Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jakob Oetama, UGM, dan Jurnalisme Makna

Kompas.com - 11/09/2020, 06:56 WIB
Wijaya Kusuma,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama pada 17 April 2003 menerima gelar doktor kehormatan Universitas Gadjah Mada (UGM).

Dalam pidatonya, Jakob menyampaikan pemikirannya berjudul "Antara Jurnalisme Fakta dan Jurnalisme Makna".

Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Ana Nadhya Abrar mengatakan pemikiran itu merupakan hasil akumulasi penghayatan puluhan tahun sebagai wartawan dan Pemimpin Umum Harian Kompas.

Baca juga: Langit Kelabu yang Mengantar Jakob Oetama ke Peristirahatan Terakhir...

"Merupakan abstraksi dari pembelajaran yang dilakukannya secara belasan tahun secara terus-menerus. Dia juga merupakan puncak kesadaran eksistensialnya sebagai wartawan dan pengusaha media. Jadi, itulah puncak karyanya di bidang jurnalisme, Kita harus apresiasi dengan penuh suka cita," ujar Dosen Ilmu Komunikasi UGM, Ana Nadhya Abrar, dalam keterangan tertulis Humas UGM, Kamis (10/9/2020).

Abrar menyampaikan, dilihat lebih jauh genealogis pemikiran Jakob Oetama sebenarnya berasal dari konsep eksistensi pers yang ditentukan oleh muatan isi dan jumlah pembaca.

Dalam pidato penerimaan doktor kehormatan, jumlah pembaca oleh Jakob sebagai kemampuan mengelola bisnis.

“Menyangkut isi inilah Pak Jakob bicara 'antara jurnalisme fakta dan makna'. Kenapa dia menyebut antara? Karena jurnalisme yang dia perkenalkan berangkat dari jurnalisme investigasi. Namun, dimodifikasi soal faktanya. Yakni melaporkan tidak hanya sekadar fakta, tapi latar belakang, riwayat, proses dan hubungan kausal dan interaktif," ungkapnya.

Baca juga: Tidak Hanya soal Jurnalistik, Jakob Oetama Pun Dinilai Berjasa dalam Dunia Pendidikan


Menurutnya, jika ditarik ke masa kini, ide Jakob Oetama ini sulit diterapkan. Sebab tidak banyak media yang mau repot dan ikhlas melakukan investigasi.

Selain itu, ide Jacob Oetama memerlukan politics of values yang luhur. Sementara media sekarang dianggap pragmatis dan terkadang oportunis.

"Dalam dunia jurnalisme, ide Pak Jakob itu tergolong jenis jurnalisme yang berkaitan dengan cara mengumpulkan fakta. Saya pribadi suka dengan cara yang diperkenalkan Pak Jakob itu. Namun, konsekuensinya berat karena harus kerja keras dan dekat dengan masyarakat," tegasnya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com