SEMARANG, KOMPAS.com - Aksi unjuk rasa menuntut pencabutan omnibus law Undang-undang (UU) Cipta Kerja di depan Kantor Gubernur Jawa Tengah pada Rabu (7/10/2020) berujung bentrokan antara para demonstran dan aparat kepolisian.
Dafi Yusuf, jurnalis Suara.com, melaporkan telah menerima tindakan intimidasi saat melakukan peliputan.
Meski sudah mengenakan kartu identitas pers, tapi dia mengaku dilarang merekam pada saat polisi membubarkan massa demo.
Baca juga: Sempat Ditangkap, 189 Pedemo Tolak Omnibus Law di Semarang Dibebaskan, Ada Siswa SMP
Bahkan, dia juga dipaksa untuk menghapus sejumlah foto maupun video yang telah diambil sebelumnya.
"Saat itu saya merekam tindak represif yang dilakukan polisi kepada massa aksi. Tiba-tiba saya didatangi 15 polisi berpakaian preman dan diminta menghapus rekaman tersebut," katanya saat dikonfirmasi, Kamis (8/10/2020).
Tak hanya itu, beberapa jurnalis lain juga dilarang mengabadikan pembubaran unjuk rasa.
Menanggapi hal tersebut, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Semarang memprotes langkah aparat kepolisian di Kota Semarang yang menghalangi kerja jurnalis saat meliput aksi demonstrasi penolakan pengesahan UU Cipta Kerja.
Baca juga: Demo Tolak Omnibus Law di Semarang Ricuh, 269 Demonstran Diamankan
Ketua Aliansi Jurnalis Independen Kota Semarang, Edi Faisol menilai sikap aparat kepolisian itu melanggar UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
"Khususnya dalam Pasal 18 yang menyebut, setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp 500 juta," tandasnya.