Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karwar, Rumah Nin Leluhur Suku Biak, Papua

Kompas.com - 27/09/2020, 09:57 WIB
Kontributor Ciayu Majakuning, Windoro Adi T,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

Oridek (36) yang ditemui terpisah di rumahnya, di tepi pantai Pasir Putih, Kwawi, Manokwari Timur, mengaku belum bisa mengandalkan nafkah dari mematung kayu.

“Saya masih mengandalkan mencari nafkah sebagai nelayan, dan pekerja bangunan,” ungkapnya.

Setiap hari ia mampu membuat satu sampai lima patung kayu.

“Tergantung ukuran patung dan jenis kayunya. Kalau patung patung berukuran 20 sentimeter, saya mampu membuat lima dalam sehari. Tetapi kalau patung berukuran 50 sampai 100 sentimeter, saya cuma mampu membuat dua sampai tiga patung dalam sehari,” tuturnya.

Untuk menjual patung patung tersebut, ia butuh waktu tiga sampai lima bulan. Bahkan kadang butuh waktu setahun.

“Itu sebabnya saya tak bisa mengandalkan penghasilan dari membuat patung kayu,” ucap Oridek.

Baca juga: Pakai Motor Listrik, Bupati Asmat Keliling Sosialisasikan Pencegahan Covid-19

Padahal ia menjual patung patung tersebut dengan harga murah, Rp 250.000 sampai Rp 1,7 juta.

Berbeda dengan harga patung karya Krey. Karena sudah terkenal, Krey membandrol patungnya seharga Rp 25 juta sampai Rp 250 juta.

“Untuk patung patung karwar berukuran 50 sentimeter saya jual dengan harga Rp 2,5 juta sampai Rp 5 juta,” jelasnya.

Dari hasil menjual patungnya, setiap bulan Krey berpenghasilan rata-rata Rp 15 juta.

Baik Krey maupun Oridek mengaku, masih mengandalkan pameran untuk menjual patung patung mereka.

Celakanya, kegiatan pameran yang digelar pemerintah setempat, masih jarang, dan tidak rutin.

Krey mengakui, kerja sama para pematung dengan para pengelola hotel, penginapan, travel, dan pengelola tempat wisata lainnya, belum terjalin.

Dinas pariwisata setempat, dinilai belum cukup memberi perhatian usaha mereka.

Oleh karena itu, masing-masing perajin masih mengandalkan usaha sendiri untuk menjual karya mereka.

Gagap teknologi informasi masih menjadi ancaman mereka buat berpromosi.

“Saya cuma mengandalkan pembeli datang ke rumah saya,” keluh Oridek.

“Yang kami butuhkan itu pelatihan produksi, pelatihan pemasaran, serta bantuan dan pendampingan promosi,” tambah Krey.

Baca juga: Indeks Kemerdekaan Pers di Jakarta, Papua Barat, dan Papua Paling Rendah

Menurut dia, sampai saat ini sebenarnya ikon cinderamata dari tanah Papua yang paling menonjol, masih seni kriya, dan patung kayu dari khasanah budaya Papua.

Sayang, di Provinsi Papua Barat, kondisinya tak secerah di Provinsi Papua.

“Padahal masih banyak dongeng, dan fantasi di Provinsi Papua Barat yang tak kalah melimpahnya di banding di Provinsi Papua, yang belum tereksplorasi di seni kriya dan patung kayu orang orang Biak,” ucap Krey.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com