Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

19 Tahun Istri Tercinta Alami Kelumpuhan, Koestomo Si Tukang Sepatu: Saya Akan Terus Merawatnya

Kompas.com - 19/09/2020, 06:10 WIB
Moh. SyafiĆ­,
David Oliver Purba

Tim Redaksi

JOMBANG, KOMPAS.com - Sejak 2001, Koestomo (59) menggantikan peran istrinya yang lumpuh untuk memasak, membersihkan rumah, serta merawat anak-anaknya.

Selepas merawat istri dan merampungkan pekerjaan di rumah, bapak tiga anak ini menuju pasar untuk bekerja sebagai tukang sepatu, profesi yang dia geluti sejak masih lajang.

Koestomo bersama keluarganya tinggal di Dusun Bandung Krajan, Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur.

Baca juga: Perjuangan Koestomo Belasan Tahun Rawat Istrinya yang Lumpuh, Kini Tak Bekerja

UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk membantu Keluarga Koestomo. Sumbangkan rezeki Anda untuk membantu meringankan Keluarga Koestomo agar dapat hidup lebih baik. Klik di sini untuk donasi.

Pada 1990, dia menikahi Siti Rodiyah (52). Pasangan itu memiliki tiga anak, yakni Dwi Ayu Prasetya (28), Rizky Subhi (23), dan Sevi Cahyani (19).

Sejak 19 tahun lalu, istrinya sakit dan didiagnosis menderita amyotrophic lateral sclerosis (ALS), penyakit sistem syaraf yang melumpuhkan otot-otot dan memengaruhi fungsi fisik.

Baca juga: Suami Bripka Christin: Masa Depan Anak Kami Gelap Sekali, Berat Membesarkan Mereka Seorang Diri

Akibat gangguan pada sistem syaraf, Siti mengalami kelumpuhan, dua tahun setelah merasakan gejala gangguan sistem syaraf motorik.

Koestomo membawa istrinya berobat ke RSUD Jombang dan RS dr Soetomo Surabaya.

Selain mendatangi rumah sakit, dia juga mencoba peruntungan dengan berbagai pengobatan alternatif.

Namun, berbagai upaya Koestomo mencari kesembuhan bagi istrinya tak membuahkan hasil.

Sakit istrinya tak kunjung sembuh bahkan akhirnya mengalami kelumpuhan.

"Sudah berusaha ke mana-mana, tapi enggak ada perkembangan," kata Koestomo saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Jumat (18/9/2020).

Amanah untuk merawat

Beban yang disandang Koestomo kala itu sangat berat karena saat istrinya sakit, anak-anak mereka masih kecil.

Meski sempat merasa frustasi dan kelelahan, rasa sayang dan tanggung jawab Koestomo kepada istri dan anak-anaknya tak pernah luntur.

Menurut Koestomo, apa yang dialami istrinya merupakan situasi yang harus diterima dengan ikhlas dan lapang dada.

"(Istri) Itu amanah untuk saya, saya akan terus merawatnya. Saya akan menjaga dan melaksanakan amanah ini," kata Koestomo.

Selain istri yang menderita ALS hingga lumpuh, kondisi serupa juga dialami anak sulungnya, Dwi Ayu, delapan tahun lalu.

Mirip ibunya, Dwi merasakan gejala seperti ibunya kemudian mengalami lumpuh hingga saat ini.

"Ikhtiarnya sudah ke mana-mana, tapi enggak bisa sembuh sampai sekarang. Sebelum sakit, anak saya sempat bekerja di toko roti," tutur Koestomo.

Sejak beberapa tahun terakhir, Koestomo merawat istri dan anak sulungnya yang lumpuh secara bergantian.

Selepas itu, dia beranjak ke Pasar Desa Bandung untuk bekerja sebagai tukang sepatu, sebelum akhirnya memilih berhenti bekerja pada tujuh bulan lalu.

Pertimbangannya, kondisi istrinya semakin memerlukan perhatian intens dan tidak bisa ditinggalkan.

Bagi Koestomo, kondisi istri dan anaknya yang lumpuh menjadi tanggung jawab yang tidak bisa diabaikan.

"Saya enggak bisa berpikir apa-apa lagi. Bagi saya (merawat istri dan anak) ini adalah amanah yang harus jalankan," tutur dia.

Karena tidak bekerja, kebutuhan harian untuk makan keluarga hanya mengandalkan bantuan saudara, tetangga, dan orang lain.

Bantuan pemerintah

Anak pertama Koestomo, Dwi sempat bekerja sebagai pelayan di toko roti, sebelum jatuh sakit dan lumpuh 8 tahun lalu.

Adapun Rizky Subhi (23), anak kedua Koestomo, bekerja sebagai buruh serabutan dengan pendapatan harian yang tidak pasti.

Sedangkan anak ketiganya, Sevi Cahyani (19), saat ini masih duduk di bangku kelas Madrasah Aliyah di Kecamatan Jogoroto.

Keluarga Koestomo telah memegang kartu jaminan kesehatan dari pemerintah yang bisa digunakan untuk berobat ke puskesmas atau rumah sakit.

Setiap bulan, keluarganya juga menerima bantuan pangan dari pemerintah melalui program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

Adapun untuk biaya pendidikan anaknya, keluarga ini juga masuk dalam daftar Keluarga Penerima Manfaat (KPM) PKH untuk pendidikan.

"Untuk bantuan PKH ada, itu untuk sekolah anak saya. Karena saya tidak bisa memberi (biaya sekolah), makanya saya tidak mau ambil sama sekali. Biar semua untuk kebutuhan sekolah," kata Koestomo.

Kepala Desa Bandung Muhtarom mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan bantuan modal dan bentuk usaha yang bisa dilakukan dari rumah oleh Koestomo.

Selain itu, pihak desa juga sedang mengajukan usulan kepada Kementerian Sosial melalui Dinas Sosial Kabupaten Jombang agar keluarga Koestomo bisa tercover sebagai KPM PKH untuk disabilitas.

"Pak Koestomo ini kan sudah tidak bisa bekerja selama tujuh bulan ini. Ada masukan dari RT dan tetangga agar beliau dibantu modal untuk buka usaha di rumah. Ini sedang kita diskusikan," kata Muhtarom, saat ditemui di Kantor Desa Bandung, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang.

UPDATE: Kompas.com menggalang dana untuk membantu Keluarga Koestomo. Sumbangkan rezeki Anda untuk membantu meringankan Keluarga Koestomo agar dapat hidup lebih baik. Klik di sini untuk donasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com