Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harap-harap Cemas di Tepian Sungai Keureto …

Kompas.com - 12/09/2020, 17:15 WIB
Masriadi ,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

ACEH UTARA, KOMPAS.com - Khadijah (50) warga Desa Blang Gunci, Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara, tak bisa berkata-kata panjang.

Selama hampir tiga bulan, ibu paruh baya ini tidur di teras rumah. Dapur dan sebagian rumahnya amblas karena abrasi Krueng (sungai) Keureuto 28 Juli 2020.

“Belum ada solusi apa pun dari pemerintah soal rumah,” kata Khadijah di rumahnya, Sabtu (12/9/2020).

Baca juga: 8.023 Hektar Lahan di Pantura Tenggelam akibat Abrasi

Perempuan itu tak sendiri. Penderitaan yang sama dirasakan A Rasyid T (70).

Kakek ini bersama anak dan cucunya tidur di bagian depan rumah. Separuh rumahnya amblas ke sungai.

Di usia senja, saat dia berharap bisa ibadah dengan nyaman di rumah. Malah kini merasakan kecemasan saban waktu.

Kapan saja sisa rumah itu bisa amblas akibat abrasi sungai yang kian mengganas.

Kepala Desa Blang Gunci, Samsul Kamal, menyebutkan tidak punya solusi buat warganya itu.

“Saya tak tahu mau gimana lagi. Mau kita ungsikan Kek Rasyid juga tak ada tempat,” kata Samsul.

Baca juga: Abrasi di Galesong, Sulsel, Makin Parah, Tanggul Penahan Ombak Hancur

Sebagai kepala desa, Samsul sudah berdiskusi dengan warga korban abrasi sungai.

Korban masih bertahan di rumah, karena tak punya pilihan lain.

 

Alternatif pengungsian di meunasah (mushala). Namun itu pun dianggap tidak memungkinkan karena pasti dibutuhkan waktu lama untuk mengungsi.

“Sampai sekarang belum tahu kapan dibangun bronjong pemecah aliran sungai itu. Agar erosi tak merusak kebun dan rumah warga. Maka, tak bagus juga kalau mengungsi ke meunasah. Kalau dalam waktu lama, tak mungkin,” kata Samsul.

Selain dua korban itu, ada empat rumah warga lainnya mengalami nasib serupa. Mereka adalah Wardiah (60), Ismail (75), Hafasah (50) dan Umar (38).

Baca juga: Takut Rumah Ambruk karena Abrasi, Warga Sering Tak Tidur

Jika tidak ditangani, kata Samsul, bukan tidak mungkin jalan utama desa juga terdampak abrasi sungai.

Saat ini, jalan dan sungai terpaut 10 meter. Jalan utama desa inilah yang digunakan untuk menuju Waduk Jokowi, waduk terbesar di Aceh Utara untuk mengatasi banjir.

Waduk ini diberi nama Jokowi, karena diresmikan Presiden Joko Widodo dua tahun lalu.

“Korban selama ini hanya diberi sembako (sembilan bahan pokok) dari dinas sosial, beras bulog 50 kilogram bagi tiga rumah yang terparah, minyak, peralatan shalat dan gula,” sebutnya.

Warga butuh tenda darurat, agar bisa digunakan sebagai lokasi tidur sementara waktu.

“Kadang saya tak enak selalu mengeluh soal erosi ini pada pemerintah. Namun mau bagaimana lagi, ini belum teratasi,” katanya.

Baca juga: 5 Rumah Terancam Ambruk Akibat Abrasi Sungai di Muara Enim

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Utara, Amir Hamzah, mengaku sudah turun ke lokasi.

“Kami usulkan ke pemerintah Provinsi Aceh dan pemerintah pusat soal bantuan rumah dan lainnya. Butuh waktu untuk realisasi usulan itu,” sebutnya.

Kini, warga menunggu bantuan rumah sebagai ganti rumah yang telah hancur itu.

Mereka dibekap harap-harap cemas sepanjang hari di pinggiran Krueng Keureuto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com