Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisruh Lahan Sirkuit MotoGP Mandalika, Warga yang Bertahan dan Mereka yang Terus Membangun

Kompas.com - 21/09/2020, 20:34 WIB
Fitri Rachmawati,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

 

Burhanudi, kuasa hukum Masrup mengatakan, Masrup sempat dituduh melakukan tindakan pidana karena penggeregahan atas lahannya sendiri.

Namun, di persidangan pada Februari  2020, dia terbukti tidak bersalah.

"Masrup dinyatakan tidak bersalah atas tuduhan pidana penggeregehan lahannya sendiri. Itu artinya pengadilan mengakui lahan tersebut sebagai milik Masrup, dan land clearing kemarin adalah tindakan sewenang-wenang yang dilakukan aparat. Ada putusan Pengadilan Tinggi Mataram yang menyatakan Masrup tidak bersalah dan berhak atas lahan itu," ujar Burhan, Ketua Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Mataram.

Kata Burhan, ITDC tidak bisa memaksa pemilik lahan meninggalkan lahannya karena tidak ada dasar hak dari ITDC.

Apalagi dalam kasus tipiring yang dilaporkan ITDC atas Masrup, ITDC justru kalah di Pengadilan Tinggi Mataram.

"Jadi seharusnya kalau keluarga Masrup mau diusir dari lahannya, ITDC harus menggugat dulu Masrup secara perdata. Jika ITDC menang bisa mengambil alih lahan itu, tapi kalau tidak melakukan gugatan dan langsung melakukan land clearing, itu perbuatan melawan hukum atau perbuatan semena-mena. Dalam persidangan di PT Mataram, Masrup berhasil menunjukkan bukti kepemilikannya," ujar Burhan.

Sementara Ikhsan, pengacara negara yang ditunjuk menjadi kuasa hukum ITDC mengatakan, masyarakat diminta untuk melakukan gugatan jika merasa memiliki bukti sah atas tanah tersebut.

"Wargalah yang mestinya menggugat, bukan ITDC. Jika ada bukti kepemilikan, silakan ke pengadilan mengunggat secara perdata," katanya.

Melalui siaran persnya, ITDC menyebutkan telah menyiapkan lahan hunian sementara seluas lebih kurang 2,5 ha yang berada di HPL 94 milik ITDC, di Desa Mertak, Lombok Tengah.

"Penggunaan lahan milik ITDC ini bersifat pinjam pakai atas dasar surat dari Bupati Lombok Tengah kepada ITDC untuk peminjaman lahan tersebut," Kata Miranti N Rendranti, Corporate Secretary Head ITDC.

Miranti mengatakan, lahan tersebut dipersiapkan bagi sekitar 121 KK yang selama ini menempati area di sekitar Jalan Khusus Kawasan (JKK) The Mandalika, tapi terbukti tidak memiliki surat kepemilikan tanah yang sah sesuai hasil verifikasi

"Masyarakat nanti akan menempati kavling seluas lebih kurang 100 m2 untuk digunakan sebagai tempat tinggal dan untuk menjalankan penghidupannya," kata Miranti.

Masrup tidak sendiri

Selain Masrup, ada Gema Lazuardi yang mengklaim memiliki 60 are atau 6.000 meter persegi lahan yang disebut warga sebagai jantung sirkuit. Ini karena lokasinya merupakan titik start sirkuit.

Lazuardi mengklaim lahannya masuk sebagai lahan inclave, dan harus dibayar sesuai harga  jual beli, bukan ganti rugi.

Lazuardi juga mengalami nasib serupa dengan Masrup dilaporkan melakukan tipiring, penggeregahan lahan HPL milik ITDC pada Februari 2020.

Namun, Lazuardi dinyatakan memenangkan perkara atas laporan ITDC di Pengadilan Tinggi Mataram, putusan nomer 15/PID/2020/PT.MTR.

"Saya menang dalam gugatan pidana itu, dan dinyatakan bebas atas tudigan tersebut, " katanya

Lazuardi juga heran mengapa ITDC begitu yakin bisa menguasai lahan miliknya tanpa melakukan pembayaran. Padahal 24 Oktober 2016, ITDC bersurat untuk melakukan penawaran nilai harga tanah incalve tanah miliknya seluas 60 are dengan harga Rp 44.650.000 per are atau total Rp 2,7 miliar untuk seluruh tanah milik Lazuardi.

Surat tersebut ditandatangani I Gst Lanang Bratasuta, selaku Ketua Tim Pembebasan Tanah Inclave.

Surat yang menguatkan mereka juga adanya surat Sekretaris Daerah (Setda) NTB nomor 120/320/Pem/2018, tanggal 29 Oktober 2018 yang ditandatangani Rosiady Husaenei Sayuti selaku Setda NTB, tentang penyelesaian tanah masyarakat di KEK Mandalika.

Surat Setda tersebut merujuk pada surat Gubernur NTB,  Zainul Majedi (TGB), 17 Juli  2018 tekait penyelesaian lahan tersebut.

Dalam surat tersebut tertulis secara rinci 49 nama pemilik lahan dengan luas 98 hektar, tremasuk bukti bukti kepemilikan mereka. Nama masrup dan Gema Lazuardi masuk dalam surat tersebut.

Belakangan pihak ITDC justru tidak mengakui surat yang ditandatangani Setda itu, dan mendorong Pemerintah Daerah NTB menganulir surat tersebut.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com