Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pusako Unand: Ada 7 "Dosa Besar" di UU Cipta Kerja

Kompas.com - 07/10/2020, 09:30 WIB
Perdana Putra,
Farid Assifa

Tim Redaksi

PADANG, KOMPAS.com - Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Fakultas Hukum Universitas Andalas mendesak pemerintah pusat untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk Undang-undang Cipta Kerja yang telah disahkan 5 Oktober lalu.

Pusako menilai ada 7 "dosa besar" dengan dibentuknya UU Cipta Kerja tersebut.

"Menuntut agar UU Cipta Kerja ditarik dan dibatalkan dengan membentuk Perppu sebagai bentuk pertanggungjawaban presiden yang mengusulkan UU ini," kata Direktur Pusako Feri Amsari dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/10/2020).

Feri mengatakan dosa pertama adalah kekuasaan yang sombong di mana UU Cipta Kerja jauh dari cita-cita reformasi dengan meletakkan kekuasaan sangat terpusat pada pemerintah pusat melalui pembentukan ratusan peraturan pemerintah, terutama dalam hal izin usaha hingga penyelenggaraan penataan ruang.

Baca juga: 7 Hal Penting di Balik Kericuhan Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Bandung, 10 Orang Ditangkap

Dosa kedua adalah ketamakan para pebisnis, di mana UU ini hanya memprioritaskan kemudahan bagi investor.

"Seluruh hal ditentukan pemerintah pusat, maka pebisnis cukup menggunakan pendekatan kepada pemerintah pusat maka mereka dapat menyelesaikan seluruh urusannya di mana saja di Indonesia," kata Feri.

Menurut Feri, khas UU Cipta Kerja terkait kemudahan bagi para pemilik modal bisnis yang juga terjadi di negara-negara dunia ketiga.

Kemudian dosa ketiga adalah iri terhadap kuasa pemerintahan daerah.

UU ini memperlemah kuasa pemerintah daerah yang secara konstitusional menjalankan prinsip otonomi seluas-luasnya yang diatur dalam UUD 1945, termasuk izin usaha di daerah, tata ruang desa (Pasal 48 UU Penataan Ruang dalam UU Cipta Kerja), penentuan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (Pasal 7C, Pasal 16 UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulai-Pulau Kecil dalam UU Cipta Kerja).

Selanjutnya dosa keempat adalah rakus, di mana UU ini akan menimbulkan ketimpangan keuangan pusat dan daerah.

"Makin patuh daerah kepada pemerintah pusat berpotensi akan menikmati dibandingkan daerah yang bukan 'partai' pemerintah," jelas Feri.

Selanjutnya adalah dosa nafsu pemodal asing, di mana pulau-pulau di Indonesia dapat dikelola melalui penanaman modal asing berdasarkan kepentingan pusat, padahal asetnya adalah milik daerah.

Dosa keenam adalah kemalasan bertanggung jawab ketika UU ini menghapus tanggung jawab perusahaan pembakar hutan.

"Kebakaran hutan yang menjadi persoalan setiap tahun akan makin diperparah karena tidak ada lagi sanksi yang dijatuhkan kepada perusahaan yang terbukti melakukan pembakaran lahan," ujar Feri.

Dosa ketujuh atau terakhir, kata Feri, adalah marah terhadap rakyat yang punya lahan sendiri.

UU ini, kata Feri, menghapus syarat ketentuan tentang syarat pengalihfungsian lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pertanian.

Baca juga: 5 Orang Diamankan Saat Ricuh Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Banten

Sehingga dengan alasan demi kepentingan umum maupun kebutuhan investasi, lahan pertanian dapat dialihfungsikan dengan mudah.

Hal ini akan menimbulkan lebih banyak konflik agraria akibat perampasan lahan (Pasal 44 UU Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dalam UU Cipta Kerja).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com