Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Aksi Tolak Omnibus Law di 5 Kota Besar dan Sikap Para Kepala Daerahnya

Kompas.com - 09/10/2020, 13:48 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Sejak DPR mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Senin (5/10/2020), gelombang aksi penolakan terjadi di berbagai daerah di Tanah Air.

Ribuan massa dari berbagai elemen turun ke jalan untuk menyuarakan aspirasi.

Berikut sederet aksi melawan disahkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja di lima kota besar di Indonesia:

Baca juga: Mengamuk dan Sebut Kotanya Dihancurkan, Risma Temukan Ada Demonstran dari Lamongan hingga Madiun

1. Surabaya, ratusan pengunjuk rasa ditangkap, diwarnai kemarahan Risma

Mobil polisi dirusak massa pendemo di Jalan Gubernur Suryo Surabaya, Kamis (8/10/2020).KOMPAS.COM/ACHMAD FAIZAL Mobil polisi dirusak massa pendemo di Jalan Gubernur Suryo Surabaya, Kamis (8/10/2020).
Aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Surabaya berlangsung antara lain di depan Gedung Grahadi dan Gedung DPRD Jawa Timur, Kamis (8/10/2020).

Tak hanya diikuti oleh mahasiswa dan buruh, terlihat sejumlah pelajar ikut terjun dengan mengenakan seragam sekolah.

Hingga pukul 14.00 WIB, massa aksi masih menduduki pagar Gedung Negara Grahadi.

Sementara itu, tepat di jalanan depan gedung, massa aksi membakar ban bekas.

Menjelang sore, massa semakin tak terkendali dengan menjebol pagar sisi selatan dan merusak lampu penerangan jalan.

Sekitar pukul 15.30 WIB, polisi mengambil tindakan membubarkan massa aksi dengan mobil water cannon dan tembakan gas air mata ke arah demonstran.

Massa membalas dengan melempari berbagai benda seperti botol air mineral, batu hingga besi ke arah polisi dan Gedung Grahadi.

Baca juga: Massa yang Anarkistis Saat Aksi Omnibus Law di Surabaya Bukan Buruh

Risma memarahi pengunjuk rasa yang rusak fasilitas umum di Surabaya, Kamis (8/10/2020) malam.KOMPAS.COM/ACHMAD FAIZAL Risma memarahi pengunjuk rasa yang rusak fasilitas umum di Surabaya, Kamis (8/10/2020) malam.

Dalam penindakan aksi anarkistis di Surabaya, total 505 orang pengunjuk rasa ditangkap dari tiga lokasi demonstrasi.

Pasca-kericuhan, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengamuk melihat banyaknya fasilitas umum yang rusak.

Mengenakan masker dan helm, Risma memarahi demonstran yang ditangkap oleh polisi.

Kemarahannya semakin menjadi-jadi lantaran mengetahui ada demonstran yang berasal dari luar Surabaya, seperti Lamongan dan Madiun.

"Tega sekali kamu, saya setengah mati bangun kota ini, kamu yang hancurin," kata Risma, Kamis (8/10/2020) malam.

Usai memarahi demonstran, Risma memunguti batu dan sampah di Jalan Gubernur Suryo hingga pertigaan Jalan Tunjungan.

Polisi rupanya menemukan, jika ternyata orang-orang yang tertangkap bukan berasal dari elemen buruh.

"Pemeriksaan awal, mereka yang diamankan justru tidak mengerti esensi aksi demonstrasi yang dilakukan tadi siang. Mereka juga bukan dari elemen buruh yang berkepentingan dengan isu Omnibus Law," kata Kabid Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko.

Dugaan masuknya kelompok penyusup dibenarkan oleh Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Timur, Achmad Fauzi.

"Di lapangan kami temukan kelompok pemuda dan anak-anak berusia belasan tahun. Tujuan mereka tidak jelas, tapi membawa batu, membawa pentungan dan lain-lain, bahkan ada anggota kami yang menjadi korban anarkisme mereka," ujar dia.

Baca juga: Dosen-dosen yang Dukung Mahasiswa Berdemo, Beri Nilai A dan Liburkan Kuliah

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menemui para demonstran yang menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kamis (8/10/2020).KOMPAS.COM/DENDI RAMDHANI Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menemui para demonstran yang menolak pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja di halaman Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kamis (8/10/2020).
2. Bandung, Ridwan Kamil temui demonstran dan janji bersurat ke Jokowi, aksi diwarnai kericuhan

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berjalan membelah kerumunan massa menemui para demonstran.

Pada ribuan massa aksi di sekitar Gedung Sate Bandung, Gubernur menyetujui untuk berkirim surat ke Jokowi dan DPR.

