Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

NTT Jadi Masa Depan Indonesia untuk Energi Listrik Tenaga Surya

Kompas.com - 27/09/2020, 10:03 WIB
Sigiranus Marutho Bere,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

KUPANG, KOMPAS.com - Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menegaskan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), menjadi masa depan Indonesia dan dunia dalam pengembangan energi listrik tenaga matahari.

Sugeng menyebut, sumber energi baru terbarukan ini sangatlah murah, andal dan berkelanjutan.

“NTT jadi masa depan Indonesia dan bahkan dunia untuk energi listrik tenaga surya karena menurut penelitan para ahli, intensitas sinar matahari terbaik di Indonesia, ada di pulau Sumba dan Timor," kata Sugeng dalam rilis resmi yang diterima Kompas.com, Minggu (27/9/2020).

Baca juga: Andalkan Smart Grid, Pemerintah Kejar Target Bauran Energi Terbarukan pada 2025

Sugeng yang didampingi perwakilan dari Prakarsa Jaringan Cerdas Indonesia (PJCI) yang merupakan perkumpulan para ilmuwan dari berbagai perguruan tinggi dan praktisi kelistrikan, menyebut, apa yang sering didengungkan oleh Gubernur NTT tentang hal ini bukan sebuah statement bombastis, tetapi sebuah fakta yang tentunya memerlukan kreativitas.

"Ini suatu potensi yang perlu dikelola secara baik supaya bisa diaktualisasikan,” katanya usai bertemu Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat.

Sugeng mengungkapkan, kebutuhan listrik Indonesia saat ini adalah sekitar 62 gigawatt atau 62.000 mega watt.

Baca juga: 60.000 PJU Tenaga Surya Sasar Pedesaan di 24 Kabupaten/Kota di Jateng

Sementara itu, untuk potensi energi matahari di Pulau Timor dan Pulau Sumba bisa mencapai 60 gigawatt.

“Betapa besar potensi energi matahari ini, bisa penuhi sebagian besar kebutuhan listrik nasional. Karena itu potensi ini harus bisa jadi action plan dengan perhatikan dimensi teknis, ekonomi dan sosial. Kita tidak mungkin berinvestasi menguntungkan secara ekonomi, sementara sosial tidak. Ini harus dirumuskan dengan baik,” ujar dia.

Menurut Sugeng, potensi energi matahari yang besar ini harus bisa dikembangkan secara optimal. 

Dari energi fosil, beralih ke energi baru dan terbarukan

Dunia internasional saat ini lanjut dia, cenderung mengharuskan energi baru terbarukan karena murah, andal, berkelanjutan dan bersih.
Apalagi Indonesia sebagai negara yang telah meratifikasi Paris Agreement dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement.

“Dalam Paris Agreement ini, Indonesia dengan prakarsa sendiri harus menurunkan 29 persen emisi karbon tahun 2030. Dengan rincian misalnya harus kurangi energi fosil sekian. Termasuk misalnya Pertamina akan kurangi drastis bensin ron rendah, bensin pertalite, ron 91 ke bawah karena ron rendah ini polutif," ujar dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com