Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masyarakat Diminta Tak Panik Soal Potensi Tsunami 20 Meter, Geolog UGM: Bukan Prediksi

Kompas.com - 29/09/2020, 12:13 WIB
Wijaya Kusuma,
Khairina

Tim Redaksi

Diakuinya, riset-riset terkait dengan prediksi gempa bumi mulai dikembangkan lebih serius.

Berbagai pendekatan dilakukan, antara lain dengan analisis seismisitas, gangguan pada gelombang eletromagnetik, adanya anomali emisi gas Radon, serta perubahan muka air tanah.

Berbagai parameter mulai dimonitor di lokasi-lokasi yang dicurigai aktif secara tektonik oleh beberapa peneliti untuk mengetahui adanya keterkaitan antara pola anomali dan kejadian gempa bumi.

Namun, ada beberapa keterbatasan dalam menerapkan metode-metode ini. Keterbatasan tersebut antara lain sensor harus berada dekat dengan sumber gempa bumi dan yang terpenting adalah melakukan validasi data secara global.

"Sampai saat ini penelitian mengenai prediksi gempa bumi dengan pendekatan-pendekatan ini masih belum menghasilkan prediksi yang secara konsisten memberikan korelasi yang positif. Untuk bisa dikatakan indikatif maka hasil pantauan harus secara statistik menunjukkan bahwa ada korelasi yang signifikan antara kejadian dan anomali," tegasnya.

Menurut Gayatri, yang juga perlu diketahui di daerah subduksi aktif seperti di Sumatra dan Jawa, gempa dengan magnitudo kecil-sedang (<M4) terjadi hampir setiap hari.

Dengan begitu, jika ada yang membuat prediksi yang sangat umum, misalnya akan terjadi gempa dengan magnitudo M4 pada daerah sepanjang subduksi Jawa-Sumatra dalam waktu beberapa hari maka belum bisa disebut prediksi tersebut berhasil karena memang pasti terjadi meski tanpa diprediksi.

"Meski begitu studi tentang prediksi gempa bumi ini layak untuk terus dilakukan, sebab jika berhasil akan memberikan kemaslahatan sangat besar bagi kehidupan manusia," jelasnya.

Melihat jaringan jalan di sepanjang pantai selatan Jawa yang kebanyakan jalan besar searah dengan pantai maka semestinya ada alur evakuasi masyarakat yang menjauhi pantai atau menuju area yang tinggi.

Jalur evakuasi ini memungkinkan untuk masyarakat ketika terjadi gempa dan tsunami, terutama pada area area padat penduduk atau ramai aktivitas manusia.

Karenanya, pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur yang mendukung proses evakuasi baik evakuasi mandiri maupun terkoordinir untuk antisipasi kejadian gempa dan tsunami.

Ini perlu dipikirkan dan direncanakan secara jangka panjang dan berkelanjutan.

Selain itu juga perlu adanya sosialisasi ke masyarakat mengenai adanya potensi bencana di wilayah Indonesia dan bagaimana menyikapinya.

Sehingga dengan sosialisasi dan edukasi, masyarakat senantiasa meningkatkan kewaspaadaan dan tidak panik.

"Penting bagi pemerintah antara lain memasukkan materi kebencanaan dalam kurikulum pendidikan dasar hingga menengah atas, menyusun protokol penanggulangan bencana mulai di tingkat keluarga hingga masyarakat, dan mendukung riset riset yang terkait dengan kebencanaan," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com