Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenang 2 Tahun Bencana di Sulteng, Warga Ziarahi Makam Massal di Palu

Kompas.com - 03/10/2020, 15:10 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Tempat Pemakaman Umum (TPU) Poboyo, Palu cukup ramai dikunjungi warga yang berziarah di lokasi makam massal korban bencana alam tsunami dan likuefaksi yang terjadi di Palu, Sigi, dan Donggala Sulawasi Tengah.

Hari itu, Senin 28 September 2020 tepat dua tahun bencana alam yang menyikaskan duka bagi warga Sulawesi Tenga.

Salah satu penyintas yang datang pada Senin sore itu adalah Clara. Ia terlihat khusyuk berdoa di sisi lima batu nisan ditemani sejumlah kerabatnya.

Baca juga: Kerangka Manusia Korban Likuefaksi Palu Ditemukan, Dimakamkan di Pemakaman Massal

Dilansir dari Voa Indonesia, Clara bercerita jika ia kehilangan kedua orangtuanya serta tiga saudaranya saat terjadi likuefksi di Kelurahan Petobo dua tahun silam.

“Waktu itu saya sekeluarga ada di rumah, terus pada saat kejadian papa, mama, kakak sama adik-adik itu lari ke arah yang terdampak,” papar Clara dengan nada sedih.

likuefaksi adalah fenomena hilangnya kekuatan tanah akibat besarnya massa dan volume lumpur yang keluar pasca gempa.

Pada bencara di Sulawesi Tenggara dua tahun lalu, likefaksi terjadi di Kelurahan Petobo dengan luas 180 hektar dan Balaroa seluas 47.8 hektare.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Gempa, Tsunami, dan Likuefaksi Menghantam Palu

Sementara itu Pelaksana Tugas Wali Kota Palu, Sigit Purnomo mengatakan ada 1.090 korban bencana gempa bumi yang dimakamkan di TPU Paboyo.

Sigit berziarah bersama unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Kota Palu.

Ia mengatakan walaupun bencana sudah terjadi dua tahun yang lalu, peristiwa tersebut masih sulit diterima oleh warga Kota Palu yang kehilangan anggota keluarga mereka.

“Kita tidak pernah membayangkan dalam satu waktu kita kehilangan keluarga, kehilangan saudara dengan jumlah yang begitu besar tapi tentunya hari demi hari, waktu ke waktu kita berharap kita semua khususnya para keluarga yang kehilangan sanak saudara pada bencana kemarin bisa menerima dan terus mendoakan,” jelas Sigit Purnomo.

Baca juga: Cerita Lisman Setiap Hari Datangi Lokasi Likuefaksi Palu yang Renggut Istri dan 2 Anaknya

Dikutip dari Pusat Data dan Informasi Bencana (PUSDATINA) Sulteng 2019, total jumlah korban jiwa di Parigi Moutong, Sigi, Donggala dan Kota Palu mencapai 4.845.

Dari angkat tersebut 1.016 korban dimakamkan secara massal di Kota Palu dan 705 lainnya hilang.

Dahsyatnya kekuatan gempa magnitudo 7,4 pada 28 September 2018 juga menyebabkan 110 ribu rumah masyarakat mengalami kerusakan berat, sedang dan ringan.

Baca juga: Rumah Hancur karena Likuefaksi, Apakah Korban Tetap Membayar Kredit Rumah?

Berharap pindah ke hunian tetap

Foto Udara Lokasi Pemakaman Massal bagi korban bencana alam gempa bumi 2018 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Poboya Indah dengan latar Kota Palu di kejauhan. Senin (28/9/2020) Yoanes Litha Foto Udara Lokasi Pemakaman Massal bagi korban bencana alam gempa bumi 2018 di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Poboya Indah dengan latar Kota Palu di kejauhan. Senin (28/9/2020)
Sementara itu Rahmatiah (57) salah satu penyitas bencana alam likuefaksi asal Petobo berharap bisa segera mendapatkan hunia tetap seperti yang telah dijanjikan pemerintah.

Selama dua tahun terakhir Rahmatiah tinggal di hunia sementara (huntara) Batu Bata Indah Kota Palu.

