Selain menahan pilu melihat keluarga jenazah pasien Covid-19, para pengubur jenazah juga harus menahan panas ketika mengenakan APD.
Bahkan, seringkali keringat yang mengucur terakumulasi di sepatu hingga sarung tangan yang mereka kenakan.
"Keringat biasanya tertampung di sepatu bot dan sarung tangan. Jadi gerah sekali," kata Nusa Indah (43), petugas pengubur jenazah Covid-19 lainnya.
Kesulitan tersebut semakin menjadi-jadi jika ada keluarga yang menolak pemakaman.
Para petugas harus bertahan berjam-jam menahan panas.
"Satu jenazah butuh waktu kurang lebih satu jam sampai selesai penguburan. Itu kalau keluarganya enggak permasalahkan. Kalau keluarga tolak, tarik ulur, kami tunggu kadang sampai tiga-empat jam bertahan panasnya APD,” terang dia.
Nusa mengatakan, mereka sangat lega ketika tugas memakamkan jenazah usai dan diperkenankan melepas APD.
"Begitu kami lepas APD itu rasanya lega minta ampun. Kadang teman-teman tiduran di aspal saking leganya,” tandas dia.
Meski menjadi petugas pemakaman jenazah Covid-19 tak mudah, namun Nusa dan kawan-kawannya mengaku ikhlas.
Semangat mereka memikul tugas mulia tersebut tak pernah luntur.
Tim pengubur jenazah memilih melakukan semua tugas dengan penuh rasa tanggung jawab.
"Kami nikmati. Siapa lagi yang mau berbuat," pungkasnya.
Adapun hingga Rabu (30/9/2020) kasus kematian karena Covid-19 di Samarinda mencapai 104 orang.
Angka itu merupakan urutan terbesar kedua setelah Balikpapan dengan jumlah kematian 175 orang.
Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Samarinda, Zakarias Demon Daton | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.