Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sederet Fenomena Awan, Mirip Gelombang Tsunami hingga Melingkar Seperti Topi

Kompas.com - 04/10/2020, 11:36 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Editor

KOMPAS.com - Fenomena awan hitam yang menyelimuti langit di wilayah Serang, Banten, sempat membuat heboh warga, Sabtu (3/10/2020).

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikia (BMKG) meminta warga tidak panik akan terjadi bencana puting beliung atau hujan lebat.

"Awan tersebut merupakan fenomena alam biasa. Awan seperti itu disebut shelf cloud. Terjadi karena bertemunya udara dingin dengan udara lembab yang hangat," kata Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Klas 1 Serang Tarjono.

Tarjono menambahkan, shelf cloud adalah awan arcus yang membuat formasi awan horizontal rendah. Biasanya awan ini muncul sebagai awan aksesoris dari sebuah cumulonimbus.

Baca juga: Awan Tsunami di Langit Aceh...

Sementara itu, salah satu warga bernama Arief sempat mengabadikan fenomena itu dalam rekaman video.

Tampak awan hitam menggelayut di langit Pasar Tirtayasa, Serang, Banten. Arief lalu mengunggah videonya itu di media sosial.

"Indah tapi serem," tulis Arief di status Instastory Instagramnya.

Sejumlah warganet pun menanggapi video itu dengan berbagai komentar.

Tak hanya Arief, salah satu warga Kampung Taktakan bernama Wulan pun membenarkan kejadian itu.

Baca juga: Awan Hitam Bergelombang Selimuti Langit Serang Banten, Ini Penjelasan BMKG

"Warga terkejut, kaget, heran pas ngeliat muncul awan kaya ombak. Awannya hitam pekat gitu," kata Wulan.

Menurut Wulan, usia fenomena itu terjadi hujan deras. Namun, tidak disertai angin maupun kilat.

 

Awan "tsunami" di Aceh

Kemunculan awan menggulung bak gelombang laut tsunami di langit Meulaboh, Senin (10/8/2020) mengejutkan warga. Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.KOMPAS.COM/DASPRIANI Y. ZAMZAMI / Handout Kemunculan awan menggulung bak gelombang laut tsunami di langit Meulaboh, Senin (10/8/2020) mengejutkan warga. Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat.

Fenomena awan serupa juga pernah terjadi di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat, pada Senin (10/8/2020) lalu.

Saat itu warga melihat awan meyerupai gelombang tsunami. Warga saat itu sempat panik akan terjadi bencana alam.

“Kami juga sempat takut melihat awan yang begitu hitam pekat, menakutkan sekali. Jarang ada peristiwa seperti ini,” kata Sabrina, salah satu warga setempat, dikutip dari Antara.

Sementara itu, menurut penjelasan Kepala Seksi Data BMKG Stasiun Sultan Iskandar Muda, Zakaria, fenomena itu adalah awan Arcus atau biasa disebut awan tsunami.

Baca juga: Awan Pekat Seperti Ombak Selimuti Langit Tulang Bawang Sebelum Puting Beliung

Fenomena awan itu, menurut Zakaria, merupakan bagian dari awan kumulonimbus. Awan tersebut juga berpotensi menimbulkan angin kencang hingga hujan es.

Oleh karena itu, warga yang mengetahui awan tersebut diminta lebih waspada dan dapat menghindari tempat terbuka.

"Awan ini juga dapat menimbulkan angin kencang, hujan lebat, bisa juga terjadi kilat, petir, angin puting beliung atau hujan es," lanjut Zakaria.

Baca juga: Penampakan Awan Tsunami di Meulaboh, Berlangsung Setengah Jam dan Gegerkan Warga

 

Awan berbentuk spiral di Semarang

Awan unik di langit Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/9/2018)Istimewa Awan unik di langit Semarang, Jawa Tengah, Senin (10/9/2018)

Tahun lalu, tepatnya pada Senin (10/9/2018) pagi, warga Kota Semarang, Jawa Tengah dan sekitarnya dihebohkan dengan kemunculan awan berbntuk spiral.

Awan berbentuk spiral itu, menurut Kepala Stasiun Klimatologi Klas I BMKG Kota Semarang Tuban Wiyoso, disebut awan lenticuralis.

Awan yang kebetulan berbentuk spiral terbentuk dari angin berkecepatan tinggi yang menabrak gunung. Angin kemudian berbelok hingga membentuk spiral.

"Kebetulan ada awan, sehingga berbentuk spiral yang mengikuti angin," ujar Tuban, Senin (10/9/2018).

Baca juga: Awan Unik Muncul di Langit Semarang, Ini Penjelasan BMKG

Awan topi di Gunung Lawu

Fenomena Gunung Lawu bertopi awan kembali terjadi pad Kamis pagi. Sejak pukul 05:00 WIB warga Magetan dan sekitarnya bisa melihat pemandangan yang indah saat awan berbentuk topi menaungu Puncak Gunugn Lawu.KOMPAS.COM/SUKOCO Fenomena Gunung Lawu bertopi awan kembali terjadi pad Kamis pagi. Sejak pukul 05:00 WIB warga Magetan dan sekitarnya bisa melihat pemandangan yang indah saat awan berbentuk topi menaungu Puncak Gunugn Lawu.

Pada hari Kamis (3/10/2019), warga di lereng Gunung Lawu, Magetan, Jawa Timur, dihebohkan dengan fenomena awan unik di atas puncak Gunung Lawu.

Awan tersebut melingkar di atas puncak dan membentuk seperti topi di atas puncak.

“Sejak pukul setengah enam saya lihat tadi Gunung Lawu bertopi. Bagus sekali, enggak biasanya,” ujar Lasmoro, warga KPR Terung Permai, Magetan
Kamis (3/10).

Baca juga: Cantiknya Gunung Lawu Pagi Ini, Puncaknya Tampak Bertopi

Saat itu, mendiang Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana ( BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, fenomena itu terjadi lantaran tertutup awan jenis lentikularis atau altocumulus lenticularis.

Awan tersebut terbentuk karena pusaran angin di puncak.

(Penulis: Kontributor Banda Aceh, Daspriani Y Zamzami, Kontributor Semarang, Nazar Nurdin, Kontributor Magetan, Sukoco, Kontributor Serang, Rasyid Ridho, | Editor: Khairina, Aprillia Ika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com