“Kalau hujan banjir di dalam, jadi itulah harapan kami supaya cepat dipindahkan ke huntap karena di sini kasihan," kata Rahmatiah.

Ia menjelaskan otorita berwenang sudah berjanji akan memindahkan keluarganya ke hunian tetap di Kelurahan Tondo Talise, tapi belum ada kepastian kapan dapat terealisasi.

Baca juga: Barang-barang Milik Pengungsi Korban Likuefaksi Palu Dicuri di Tenda Pengungsian

Sementara itu Adriansyah Manu dari organisasi “Sulteng Bergerak” mengatakan banyak warga terdampak bencana alam yang masih tinggal di hunian sementara di Kota Palu.

Ia mengatakan rata-rata warga mengalami kesulitan ekonomi terutama bagi pekerja informal yang kehilangan sumber mata pencaharian akibat pandemi COVID-19.

“Ditambah lagi dengan situasi pandemi saat ini, itu makin sulit buat mereka untuk bertahan hidup di huntara. Dari hasil pengamatan dan survei kami memang masih banyak sekali warga yang tidak punya pekerjaan. Rata-rata mereka pekerja serabutan dan malah sudah ada yang mengemis di lampu-lampu merah,” tambah Adriansyah.

Baca juga: FOTO: Mengenang Mereka yang Meninggal dan Hilang di Lokasi Bencana Likuefaksi Palu

Selain mendesak penyelesaian pembangunan hunian tetap, “Sulteng Bergerak” yang mendampingi lima ribu penyintas di 42 lokasi huntara di kota Palu itu juga mendesak agar pemerintah dapat segera menuntaskan penyaluran dana stimulan, jaminan hidup dan santunan duka yang belum seluruhnya tersalurkan untuk penyintas bencana alam di Kota Palu, Sigi dan Donggala.

Dari data Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pada tahun 2019 lalu, ada 11.788 unit hunian tetap yang akan dibangun di sejumlah lokasi di Palu dan Sigi.

Hunian tetap tersebut ditargetkan rampung pada akhir tahun 2020. Rumah tersebut diperuntukkan bagi penyitas bencana yang direlokasi dari rumah mereka yang terkena likuefaksi dan tsunami.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Pj Gubri Ajak Pemkab Bengkalis Kolaborasi Bangun Jembatan Sungai Pakning-Bengkalis

Regional
Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Diskominfo Kota Tangerang Raih Penghargaan Perangkat Daerah Paling Inovatif se-Provinsi Banten

Regional
Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Fakta dan Kronologi Bentrokan Warga 2 Desa di Lombok Tengah, 1 Orang Tewas

Regional
Komunikasi Politik 'Anti-Mainstream' Komeng yang Uhuyy!

Komunikasi Politik "Anti-Mainstream" Komeng yang Uhuyy!

Regional
Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Membedah Strategi Komunikasi Multimodal ala Komeng

Regional
Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Kisah Ibu dan Bayinya Terjebak Banjir Bandang Berjam-jam di Demak

Regional
Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Warga Kendal Tewas Tertimbun Longsor Saat di Kamar Mandi, Keluarga Sempat Teriaki Korban

Regional
Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Balikpapan Catat 317 Kasus HIV Sepanjang 2023

Regional
Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Kasus Kematian akibat DBD di Balikpapan Turun, Vaksinasi Tembus 60 Persen

Regional
Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Puan: Seperti Bung Karno, PDI-P Selalu Berjuang Sejahterakan Wong Cilik

Regional
Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Setelah 25 Tahun Konflik Maluku

Regional
BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

BMKG: Sumber Gempa Sumedang Belum Teridentifikasi, Warga di Lereng Bukit Diimbau Waspada Longsor

Regional
Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Gempa Sumedang, 53 Rumah Rusak dan 3 Korban Luka Ringan

Regional
Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di 'Night Market Ngarsopuro'

Malam Tahun Baru 2024, Jokowi Jajan Telur Gulung di "Night Market Ngarsopuro"

Regional
Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Sekolah di Malaysia, Pelajar di Perbatasan Indonesia Berangkat Sebelum Matahari Terbit Tiap Hari

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com