"Rekomendasi dari perwakilan buruh, agar pemerintah provinsi mengirimkan surat kepada DPR dan Presiden, yang isinya adalah menyampaikan aspirasi dari buruh untuk menolak UU Omnibus Law," kata Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil, Kamis (8/10/2020).

"Kedua, meminta presiden untuk minimal menerbitkan Perppu karena proses UU ini masih ada 30 hari untuk direvisi oleh tandatangan presiden," lanjut Emil.

Surat itu merupakan tindak lanjut dari aspirasi buruh yang sebelumnya telah menggelar mediasi bersama gubernur.

Baca juga: Ridwan Kamil Akan Surati Jokowi dan DPR soal Omnibus Law, Apa Isinya?

Emil juga mengimbau supaya unjuk rasa berjalan dengan tertib.

Namun rupanya, beberapa saat kemudian kericuhan tak dapat dihindarkan.

Massa yang tidak jelas afiliasinya melempari petugas dengan batu. Lemparan itu juga diarahkan ke bagian timur Gedung Sate.

Aksi pelemparan terus terjadi hingga polisi menembakkan gas air mata.

Petugas pun sempat meminta massa membubarkan diri melalui pengeras suara.

"Adik-adik waktu unjuk rasa sudah habis, kami imbau untuk membubarkan diri," teriak petugas.

Massa masih kukuh bertahan sampai kendaraan water cannon dan barikade petugas memecah kerumunan.

Massa pun akhirnya berlari ke arah Jalan Trunojoyo dan Jalan Tirtayasa hingga situasi Gedung Sate kembali aman.

Baca juga: Demo di Bandung Kembali Ricuh, Area Gedung Sate Dilempari Batu

 

Kondisi restoran dibakar wargaIst/warga Kondisi restoran dibakar warga
3. DIY, resto dibakar, Sri Sultan: anarkis bukan karakter kita

Demonstrasi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) berlangsung ricuh.

Massa yang awalnya berjumlah sekitar 1.500 orang, bertambah menjadi sekitar 2.000 orang.

Mereka berunjuk rasa di Gedung DPRD DIY di sekitar Jalan Malioboro.

Massa demonstran yang tidak diketahui asalnya, diduga membakar sebuah restoran bernama Legian Resto di Malioboro, Yogyakarta.

Resto tersebut berada di selatan gedung DPRD DIY.

"Terkait rumah makan yang dibakar saya belum mengetahui penyebabnya apakah dimolotov atau tidak. Bisa dilihat sendiri kondisinya," kata Kapolresta Yogyakarta Kombes Purwadi Wahyu Anggoro.

Ia mengungkapkan, ada beberapa kendaraan anggota kepolisian yang juga mengalami kerusakan dan terbakar.

Mobil Polisi yang terparkir di halaman DPRD DIY mengalami kerusakanKOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Mobil Polisi yang terparkir di halaman DPRD DIY mengalami kerusakan
"Tetapi kami belum merinci berapa motor, mobil anggota yang mengalami kerusakan. Ada motor anggota yang dibakar," tambahnya.

Selain itu demo yang berujung ricuh menyebabkan beberapa anggota polisi dan tiga orang jurnalis terluka.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono pun angkat bicara.

Ia menegaskan, masyarakat asli Yogyakarta tidak pernah memiliki itikad berbuat anarkis untuk aktivitas yang dilakukan dalam kelompok masyarakat.

"Saya Hamengku Buwono X mengimbau dan berharap kepada warga kelompok-kelompok masyarakat, bukan karakter kita untuk berbuat anarkis di kotanya sendiri," jelas Sri Sultan.

Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X saat ditemui wartawan di kompleks kepatihan, Yogyakarta.Kompas.com/Wisang Seto Pangaribowo Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X saat ditemui wartawan di kompleks kepatihan, Yogyakarta.
Gubernur meyakini aksi penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang berakhir ricuh di kantor DPRD DIY sudah direncanakan.

Sebab, beberapa kelompok dari elemen buruh, pelajar dan mahasiswa sebenarnya telah selesai melakukan audiensi dengan anggota DPRD.

"Ya kalau saya, saya menyesali kejadian, kejadian anarki dan itu by design. Kenapa saya mengatakan itu, karena itu yang dari mahasiswa, pelajar, sama buruh sudah selesai di DPRD. Tapi ada sekelompok yang tidak mau pergi," katanya, Jumat (9/10/2020).

Adapun kericuhan dimulai sekitar pukul 12.30 WIB. Menjelang sore, massa aksi melempar benda ke Geudng DPRD DIY.

