Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkunjung ke Kampung Kasih Sayang di Langkat: Susah Senang Kami Tanggung Bersama

Kompas.com - 05/09/2020, 13:10 WIB
Rachmawati

Editor

"Saat ini belajar Bahasa Inggris, tadi belajar baca Al Quran," kata seorang murid madrasah, Khairunnisa.

Baca juga: Beri Ucapan Natal, Jokowi: Semoga Kedamaian, Kegembiraan, dan Kerukunan Jadi Pengiring Langkah Kita

Asal mula Kampung Matfa

"Di sini kita tidak hanya bicara dunia, tapi juga sosial," kata Kholiq saat berbincang di teras baraknya dengan wartawan untuk BBC Indonesia.

Beberapa saat berbincang, ponsel Kholiq berdering. Seseorang menghubungi dan memintanya segera bergegas ke ujung kampung.

Setelah melewati jalan tanah sempit serta berbukit, di kejauhan terlihat seorang pemuda berkaos hitam dengan rambut panjang terikat sedang berdiri dan dikelilingi sejumlah lelaki.

Mereka baru saja menggali sepetak lahan untuk dimanfaatkan jadi kolam ikan.

Sebelum tiba di lokasi, Kholiq menceritakan awal dari segala keunikan di Kampung Matfa.

Baca juga: Kampung Kami Banyak Air, Tapi Tidak Bisa Digunakan Gara-gara Proyek Kereta Cepat

Semuanya bemula pada era 1970-an silam.

Kala itu, hidup seorang ulama kharismatik bergelar Yang Mulia Tuan Guru. Nama aslinya KH. Ali Mas'ud bin Abdullah.

Tuan Guru disebut bukan ulama sembarang di daerah itu. Kholiq menuturkan, selama berdakwah, dia telah memiliki puluhan ribu jemaah yang tidak hanya berasal dari dalam negeri.

Dulu, kampung itu masih hutan. Tuan Guru datang dan kemudian membuka lahan untuk ditinggali keluarganya.

Baca juga: Kampung Warna-warni Jodipan, Tempat Wisata Hits di Kota Malang

Selang beberapa tahun kemudian, Tuan Guru membangun masjid bertingkat dua dengan bercorak kuning-hijau.

Para muridnya sering datang untuk mengikuti pengajian ataupun sekadar silaturahmi.

Pada 2011, Tuan Guru berpulang, menyusul istrinya yang telah meninggal lebih dulu, dan meninggalkan 10 orang anak. Salah satu putranya kini jadi penerus.

Siapa Tuwan Imam, yang dipanggil Yang Mulia?

Foto ayah dan ibu kandung dari Tuwan Imam, pengelola Kampung Kasih Sayang.Nanda Fahriza Batubara Foto ayah dan ibu kandung dari Tuwan Imam, pengelola Kampung Kasih Sayang.
Sosok penerus itulah pemuda yang ada di depan Kholiq di lokasi calon kolam ikan.

Pemuda berkaos hitam dengan rambut panjang terikat yang digelari Yang Mulia Tuwan Imam. Nama aslinya Muhammad Imam Hanafi, lahir di Kampung Matfa pada tahun 1988.

Ya, usia Tuwan Imam memang terbilang muda, baru menginjak 32 tahun. Namun ia dinilai warga punya kelebihan yang jarang dimiliki orang seumurannya, warisan kharisma dari sang ayah.

Adalah para warga yang berembuk dan sepakat mengusulkan Tuwan Imam menjadi pemimpin umat.

Ketika berbincang di atas bukit yang ditanami rambutan, Tuwan Imam menjelaskan pemikirannya mengenai Kampung Matfa.

Baca juga: Nama Gang di Kampung Ini Dibuat untuk Menarik Minat Belajar Anak Eks TKI Malaysia

Untuk dapat menjalani kehidupan seperti ini, kata Tuwan Imam, kata kuncinya ikhlas.

Mengutamakan kepentingan orang banyak di atas kepentingan pribadi. Penduduk membiasakan diri untuk melandasi semua tindakan dengan kasih dan sayang.

Bahkan, warga dilarang tidak bertegur sapa selama tiga hari meski punya masalah.

"Kalau kita hidup hanya mengutamakan harta benda dan kekuasaan, maka itu (ketidakadilan sosial) akan terus terjadi. Kalau manusia hanya memikirkan harta kekayaan, maka kita akan dipecah belah dan dikotak-kotakkan seperti ini," ujarnya.

Menurut Tuwan Imam, Islam juga mengajarkan penganutnya agar menjalin hubungan antara semana manusia.

"Hablumminallah, hablumminannas. Jadi bukan hanya kepada Allah, Islam mengajarkan agar manusia juga membangun hubungan baik dengan sesama manusia," ujar Tuwan Imam.

Baca juga: Ubah Stigma Kampung Begal, Ini yang Dilakukan Warga Jabung

'Memadukan ajaran Islam dan sosialisme' ala HOS Tjokroaminoto'

Dua dari puluhan wanita yang mendapat giliran piket memasak kebutuhan makan seluruh penduduk Kampung Matfa, Rabu (22/07).Nanda Fahriza Batubara Dua dari puluhan wanita yang mendapat giliran piket memasak kebutuhan makan seluruh penduduk Kampung Matfa, Rabu (22/07).
Wakil Bupati Langkat Syah Afandin mengaku sudah mendengar tentang keunikan Kampung Matfa.

Dia mengagumi kemandirian ekonomi di kampung itu.

"Kampungnya memang mandiri, semua sektor dikelola secara gotong royong oleh masyarakat setempat. Saya juga sudah pernah ke sana," kata Afandin.

Menurut Sosiolog Universitas Sumatra Utara Profesor Badaruddin, perpaduan ajaran Islam dan sosialisme seperti yang diterapkan di Kampung Matfa, sebenarnya sudah dibahas oleh HOS Tjokroaminoto.

Bahkan, lelaki yang pernah memimpin organisasi besar Sarekat Islam itu juga telah menuliskannya menjadi buku dengan judul yang sama dan terbit pada November 1924.

Baca juga: Rute Sepeda di Yogyakarta, Jelajah Kampung hingga Belajar Batik

Badaruddin menjelaskan, ada beberapa hal dalam paham sosialisme yang sejalan dengan ajaran Islam. Namun begitu ada pula yang bertentangan.

"Tjokroaminoto juga tidak mutlak menyepakati semua pemikiran Karl Marx. Misalnya paham yang tidak meyakini adanya Tuhan," kata Badaruddin.

Pada Islam dan Sosialisme, Tjokroaminoto menegaskan bahwa sosialisme bisa menyebabkan sesat jika tidak dilandasi dengan agama.

"Sosialisme hanyalah bisa menjadi sempurna apabila tiap-tiap manusia tidak hidup hanya untuk dirinya sendiri saja sebagai binatang atau burung, tetapi hidup untuk keperluan masyarakat bersama, karena segala apa saja yang ada hanyalah berasal atau dijadikan oleh satu kekuatan atau satu kekuasaan, ialah Allah Yang Maha Kuasa," tulisnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com