Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pukat UGM Nilai RUU Cipta Kerja Tak Berpihak kepada Buruh

Kompas.com - 07/10/2020, 06:25 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Dony Aprian

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pusat Kajian Anti (Pukat) Korupsi UGM menilai RUU Cipta Kerja yang disahkan pada Senin (5/10/2020) tidak berpihak kepada buruh.

Selain itu, Pukat juga menyoroti Omnibus Law RUU Cipta Kerja memiliki kecacatan baik formil maupun materiil.

“RUU Cipta Kerja bermasalah baik secara proses, metode, maupun substansinya,” kata Direktur Pukat UGM Oce Madril dalam rilis yang diterima Selasa (6/10/2020).

Oce Madril mengatakan, proses pembentukan RUU Cipta Kerja selama ini berlangsung cepat, tertutup dan minim partisipasi publik.

Baca juga: RUU Cipta Kerja Disahkan, Sekjen MUI: Perpolitikan Kita Dikuasai Oligarki

Dalam penyusunannya, publik kesulitan memberikan masukan karena tertutupnya akses terhadap draf RUU Cipta Kerja.

Akses publik terhadap dokumen RUU ini baru tersedia setelah RUU tersebut selesai dirancang oleh pemerintah dan kemudian diserahkan kepada DPR.

DPR dan pemerintah, kata dia, tetap melanjutkan pembahasan RUU kontroversial ini di tengah tengah pandemi Covid-19.

Rapat-rapat pembahasan diselenggarakan secara tertutup dan perkembangan pembahasan draft tidak didistribusikan kepada publik.

Baca juga: Sahkan RUU Cipta Kerja, DPR dan Pemerintah Dinilai Tak Berempati pada Rakyat

Menurutnya, pembahasan yang terus berlangsung selama pandemi dan dilakukan tanpa partisipasi publik yang maksimal hanya semakin menunjukkan ketidakpedulian DPR terhadap suara dan masukan publik.

“Minimnya keterbukaan dan partisipasi publik membuat draft RUU Cipta Kerja rawan disusupi oleh kepentingan tertentu yang hanya menguntungkan segelintir pihak saja,” terang dosen FH UGM ini.

Dia menambahkan, RUU Cipta Kerja bukan solusi atas persoalan regulasi yang ada di Indonesia.

Banyak pendelegasian wewenang yang terdapat dalam RUU ini tidak mencerminkan simplifikasi dan harmonisasi peraturan perundang-undangan.

Secara substansi RUU Cipta Kerja mengarah pada sentralisasi kekuasaan yang rentan terhadap potensi korupsi.

RUU ini, kata dia, memberikan kewenangan yang besar kepada pemerintah pusat yang dapat mengurangi desentralisasi di Indonesia.

Sentralisasi yang berlebihan rentan terhadap potensi korupsi, salah satunya karena akan semakin minimnya pengawasan.

“Pemusatan kewenangan pada presiden (presiden heavy) dapat menyisakan persoalan bagaimana memastikan kontrol presiden atas kewenangan itu,”tegasnya.

Dalam RUU Cipta Kerja ini terdapat potensi penyalahgunaan wewenang pada ketentuan diskresi.

Hal tersebut membuat lingkup diskresi menjadi sangat luas dan rentan terhadap penyalahgunaan. Terlebih Indonesia belum memiliki pedoman yang jelas dalam menentukan batasan diskresi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com