Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Ibu dan Anak Difabel, Tak Terurus Sejak Ayah Meninggal, Tubuh Penuh Sampah dan Kotoran

Kompas.com - 11/10/2020, 07:05 WIB
Dani Julius Zebua,
Khairina

Tim Redaksi

 

KULON PROGO, KOMPAS.com -Seorang ibu dan anak hidup berkubang dengan sampah dan kotorannya sendiri di Pedukuhan Dlaban, Kalurahan (desa) Sentolo, Kapanewon (kecamatan) Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Keduanya diyakini penyandang disabilitas.

Warga mengenal mereka sebagai Bu Kadi (60 tahun) dan anak bernama Fitri (19). Keduanya hidup dalam sebuah rumah dinding bata di tengah pedukuhan, tidak jauh dari para tetangga.

"Kemungkinan besar keduanya difabel, tapi kami masih memastikan dengan pemeriksaan berikutnya bersama Puskesmas," kata Pekerja Sosial Fungsional dari Dina Sosial Kulon Progo, Noviana Rahmawati via telepon, Jumat (9/10/2020).

Baca juga: Kisah Haru Yesi, Bocah Difabel Asal NTT, Malu Saat Jajal Kaki Palsu...

Bu Kadi, kata Novi, dalam pemeriksaan awal tampak menderita gangguan pengelihatan. Fitri mengalami kesulitan komunikasi dengan orang lain. Ia hanya diam saja.

Ibu dan anaknya dalam kehidupan yang serba sulit untuk mengurus diri sendiri.

Kondisi rumah secara umum sangat kotor dan berdebu, ruang tamu hingga dapur. Terutama di kamar yang ditempati Bu Kadi dan Fitri. Kamar itu sangat kotor, penuh sampah dan menguar bau menyengat hingga pintu depan. Pasalnya, mereka makan, tidur, buang air besar (BAB), dan buang air kecil (BAK), di kamar itu.

Selain itu, mereka juga memelihara 2 ekor ayam di kamar itu dan melarang siapa pun membawa keluar.

“Tadi saya coba ajak keluar ke kamar mandi, tidak mau, malah terus menangis. Perlu asesmen lebih lanjut untuk mengetahui kondisi kesehatan fisik dan mental keduanya,” kata Novi.

Kondisi ibu dan anak ini menjadi tak terurus sejak ditinggal mati sang suami beberapa hari lalu, kata Novi. Sukadi (suaminya) seorang pensiunan di jawatan perkeretaapian.

Sukadi diyakini merawat mereka dengan baik. Namun, sakit berkepanjangan itu membuat Sukadi kewalahan. Novi menceritakan, ibu dan anak ini tidak keluar kamar sejak ayahnya sakit dan kemudian meninggal.

“Mereka tidak pernah keluar dari kamar itu,” kata Novi.

Baca juga: Waqirin, Difabel Pembuat Layangan Besar, Untung Berlimpah Selama Musim Kemarau

Tetangga mengungkap kalau Sukadi menderita sakit cukup lama. Ia sempat menjalani perawatan rumah sakit selama dua hari sebelum meninggal.

“Katanya karena sakit paru-paru,” kata Heri (63), warga sekitar.

Heri tinggal tak jauh dari rumah Bu Kadi. Ia menceritakan, warga peduli dan ikut membantu asupan bagi keduanya.

Warga bergantian memberi makan saat pagi hari.

"Bukan mengurus dalam artian sampai memandikan. Kalau itu (sampai memandikan) tidak ada yang sanggup," kata Heri.

Sampai saat ini, kata Heri, warga masih terus membantu memberi makan keluarga ini. Mereka menyodorkan makanan dalam kardus, bungkusan hingga besek dan meletakkan di depan rumah.

"Baru saja pihak Puskesmas datang untuk memeriksa. Sudah dalam penanganan pemerintah," kata Heri.

Novi mengungkapkan, Dinsos masih membangun koordinasi dengan semua pihak untuk menangani ibu dan anak ini.

Mereka masih harus melalui pemeriksaan Puskesmas, memastikan jenis disabilitas masing-masing, perlu atau tidak merujuk ke rumah sakit sesuai dengan disabilitasnya, ataukah kembali ke masyarakat.

“(Masih )ada penanganan lanjutan,” kata Novi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com