NUNUKAN, KOMPAS.com – Keikhlasan Elin (28) seorang guru honor di SMP Budi Luhur Sebakis Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menyeruak menjadi keprihatinan manakala suaminya mengeluhkan kondisinya di media social Facebook.
Suami Elin, Yudha Adjie mempertanyakan sikap pemerintah daerah yang dinilai abai atas kondisi istrinya.
Padahal Elin sudah 5 tahun mengabdi menjadi guru di sekolah tersebut, tanpa pernah menerima gaji layaknya guru honor lain,
‘’Sering saya suruh berhenti dia, tapi dia hanya menjawab kasihan anak anak di sekolah, tidak ada yang mengajar, bagaimana kalau mau ujian? Itu saja jawabnya,’’ujar Yudha yang dihubungi, Selasa (8/9/2020).
Baca juga: Jadi Petani Sayur, Mantan Guru Honorer Ini Punya Omzet sampai Rp 10 Juta Sebulan
Saat ini, Elin tengah hamil muda dan sering mengalami pusing dan mual, sehingga saat Kompas.com mencoba berbincang melalui sambungan telepon, suaminyalah yang mewakilinya menjelaskan permasalahan Elin.
Bagi Elin, persoalan materi tidak mengendurkan semangat pengabdiannya untuk mencerdaskan generasi bangsa di perbatasan RI – Malaysia ini.
Elin hanya ingin melihat anak anak perbatasan menjadi terdidik dan memiliki daya saing tanpa harus menjadikan keterbatasan dan geografis perbatasan yang serba minim sebagai alasan dari ketertinggalan mereka.
‘’Dia selalu bilang kasihan, kan tidak ada gurunya di sekolah ini, kebetulan rumah kami dekat sekolah,’’katanya.
Mengajar sambil kuliah
Elin masih menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ibnu Khaldun di Pulau Sebatik.
Dua tahun belakangan, guru di SMP Budi Luhur yang merupakan sekolah filial dan menginduk pada SMPN PGRI Nunukan ini tersisa dua orang saja, hanya Elin dan kepala sekolah bernama Sugeng.
Gedung sekolah terbuat dari papan juga terlihat rusak di banyak bagian, plafon banyak yang bolong, tiang penyangga lapuk dan banyak kayu sudah lapuk dimakan usia.
Pembelajaran kepada puluhan pelajar di SMP Budi Luhur Sebakis dilakukan sistem rapel. Elin akan memberikan materi untuk kelas VII, lalu berpindah ke kelas VIII dan begitu juga untuk kelas IX.
‘’Dulu pernah ada 8 orang guru, cuma karena masalah pembayaran makanya mereka pindah, itu juga kalau Elin sedang ada kegiatan kampus atau ujian, dia harus menginap sepekan di Sebatik dan tidak ada yang mengajar, sambil ujian dia buatkan materi, catat-catat dan dikirimkan ke muridnya, seperti itu terus,’’lanjutnya.