Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Warga Lereng Gunung Slamet Ciptakan Pompa Tanpa Bahan Bakar, Mampu Angkat Air Sejauh 86 Meter

Kompas.com - 11/09/2020, 09:40 WIB
Fadlan Mukhtar Zain,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

BANYUMAS, KOMPAS.com - Sumber mata air melimpah ruah di Dusun Glempang, Desa Kotayasa, Kecamatan Sumbang, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah.

Namun, warga di dusun yang berada di kawasan lereng Gunung Slamet itu tak bisa menikmatinya.

Setiap musim kemarau, warga setempat mengalami krisis air bersih.

Warga hanya bisa melihat mata air yang berada jauh di bawah permukiman.

Baca juga: Sepi Orderan Saat Pandemi, Kuli Ini Nekat Curi 9 Mesin Pompa Air, Tertangkap Gegara Jual di Faceebook

Untuk mendapatkan satu ember air saja, harus berjalan kaki nyaris 1 kilometer dengan medan menurun tajam menuju sumber air terdekat.

Bahkan wilayah tersebut pernah dijuluki dengan nama Dusun Peret.

Peret bagi warga setempat digunakan sebagai istilah untuk menggambarkan orang yang buang air besar di celana.

"Dulu terkenal Dusun Peret, karena mau BAB belum sampai sumber mata air sudah meret (keluar di celana)," kelakar Sudiyanto (54), salah seorang warga setempat, Kamis (10/9/2020)

"Harus gendong anak sambil bawa jeriken untuk mengambil air," sambung Sudiyono.

Namun kini, cerita itu hanya tinggal kenangan, kenangan pahit sekaligus lucu.

Sejak 20 tahun lalu, warga setempat dapat dengan mudah menikmati air bersih.

Baca juga: Seorang Cucu di Sumut Nekat Perkosa Nenek Sendiri, Berawal dari Hendak Perbaiki Pompa Air

Sekitar tahun 1999, Sudiyono menginisiasi pembuatan pompa hydram. Pompa air ramah lingkungan tanpa menggunakan listrik atau bahan bakar fosil.

"Istilahnya pompa air dengan tenaga air," ujar Sudiyanto.

 

Pompa yang mengadopsi teknologi dari Belanda tersebut digunakan untuk menyedot air dan mengalirkannya ke permukiman warga yang berada di ketinggian 86 meter dari sumber mata air.

"Saya awalnya melihat buku berbahasa Belanda di perpustakaan desa, bukunya tentang teknologi tepat guna, salah satunya ada pompa hydram itu," kata mantan Kepala Desa Kotayasa ini.

Sudiyono lantas mempelajari teori tersebut dengan bantuan rekannya yang berprofesi sebagai pemandu wisata di Baturraden. Rekan Sudiyono kebetulan menguasai bahasa Belanda.

"Saya mulai mencoba membuat dengan memanfaatkan besi bekas (berbentuk silinder) dan ban bekas untuk katupnya," ujar Sudiyono.

Baca juga: Nama Seorang Pemuda Aceh Viral Setelah Ciptakan Jingki Ie Tanpa Mesin

Sudiyono melakukan sejumlah modifikasi. Setelah melalui serangkaian uji coba, pada tahun 2000 tercipta pompa hydram dari tangan pria lulusan Madrasah Aliyah (MA) ini.

"Prinsip kerja pompa ini, saya seperti menciptakan tsunami di dalam tabung," jelas pria yang pernah menjadi tukang ojek ini.

Dengan mengandalkan gravitasi, air dari sumber mata air dialirkan menuju bak penampungan terlebih dahulu.

Dari bak penampung air dialirkan menggunakan pipa dengan kemiringan sekitar 35 derajat menuju pompa hydram.

Air bertekanan tinggi itu masuk lubang input pompa hydram dan akan mendapat tekanan balik dari mekanisme katup karet di dalam tabung vakum dan katup buang.

Baca juga: Mentan Apresiasi Usaha Petani Purworejo Jaga Lahan Pertanian dengan Saluran Irigasi

Air dengan tekanan lebih besar yang dihasilkan dari proses itu akan dikeluarkan melalui lubang output hydram dan dialirkan menuju permukiman warga.

"Sekarang untuk memudahkan distribusi air, dari pompa hydram dialirkan ke tempat penampungan dulu, ada tiga titik, kemudian baru dialirkan ke rumah-rumah. Untuk yang ukuran pipa 0,5 inchi, debit airnya sekitar 30 liter per menit," jelas Sudiyanto.

Saat ini ada sekitar 280 kepala keluarga (KK) di tujuh RT yang memanfaatkan air tersebut. Warga hanya dikenakan biaya Rp 300 per meter kubik.

Uang tersebut dikelola oleh Paguyuban Masyarakat Pendamba Air Bersih untuk biaya perawatan alat.

"Biaya perawatan alat ini sangat minim, paling hanya mengganti katup karet setelah digunakan beberapa tahun. Katup karet saya buat dari ban bekas mobil," kata Sudiyanto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com