Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Hidup Selaras dengan Alam dari Warga Lereng Gunung Merapi

Kompas.com - 05/10/2020, 12:23 WIB
Wijaya Kusuma,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Masyarakat di Turgo yang tempat tinggalnya radius 5 Km dari puncak Gunung Merapi juga telah melakukan pemetaan risiko bencana, termasuk membuat jalur evakuasi, titik kumpul beserta rambu-rambunya.

Bahkan, masyarakat membuat pos pengamatan Gunung Merapi secara mandiri.

"Ada pos pemantauan di RT 1 dan RT 4, itu mandiri. Ya karena itu tadi sadar risiko, karena pernah mengalami kejadian, beda kalau belum pernah mengalami," ungkapnya.

Inisiatif masyarakat membangun pos pengamatan mandiri Gunung Merapi muncul pasca erupsi 1994, tepatnya pada 1997.

Setiap warga yang bertugas di pos pemantauan juga bergantian.

"Ternyata masyarakat bisa berperan partisipatif, ya bisa, wong rumahnya dekat dengan gunung, kok tanya orang yang jauh. Masyarakat bisa melihat secara visual, oh ada suara gemuruh, oh asapnya tebal, masyarakat bisa melihat asal tidak tertutup kabut, kalau kabut ya hanya memantau suara seismik di HT," ujarnya.

Baca juga: Ini Penjelasan BPPTKG Yogyakarta Soal Kondisi Gunung Merapi yang Menggembung

Di masyarakat Turgo juga ada iuran seikhlasnya. Uang yang terkumpul dari masyarakat tersebut digunakan untuk tabungan siaga bencana.

Sehingga sewaktu-waktu harus mengungsi, uang tersebut bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat.

Selain itu juga untuk keperluan warga masyarakat saat piket memantau aktivitas Gunung Merapi.

"Jadi tidak menunggu pemerintah, saat di barak pengungsian tidak ketergantungan, tetapi mandiri makanya kita gerakan namanya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas," bebernya.

Selain itu, warga masyarakat yang tinggal di Turgo juga ada kesepakatan, mengungsi itu untuk mencari selamat. Bukan mengungsi untuk mencari makan.

"Mencari selamat itu kalau dimasukan kearifan lokal juga bisa, keyakinan akan selamat itu tinggi. Selamat dari apa, dari bahaya," tandasnya.

Masyarakat juga telah mempersiapkan segala sesuatu ketika harus mengungsi. Surat-surat penting, pakaian, mie, air mineral dan hingga beras disimpan dalam satu tempat yang mudah dibawa.

Sehingga ketika harus mengungsi, barang-barang itu yang dibawa.

"Sudah membawa beras, air mineral, mie instan, pakaian secukupnya dan surat-surat penting. Warga membawa beras per keluarga, nanti saat di barak beras itu di jadikan satu untuk dimasak," urainya.

Baca juga: Pemkab Sleman Susun Ulang Mitigasi Bencana Gunung Merapi Sesuai Protokol Covid-19

Disampaikannya, di status siaga, ada yang namanya pengungsian mandiri dan terbatas untuk lansia serta ternak. Mandiri itu artinya inisiatif dari warga agar selamat karena sadar risiko.

"Walaupun status siaga, orang Turgo itu sudah menjalankan seperti status awas, karena radius Dusun Turgo 5 Km. Sekarang statusnya waspada, tetapi perilaku warga ya sudah siaga, kalau dinaikan siaga, perilaku warga itu status awas, mulai parkir motor tidak sembarangan harus menghadap jalur evakuasi," ucapnya.

Berbagai bentuk mitigasi bencana tersebut dilakukan karena inisiatif warga.

Mengacu pada pengalaman-pengalaman yang dialami terkait kejadian erupsi Gunung Merapi. Terlebih pengalaman erupsi besar pada 2010.

"Ancaman Merapi permanen, harus bisa mengerti makna perubahan status, makna erupsi Merapinya. Sederhananya seperti sepak bola, menang atau kalah tergantung sering latihan atau tidak, sama halnya bencana. Tingkat korban tinggi, sedang atau rendah tergantung kerentanan dan kapasitas warga, pengetahuan ke gunung apian, kearifan lokal," ungkapnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com