Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Sulit Beri Bantuan Hukum untuk Massa Aksi Omnibus Law yang Ditangkap

Kompas.com - 09/10/2020, 18:57 WIB
Himawan,
Khairina

Tim Redaksi

Polisi saat bentrok dengan pengunjuk rasa yang menolak omnibus law undang-undang cipta kerja di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Kamis (8/10/2020).KOMPAS.COM/HIMAWAN Polisi saat bentrok dengan pengunjuk rasa yang menolak omnibus law undang-undang cipta kerja di Jalan Urip Sumoharjo, Kecamatan Panakkukang, Makassar, Kamis (8/10/2020).

MAKASSAR, KOMPAS.com - Koalisi Bantuan Hukum Rakyat (KOBAR) Makassar kesulitan saat hendak memberi bantuan hukum kepada demonstran aksi menolak Omnibus Law yang ditangkap saat kericuhan di Makassar, Kamis (8/10/2020).

Salah satu advokat publik yang juga tergabung dalam KOBAR, Abdul Azis Dumpa mengatakan, polisi melakukan tindakan represif dan penangkapan sewenang-wenang terhadap massa aksi di sejumlah titik aksi.  

Menurutnya, KOBAR sudah menerima ratusan aduan dari keluarga dan kerabat dari massa aksi yang ditangkap polisi.

Baca juga: 3 Sepeda Motor Dibakar Saat Demo Tolak Omnibus Law di Makassar

Atas aduan ini, tim KOBAR, kata Azis, ingin masuk ke Polrestabes untuk memberi bantuan hukum tetapi ditolak oleh polisi.

Sepanjang Kamis malam, polisi tidak memperbolehkan tim KOBAR untuk mendampingi demonstran. 

"Tim KOBAR telah dipertemukan oleh ketua tim AKP Supriadi Anwar untuk merespons surat permohonan akses bantuan hukum. Namun tetap dilarang menemui peserta aksi yang ditangkap dengan alasan hanya boleh didampingi setelah 1x24 jam karena belum di-BAP, masih pendataan," kata Azis yang juga pengacara dari LBH Makassar, Jumat (9/11/2020).

Hingga kini, Azis mengaku pihaknya belum bisa menemui massa aksi.

Tindakan tertutup polisi tersebut, kata Azis, sangat bertentangan dengan KUHAP dan melanggar UU 18/2003 tentang Advokat dan UU 16/2011 tentang Bantuan Hukum. 

Selain itu polisi juga melanggat UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU 12/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Sipil Politik.

"Penghalang-halangan akses bantuan hukum ini diduga kuat karena mereka yang ditangkap mengalami kekerasan atau penyiksaan saat proses penangkapan maupun di Kantor Polrestabes Makassar," kata Azis. 

Azis juga mengungkapkan massa yang ditangkap banyak yang masih berusia di bawah umur.

Selain itu, ada juga anak yang tidak terlibat aksi turut ditangkap hanya karena melihat keramaian dan terjebak kemacetan. 

"Jelas itu tidak manusiawi dan melanggar hak anak," ujar Azis. 

Baca juga: Polsek Rappocini Makassar Diserang Massa, Berawal dari Teguran

Selain pengacara, polisi juga menghalang-halangi orangtua demonstran yang ditangkap saat ingin menemui anaknya di Polrestabes Makassar. 

"Orangtua anak yang hilang ditangkap Polisi ke Polrestabes untuk mencari dan menemui anaknya tapi tidak diberi akses bertemu bahkan informasi juga tidak diberikan," ucap Azis. 

 Sementara itu, Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Ibrahim Tompo mengatakan, pihaknya belum mengizinkan pendampingan hukum lantaran belum terbukti melanggar unsur pidana.

Sebelumnya diberitakan kerusakan akibat bentrok saat tolak Omnibus Law membuat polisi menangkap 220 orang yang diduga massa aksi.

Ke-220 orang tersebut dibawa ke Mako Polrestabes Makassar untuk diperiksa. 

"Dari 220 yang diamankan, 45 orang merupakan warga sipil, 72 pelajar, dan 103 orang dari mahasiswa," kata Ibrahim dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/10/2020).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com