Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengalaman Kontak Senjata dengan KKB, 30 Menit Menegangkan di Pasar Jibama

Kompas.com - 01/10/2020, 19:40 WIB
Dhias Suwandi,
Dheri Agriesta

Tim Redaksi

JAYAPURA, KOMPAS.com - Kontak senjata antara kelompok kriminal bersenjata (KKB) dan TNI-Polri sering pecah di Provinsi Papua.

Kontak senjata umumnya terjadi saat anggota KKB menyamar dan memasuki wilayah kota. Atau, ketika keberadaan mereka terdeteksi aparat keamanan.

Tak jarang, kontak senjata juga terjadi di alam terbuka. Hal ini ini membuat aparat keamanan kesulitan menangkap anggota KKB yang lebih menguasai medan.

Suasana mencekam terasa ketika kontak senjata antara KKB dan aparat keamanan pecah. Ketegangan itu tak cuma dirasakan masyarakat, tapi juga aparat keamanan.

Dandim 1702/Jayawijaya Letkol Inf Candra Dianto pernah merasakan ketegangan itu. Candra menceritakan pengalamannya saat wawancara bersama Kompas.com pada Juli 2020.

Candra masih ingat 30 menit ketegangan yang terjadi di Pasar Jibama, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, pada 23 Agustus 2019 itu.

Baca juga: Video Viral Buaya Putih di Sungai Brantas, Tim Diturunkan Lakukan Pencarian

Saat itu, aparat gabungan TNI-Polri sedang melakukan patroli rutin. Ketika patroli, mereka mendapatkan laporan ada sekelompok orang bersenjata api yang berulah di Pasar Jibama.

"Saat kita mau melintas di Pasar Jibama, tiba-tiba masyarakat riuh, kemudian laporan dari masyarakat dan Pospol Jibama melaporkan bahwa ada KKB bawa senjata. Sepertinya mereka dalam kondisi dipengaruhi miras," kata Candra lewat sambungan telepon.

Ketika di lokasi, tiga anggota KKB yang diduga membawa senjata api laras panjang kabur ke arah belakang pasar.

Mereka meninggalkan seseorang diduga anggota KKB di sebuah mobil Kijang yang terparkir di area pasar.

Aparat keamanan tak bisa langsung menindak terduga anggota KKB itu. Candra tak yakin dengan laporan yang menyebut pria itu membawa senjata.

"Maka kita harus yakinkan betul," kata dia.

Dandim 1702 Jayawijaya, Letkol Inf. Candra DiantoKOMPAS.COM/DHIAS SUWANDI Dandim 1702 Jayawijaya, Letkol Inf. Candra Dianto
Aparat keamanan meminta seluruh mobil yang berada di kawasan pasar sekaligus terminal itu untuk keluar. Aparat keamanan masih mengepung wilayah itu.

Sementara terduga anggota KKB masih diam di dalam mobil.

"Mobil di terminal itu sudah kita suruh keluar semua, dan cuma ada beberapa mobil saja, saya persis di depan mobil itu, sekitar 50 meter," kenang Candra.

Candra memantau gerak-gerik terduga anggota KKB yang duduk di dalam mobil. Kaca mobil yang ditumpangi anggota KKB itu cukup gelap. Tetapi, gerak-gerik orang di dalam masih terlihat.

Candra melihat terduga anggota KKB itu mulai gelisah. Setelah 30 menit berlalu, terduga anggota KKB itu keluar dari pintu sebelah kiri dan melepaskan tembakan ke arah pos polisi.

"Karena kita sudah yakin dia membawa senjata, maka kita balas tembak," kata Candra.

Baca juga: Perkembangan KKB di Papua, Kapolda: Tersisa Tujuh Kelompok yang Masih Aktif

Seorang polisi dan anggota banpol terkena luka tembak dalam peristiwa itu. Sementara, anggota KKB bernama Yusias Wandik yang merupakan anak buah Egianus Kogoya itu tewas tertembak.

Kesulitan dalam penanganan

Menurut Candra, aparat keamanan beruntung dalam kontak senjata dengan Yusias Wandik tersebut.

Sebab, Wandik lebih dulu menembak. Sehingga, aparat keamanan yakin sosok tersebut merupakan anggota KKB.

Candra menambahkan, salah satu kendala aparat keamanan menindak KKB karena kesulitan memastikan warga sipil dan anggota KKB.

Anggota KKB kerap membaur dengan masyarakat.

"Pada saat patrol tiba di Pasar Jibama, kita khawatirnya KKB menyamar jadi masyarakat sehingga tidak terlihat, sehingga kita dengan tenang menunggu sambil meyakinkan kalau dia KKB. Setelah dia keluar mobil menodongkan senjata baru kita yakin dan lumpuhkan," tutur dia.

