Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisruh Lahan Sirkuit MotoGP Mandalika, Warga yang Bertahan dan Mereka yang Terus Membangun

Kompas.com - 21/09/2020, 20:34 WIB
Fitri Rachmawati,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

 

Menurutnya, pemilik pertama tanah itu bernama Gowoh. Karena tak punya keturunan, akhirnya  ahli warisnya jatuh ke Seratip alias Amaq Kanip. Setelah dimiliki oleh Seratip, tahun 1973 dibeli oleh Gayib alias Amaq Serut.

"Terbitlah pipil garuda tahun 1973 atas nama Amaq Masrup (putra dari Gayib alias Amaq Serut). Bapak saya Masrup memiliki dokumen pipil garuda atas namanya sendiri, bukan nama orang lain," kata Sudirman.

Yang menjadi pertanyaan Sudirman dan keluarganya, bagaimana kemudian ITDC tiba-tiba mengaku memperoleh HPL atas lahan itu atas proses jual beli dengan Gowoh tahun 1993, seluas 1,6 hektar, sementara Gowah telah meninggal dunia tahun 1943.

"Ini yang saya herankan, ITDC mengaku membeli dari Gowah. Bagaimana ITDC mengaku membeli tanah dari orang yang sudah meninggal? Bagaimana Gowah hidup lagi dan jual tanah ke ITDC?" Kata Sudirman.

Saat ini mereka masih menetap di lahan seluas 68 are atau  6.800 meter persegi atas nama Reni (alm) saudara perempuan kakeknya (Gayib).

Dari 68 are itu, hanya 39,5 are yang masuk dalam tanah inclave versi ITDC. Itu artinya keluarga Masrup kehilangan sekitar 1,88 hektar lahan yang merupakan peninggalan kakeknya Gayib, tempat mereka menopang hidup selama puluhan tahun.

Adapun Sibah mengatakan, dirinya sama sekali tidak ada niat menghalangi pembangunan sirkuit. Dia dan keluarganya hanya minta tanah itu dibayar.

"Saya tidak tahu apa itu MotoGP, saya juga tidak mau menghalangi, tapi bayar tanah saya, " katanya.

Sibah dan Masrup yang tinggal bersama 20 anggota keluarganya tinggal menunggu waktu angkat kaki dari kawasan itu.

Saat ini mereka masih memilih bertahan, menunggu sisa tanah yang masuk daftar inclave dituntaskan pembayarannya oleh ITDC.

Kandang kambing, sapi, dan kerbau yang dimilikinya dari hasil menanam padi gogo rancah dan tembakau akan dibawa pergi.

 

Mereka bahkan belum tahu akan dipindahkan kemana jika areal sirkuit sepanjang 4,31 kilometer dan 17 tikungan itu benar-benar harus dikosongkan.

Tanak tolang papuk balok dan perlawanan

Istilah Tanak Tolang Papuk Balok (tanah peninggalan nenek moyang) tampaknya hanya tinggal cerita bagi keluarga ini dan ratusan warga di wilayah Kuta Mandalika yang juga telah kehilangan tanahnya. 

Sejak 1998 silam, 1.750 hektar lahan dikuasai LTDC ( Lombok Tourism Development Corporation) sebelum perusahaan pengelola kawasan wisata itu berubah nama menjadi BTDC (Bali Tourism Development Corporation), hingga akhirnya menjadi ITDC.

Yakin tanah itu merupakan tanah mereka, keluarga Masrup berusaha terus menolak pengerjaan. 

Sambil menggendong anaknya, Sumi (28), anak perempuan Sibah dan Masrup, menepis tangan para polwan yang memintanya mundur dan tak menghalangi alat berat. Sumi berteriak minta dilepaskan

Perlawanan mereka berhasil menggagalkan land clearing di hari pertama dan kedua. Namun, di hari ketiga pada Minggu (13/9/2020), saat matahari baru muncul, alat berat langsung mengaruk lahan Masrup.

Sibah dan anak-anaknya berlari menghalangi, tetapi langkah mereka diadang puluhan polisi. Mereka ditarik menjauh dari areal yang akan dikeruk dan ratakan oleh alat berat.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com