Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Garut Darurat Covid-19, Ini Langkah yang Diambil Pemda

Kompas.com - 22/09/2020, 13:19 WIB
Ari Maulana Karang,
Farid Assifa

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.com – Lonjakan kasus positif Covid-19 di Garut dalam sepekan ini terbilang paling tinggi sejak pandemi melanda Indonesia pada Maret 2020 lalu.

Lima hari belakangan ini, ada tambahan 70 kasus positif Covid-19.

“Sehari rata-rata penambahan kasus Covid-19 bisa sampai 15 orang, peningkatan angka kematian mencapai 125 persen dalam dua pekan ini, kenaikannya sangat drastis dibanding bulan lalu,” jelas Bupati Garut Rudy Gunawan, Selasa (22/09/2020).

Hal ini terjadi menurut Rudy karena penyebaran corona di Garut disebabkan oleh transmisi lokal. Penularan sudah terjadi di antara warga Garut asli, bukan lagi dari pendatang.

Karenanya, Pemkab Garut pun menetapkan status darurat Covid-19.

Baca juga: Sehari Bertambah 21 Kasus, Garut Dinyatakan Darurat Corona

Penetapan status darurat Covid-19 ini akan diikuti oleh beberapa kebijakan, mulai dari pembatasan sosial berskala mikro (PSBM), penyediaan tempat pemakaman khusus bagi pasien Covid-19 yang meninggal dunia, tracing dan tracking massif hingga kebijakan work from home (WFH) di kantor-kantor pemerintahan yang berada di zona merah.

Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menular Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Asep Surahman yang ditemui terpisah mengungkapkan, PSBM perlu dilakukan di beberapa daerah yang terdapat kasus Covid-19 yang dianggap krusial.

Pemerintah daerah pun, menurut Asep, saat ini telah merancang Peraturan Bupati tentang Pedoman Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Mikro (PSBM) dalam penanganan Covid-19, terutama yang mengatur hal yang berhubungan dengan zona pembatasan wilayah, jam malam dan lain sebagainya.

Dihubungi terpisah, Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Pemkab Garut, Didit Fajar Putradi mengungkapkan, terhitung mulai tanggal 21 September 2020, Pemkab Garut kembali memberlakukan pembagian kerja secara fleksibel dengan dua pembagian, yaitu bekerja dari rumah (WFH) dan kerja dari kantor (WFO).

Untuk daerah yang tidak terdampak, menurut Didit, ASN boleh bekerja ke kantor 100 persen.

Namun, untuk daerah yang terdampak, yang diperbolehkan masuk kerja ke kantor minimal hanya 25 persen, maksimal 75 persen dari jumlah pegawai.

“Yang kerja di kantor, absensi sudah tidak lagi pakai fingerprint, tapi pakai sensor iris mata atau wajah, yang kerja di rumah, ada target kinerja harian yang ditandatangani atasannya dan tiap sore harus mengirimkan laporan harian lewat email atau WA ke verifikatur SKP online di BKD,” katanya.

Baca juga: 3 Hotel di Garut Ditutup karena Covid-19

Dengan dua sistem kerja tersebut, menurut Didit, pihaknya berupaya memastikan agar ASN memiliki risiko kecil terdampak Covid-19, namun fungsi pelayanan publik juga tetap bisa berjalan dengan baik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com