Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu-ibu Nekat Buka Baju Menghadang Alat Berat yang Menggusur Lahan

Kompas.com - 28/09/2020, 10:53 WIB
Suwandi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


JAMBI, KOMPAS.com - PT Wira Karya Sakti (WKS) menggusur pondok dan kebun petani seluas 200 hektar di Desa Lubuk Mandarsah, Kecamatan Tengah Ilir, Kabupaten Tebo, Jambi.

Penggusuran yang menggunakan alat berat dan dikawal tim keamanan perusahaan itu sempat mendapat perlawanan dari sekitar 45 perempuan.

"PT WKS melakukan penggusuran pondok dan kebun milik petani. Sempat mendapat perlawanan dari 45 emak-emak," kata Frans Dodi, Koordinator Wilayah Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Jambi, melalui pesan singkat, Minggu (27/9/2020).

Baca juga: Putra Wali Kota Jambi Meninggal akibat Covid-19, Kegiatan yang Langgar Protokol Kesehatan akan Dibubarkan

Menurut Dodi, bahkan perusahaan menggusur lahan milik petani yang telah mengantongi sertifikat tanah rakyat pemberian dari Presiden Joko Widodo.

Konflik antara petani dan PT WKS terjadi sejak belasan tahun lalu.

Pada 2007, konflik petani dan perusahaan menimbulkan korban jiwa, yakni petani atas nama Sukamto.

"Pak Sukamto waktu itu mau menghadang alat berat PT WKS. Seketika meninggal dunia, karena serangan penyakit jantung," kata Dodi.

Baca juga: 12 Tenaga Medis RSUD Jambi Positif Covid-19, Layanan ICU hingga Radiologi Ditutup

Adapun penggusuran kali ini terjadi pada 13 September 2020, saat para petani sedang bercocok tanam.

Kemudian, datang alat berat perusahaan yang akan menggusur lahan petani.

Siang itu, pihak PT WKS menawarkan pola kemitraan dengan Nyai Jusma, tetapi ditolak.

Menurut Dodi, sempat terjadi perdebatan dan intimidasi dari perusahaan.

Atas kejadian itu, sekitar seminggu kemudian, dilakukan perundingan antara petani dan PT WKS di Sekretariat KPA Jambi.

Pertemuan itu mencari jalan keluar atas tindakan penggusuran yang dilakukan perusahaan di lahan petani Dusun Tanjung Pauh dan Sungai Landai, Desa Lubuk Mandarsah.

"Sebagian lahan milik petani Dusun Tanjung Pauh yang digusur itu sudah mengantongi sertifikat hak milik," kata Dodi.


Lebih jauh, Dodi menuturkan, pertemuan menghasilkan beberapa keputusan, di antaranya terhitung 20 September 2020, penggusuran lahan petani harus dihentikan dan PT WKS tidak melakukan upaya intimidasi dan kriminalisasi terhadap petani.

Namun, menurut Dodi, pada 26 September 2020, PT WKS melanggar kesepakatan dengan menjalankan alat berat menggusur lahan petani.

Puluhan ibu-ibu kemudian melakukan perlawanan.

Namun, tidak digubris perusahaan. Bahkan, Nyai Jusma terkapar dan pingsan di lokasi.

Sehari berikutnya, puluhan ibu kembali menggeruduk alat berat perusahaan di lokasi yang dijaga aparat keamanan.

Dalam aksi itu, menurut Dodi, ibu-ibu melepas baju dan hanya mengenakan pakaian dalam.

Mereka berharap alat berat berhenti meratakan kebun petani.

"Aksi emak-emak itu sia-sia. Perusahaan tidak peduli dan tetap bekerja," kata Dodi.

Dodi berharap, penyelesaian konflik secepatnya dilakukan dengan menentukan batas-batas lahan yang melibatkan petani dan bukan elite.

Ketua Serikat Tani Tebo (STT) Martamis mengatakan, petani kini khawatir PT WKS menguasai lahan dan menanam akasia di lahan mereka.

"Kami berharap perusahaan mengembalikan lahan kami yang sudah mereka rampas," kata Martamis.

Pasalnya, kebun yang digusur itu sudah ditanami sawit dan pisang.

Sementara itu, Kepala Departemen Social Security PT WKS Faisal Fuad membantah bahwa pihaknya telah melakukan penggusuran.

Menurut Faisal, lahan yang diduduki petani adalah areal kerja PT WKS, tepatnya di distrik VIII yang pada 2018 lalu telah selesai dipanen.

"Kita sekarang sedang ada kegiatan persiapan tanam," kata Faisal.

Faisal mengatakan, lahan petani yang sedang diadvokasi oleh kelompok STT dan KPA Jambi memang berada di dalam kawasan hutan negara, yang izin pengelolaannya masih dimiliki PT WKS.

"Tapi, dalam perkembangannya diajukan oleh kelompok tani Sungai Landai Bersatu (SLB) untuk program perhutanan sosial," kata Faisal.

Faisal membantah klaim dari kelompok petani STT yang memiliki sertifikat hak milik (SHM) dalam areal WKS.

"Fotokopi SHM dan lokasinya sudah kami cek dan konsultasikan dengan BPN Jambi. Hasilnya berada jauh di luar izin WKS," kata Faisal.

Dengan demikian, SHM yang dimaksud memang bukan kawasan hutan dan tidak berada dalam wilayah operasional WKS.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com