan format yang digunakan dibanding sebelumnya.

"Itu kan pakai format legal. Kan tadi (yang 1.035 halaman) pakai format A4, sekarang pakai format legal jadi 812 halaman," tuturnya.

Penulis : Mei Leandha, Tsarina Maharani | Editor : Abba Gabrillin, Krisiandi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com