Candra menjelaskan, tindakan yang dilakukan empat anggota KKB pimpinan Egianus Kogoya itu jarang dilakukan. Sebab, mereka sejatinya berada di wilayah Kabupaten Nduga.

Anggota KKB sering turun ke Wamena atau wilayah kota untuk membeli logistik dan lainnya. Tetapi, aparat keamanan tak bisa menindak mereka karena tak membawa senjata.

"Memang selama ini KKB turun ke kota tidak pernah membawa senjata karena mereka sangat paham ada aparat TNI-Polri, memang beruntung sekali saat itu dia menunjukan senjatanya," kata dia.

Kondisi mobil yang dibaww oleh ke-5 anggota KKB ketika membuat ulah di Pasar Jibama, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Jumat (23/08/2019)Dok Humas Polda Papua Kondisi mobil yang dibaww oleh ke-5 anggota KKB ketika membuat ulah di Pasar Jibama, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Jumat (23/08/2019)

Keunggulan KKB

Setiap kontak senjata antara aparat keamanan dan KKB di alam terbuka, hampir tak pernah dilaporkan bukti keberhasilan menangkap anggota KKB.

Bahkan klaim aparat berhasil menembak anggota KKB pun sulit dibuktikan karena bukti fisiknya tidak ada.

Baca juga: Dugaan Teror KKB Menjelang Pilkada, TNI-Polri Kesulitan Menindak Penyandang Dana

Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpau mengatakan, anggota KKB lebih mengetahui kondisi geografis wilayah Papua. Mereka lebih leluasa beraksi.

"Geografis di Papua ini kan luar biasa, ketinggian sangat curam dan oksigen tipis, banyak kendalanya, belum lagi faktor cuaca, itu yang kita hadapi. Kelompok ini juga sudah sangat menguasai medan karena hari-harinya mereka di situ. Ada beberapa yang coba kita tembak dari jauh dan bisa melumpuhkan tetapi kemudian mereka bawa pergi. Prinsip mereka kan tidak mau mengakui kalau ada diantara kelompoknya tertembak," kata dia.

Keunggulan aparat dalam hal persenjataan dan teknologi, seperti tidak berarti ketika berada di wilayah pegunungan Papua.

Hal yang sama juga diakui Mantan Wakapendam XVII/Cenderawasih Letkol Inf Dax Sianturi ketika diwawancara pada 18 Juni 2020.

Penguasaan medan yang masih minim menjadi alsaan utama aparat tidak pernah mengejar anggota KKB usai terjadi kontak senjata.

"Pergeseran KKB dari satu daerah ke daerah lain dilakukan dengan berjalan kaki, makanya prosesnya tidak cepat. Sebagai warga asli mereka sangat memahami jalan-jalan tradisional di hutan. Perbandingannya begini, meski aparat dalam kondisi terlatih dalam menempuh jarak ke lokasi tertentu dalam waktu tiga hari mereka bisa satu hari, itu karena pengetahuannya tentang medan," jelas Dax yang saat ini menjabat sebagai Kabidproddok Puspen TNI.

Dax mengatakan, kondisi geografis Papua sangat ekstrem, terdapat banyak jurang dan bukit.

KKB kerap memanfaatkan hal itu untuk menembak dari bagian atas, sehingga menyulitkan aparat keamanan mengejar mereka.

Pengetahuan medan itu dimanfaatkan KKB untuk menyergap aparat keamanan. Kondisi itu dipersulit dengan hubungan antara anggota KKB dan masyarakat.

Kapolda Papua Irjen Paulus Waterpauw menjelaskan, anggota KKB sering mengetahui kedatangan aparat keamanan di daerah tertentu karena mereka mendapat informasi dari warga setempat.

Baca juga: Protes Hasil Pengumuman CPNS, Massa Bakar Kantor Disnaker Keerom

"Salah satu kelebihan KKB adalah semua masyarakat itu adalah keluarga, jadi ketika baru injak kaki di suatu daerah, informasi itu sudah langsung kemana-mana dan mereka langsung menghilang dan kadang-kadang menunggu dimana mereka bisa melakukan penembakan pada anggota kita," ungkap Waterpauw.

Dari data yang diperoleh dari pihak TNI, selama 2019, aksi anarkis yang dilakukan KKB mengakibatkan 12 anggota TNI, 2 polisi dan 12 masyarakat sipil meninggal dunia.

Sedangkan pada 2018, 5 anggota TNI, 2 anggota Polisi dan 29 masyarakat sipil tewas akibat ulah KKB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com