Mereka juga mencorat-coret tembok gedung DPRD dan memecahkan kacanya. Massa juga merusak dua sepeda motor di halaman DPRD DIY.

Baca juga: Sultan HB X: Bukan Karakter Kita Berbuat Anarkis

4. Semarang, ratusan orang ditangkap, Gajar temui mereka

Gelombang aksi penolakan omnibus law UU Cipta Kerja di Semarang telah berlangsung sejak Rabu (7/10/2020).

Bermula dengan tertib, demontrasi yang berlangsung di Kantor Gubernur Jateng Semarang itu berujung ricuh.

Awalnya massa bergantian menyampaikan orasi namun situasi memanas ketika ada yang melemparkan botol bekas air mineral, batu dan benda tumpul lainnya hingga memecahkan lampu gedung.

Massa kian tak terkendali hingga polisi menembakkan air dan gas air mata ke demonstran.

Demonstran yang diamankan di Mapolrestabes Semarang, Rabu (7/20/2020).KOMPAS.com/dok pribadi Demonstran yang diamankan di Mapolrestabes Semarang, Rabu (7/20/2020).
Dalam kejadian tersebut, polisi menangkap ratusan orang yang diduga menyebabkan kericuhan. Mereka tak hanya berasal dari Semarang namun juga wilayah lain, seperti Jakarta, Kendal dan Salatiga.

Polisi menduga, ada pihak di luar elemen mahasiswa dan buruh yang menunggangi aksi.

Ironisnya, beberapa di antara mereka masih berusia di bawah umur.

"Dari 193 orang itu kita cek lagi kedalamannya, kami menemukan ada empat orang yang diduga sebagai pelaku demo yang menjurus perusakan. Sisanya 189 sudah dipulangkan tadi malam," kata Kasat Reskrim Polrestabes Semarang AKBP Benny Setyowadi, Kamis (8/10/2020).

Pasca ditangkapnya sejumlah orang yang diduga terlibat dalam kericuhan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menemui mereka di Mapolrestabes Semarang, Rabu (7/10/2020) malam.

Ganjar prihatin lantaran ada siswa SMK hingga SMK yang terlibat dan tak tahu duduk persoalannya.

"Ini anak-anak kita lebih baik kan diedukasi secara benar karena SMA/SMK ini kan tanggung jawab saya, tanggung jawab provinsi sehingga kalau anak-anak itu sebenarnya kita bisa memberikan fasilitas," ujar Ganjar, Rabu, seperti dilansir Antara.

"Maka saya sampaikan dari awal itu, kalau kemudian ada warga yang tak setuju coba komunikasi. Kalau kemudian masih tetap tidak bisa, ya 'judicial review' saja, kan semuanya jadi tertib. Kalau kemudian merusak dan kemudian memancing dan ada anak-anak saya anak SMA kan kasihan," lanjut Ganjar.

Baca juga: Ganjar Temui Demonstran yang Ditangkap Polisi

5. Medan, satu mobil hangus terbakar

Satu unit mobil Nissan Terrano terbakar hangus di Jalan Sekip, Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah pada Kamis (8/10/2020) sore. Mobil tersebut terbakar saat kerusuhan usai aksi unjuk rasa di DPRD Sumut.KOMPAS.COM/DEWANTORO Satu unit mobil Nissan Terrano terbakar hangus di Jalan Sekip, Kelurahan Sekip, Kecamatan Medan Petisah pada Kamis (8/10/2020) sore. Mobil tersebut terbakar saat kerusuhan usai aksi unjuk rasa di DPRD Sumut.
Aksi penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja di Gedung DPRD Sumatera Utara di Medan diwarnai aksi lempar batu, Kamis (8/10/2020).

Massa juga menarik pagar berduri dan berupaya menerobosnya.

Kerusuhan sempat bergeser ke arah Jalan Kapten Maulana dan Raden Saleh.

Saat itu, massa terus melempar batu, kayu hingga kaca DPRD Sumut pecah.

Polisi kemudian menembakkan gas air mata hingga massa berhamburan.

Polisi juga sempat menemukan seorang pengendara motor di Medan yang kedapatan membawa senjata tajam jenis kelewang.

Dalam kericuhan itu, satu unit mobil hangus terbakar di Jalan Sekip, Kelurahan Sekip, Medan Petisah.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Achmad Faizal, Dendi Ramdhani, Wisang Seto Pangaribowo, Riska Farasonalia, Dewantoro | Editor : Robertus Belarminus, Dheri Agriesta, Aprilia Ika, Dony Aprian, Teuku Muhammad Valdy Arief, Abba Gabrilin)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com