Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar Hidup Selaras dengan Alam dari Warga Lereng Gunung Merapi

Kompas.com - 05/10/2020, 12:23 WIB
Wijaya Kusuma,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Salah satunya pengalaman yang dialami oleh ayah mertuanya pada 1994. Saat itu ayah mertuanya dalam mimpi didatangi oleh seseorang.

Orang tersebut menyampaikan pesan dengan bahasa Jawa kepada ayah mertuanya.

Pesan tersebut kurang lebih, memberitahu sekitar 10.30 siang, Eyang Sapu Jagat Merapi mau sowan ke Nyi Loro Kidul melewati Sungai Boyong.

Orang tersebut meminta agar warga masyarakat menyingkir terlebih dahulu.

"Arti dari pesan itu, guguran kubah lava itu bisa mengarah ke Sungai Boyong, nah supaya selamat bergeser ke arah barat dahulu," ungkapnya.

Baca juga: Petani Sayur Merapi: Daripada Busuk Sia-sia, Lebih Baik Disedekahkan

Sejak saat itu, ketika Gunung Merapi akan erupsi, ayah mertuanya pasti mendapat mimpi. Orang yang datang dalam mimpi juga sama.

"Orangnya sama, memakai lengan panjang, celana panjang memakai keris, memakai ikat gadung melati," ungkapnya.

Sebelum terjadi awan panas Gunung Merapi 1994, ayah mertuanya melihat benang putih "Nglawer".

Ternyata itu menjadi tanda batas wilayah yang akan dilewati awan panas.

"Sadar itu setelah letusan, ternyata benang putih yang dilihat itu batas awan panas Merapi. Makanya kepekaan membaca tanda, ini ada tanda, ini akan ada apa?" bebernya.

Masyarakat di Dusun Turgo juga mengenali tanda-tanda aktivitas Gunung Merapi dari suara  kijang.

Jika ada warga masyarakat yang mendengar suara kijang, maka tanda Gunung Merapi akan meletus.

"Di kampung saya juga ada kesepakatan kalau ada suara kidang (kijang), itu (artinya) ada dua, bisa warga lokal ada yang meninggal, bisa juga dalam kurun waktu tertentu erupsi Merapi," urainya.

Baca juga: Dari Lereng Merapi ke Cantelan Pagar, Gerakan Berbagi Sayuran di Saat Pandemi

Suara kijang tersebut biasanya berasal dari arah timur Bukit Plawangan, atau sisi barat daya Gunung Merapi dari Dusunnya.

"Itu hanya suara, tapi pertanyaan saya kidang itu benar kidang tenanan (benar hewan) atau kidang-kidangan (bukan kijang yang sebenarnya). Suaranya itu kadang pagi, kadang sore, kadang juga malam, selepas benar atau tidak itu kuasa Yang Maha Kuasa," urainya.

Indra yang saat ini bekerja di Pusat Studi Manajemen Bencana Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta ini beberapa kali mencermati hal itu.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com