Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Desa Gunung Jampang Garut, Puluhan Tahun Tak Tersentuh Sinyal Ponsel dan Internet

Kompas.com - 05/09/2020, 08:21 WIB
Ari Maulana Karang,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

GARUT, KOMPAS.comDesa Gunung Jampang Kecamatan Bungbulang, resmi ditetapkan menjadi desa sejak tahun 2005. Desa ini, merupakan pemekaran dari Desa Mekarbakti Kecamatan Bungbulang dan Desa Linggarjati Kecamatan Pamulihan.

Selama puluhan tahun, warga Desa Gunung Jampang tak pernah bisa menikmati sinyal handphone dan layanan internet dari handphone Android. Jika ingin menikmati sambungan internet dan telepon, warga desa ini harus naik ke atas bukit agar bisa mendapatkan sinyal.

“Ada lima titik tempat warga bisa dapat sinyal handphone dan jaringan internet, semuanya ada di gunung, jauh dari pemukiman warga,” jelas Rahmat Hidayat, Kepala Desa Gunung Jampang yang baru terpilih sebagai kepala desa sejak tahun 2019 lalu.

Baca juga: Murid di Pedalaman Aceh Harus Naik ke Bukit untuk Belajar Online

Cari sinyal harus naik ke bukit

Salahsatu titik tempat warga bisa menikmati sinyal handphone, menurut Rahmat ada di Puncak Baru. Tempat ini, jadi lokasi warga Kampung Ciawitali Desa Gunung Jampang mendapatkan sinyal. Namun, untuk bisa ke Puncak Baru, warga harus berjalan paling dekat sekitar 1 kilometer menaiki bukit.

Rahmat menuturkan, jangankan jaringan telepon genggam dan internet, listrik pun baru masuk ke desanya tahun 2009 lalu lewat program listrik masuk desa yang dicanangkan Pemprov Jawa Barat. Sebelumnya, warga sama sekali tak bisa menikmati terangnya lampu di malam hari.

“Tahun 2009 juga baru mulai ada warga yang pakai handphone bareng dengan pemasangan listrik, itupun handphone biasa, yang punya juga biasanya PNS dan pedagang Bandar-bandar,” jelas Rahmat saat ditemui dikediamannya, Jumat (4/09/2020) di Kampung Ciawitali.

Baca juga: Cerita Ahmad Krismon, Rela Naik Bukit Cari Sinyal Agar Bisa Ikut Prosesi Wisuda Online

Bingung KBM online saat pandemi

Di masa Pandemi Covid-19 ini, saat banyak pihak meributkan soal Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang berbasis pada jaringan internet dan kuota, warga Desa Gunung Jampang menurut Rahmat sama sekali tak bisa menikmatinya. PJJ, menurut Rahmat jadi sesuatu yang mustahil dilakukan didesanya.

“Nggak mungkin, makanya disiasati dengan belajar secara berkelompok dalam jumlah kecil, itupun sulit efektif,” katanya.

Rahmat sendiri mengaku bingung soal kegiatan belajar mengajar di desanya. Karena, kebijakan PJJ di desanya mustahil dilakukan. Sementara ini, anak-anak usia sekolah akhirnya lebih banyak bermain. Karena, pembelajaran daring tidak bisa dilaksanakan dan pertemuan berkelompok sulit dilakukan karena jarak antar kampung yang jauh.

“Disini kan zona hijau, jadi lebih baik dilakukan pembelajaran seperti biasa, para guru juga sepertinya sudah bosan tidak sekolah,” katanya.

Baca juga: Cerita Penjual Online dari Lereng Gunung, Berjalan Berkilo-kilometer Cari Sinyal hingga Cibiran Pengangguran

 

Akses jalan ke desa jelek, ekonomi sulit berkembang

Akses jalan menuju Puncak Baru, salahsatu spot yang ada sinyal di Desa Gunung Jampang, Jumat (05/09/2020)KOMPAS.COM/ARI MAULANA KARANG Akses jalan menuju Puncak Baru, salahsatu spot yang ada sinyal di Desa Gunung Jampang, Jumat (05/09/2020)
Di Desa Gunung Jampang, menurut Rahmat ada 2 Sekolah Dasar Negeri (SDN) dengan jumlah siswa mencapai 300 orang serta dua Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu SMP Negeri Satu Atap 1 Bungbulang dan SMP Plus Hidayatul Muttaqien dengan jumlah siswa seluruhnya mencapai 200 orang.

Meski desa pemekaran, Desa Gunung Jampang sendiri memiliki luas wilayah yang cukup luas mencapai 21 ribu hektar lebih dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) mencapai 2500 KK yang tersebar di tiga kedusunan dan 5 Rukun Warga.

Menurut Rahmat, masalah paling mendasar yang dihadapi warga Desa Gunung Jampang adalah masalah infrastruktur jalan yang jadi akses masuk ke desanya. Sampai saat ini, tidak ada jalan yang cukup bagus untuk bisa sampai ke Desa Gunung Jampang.

Baca juga: Sudah Berutang Beli Ponsel untuk Belajar Online, 2 Siswa Ini Juga Harus Cari Sinyal Sejauh 4 Km

“Ada tiga jalan yang bisa jadi akses masuk, Dari Desa Panawa dan Desa Linggarjati Kecamatan Pamulihan dan dari Desa Mekarbakti Kecamatan Bungbulang, semuanya belum dibangun,” katanya.

Karena kondisi akses jalan masuk yang jelek, hanya kendaraan tertentu yang bisa sampai ke Desa Gunung Jampang. Untuk mobil, biasanya, hanya kendaraan-kendaraan berpenggerak empat roda bisa sampai ke Gunung Jampang melalui Desa Panawa atau Desa Mekarbakti Kecamatan Bungbulang. Itupun, akses jalannya cukup sulit dilalui hingga perlu pengemudi yang memiliki kemampuan tinggi.

Sementara, akses jalan dari Desa Linggarjati Kecamatan Pamulihan, akses jalan hanya bisa dilewati oleh sepeda motor. Itupun, sepeda-sepeda motor jenis trail yang bisa melewatinya. Karena, harus menempuh medan terjal dan membelah hutan selama kurang lebih satu setengah jam dengan permukaan jalan berbatu dan tanah.

Kompas.com sendiri, masuk ke Desa Gunung Jampang melalui Desa Linggarjati. Perlu ojek motor gunung untuk bisa sampai ke Desa Gunung Jampang dengan ongkos satu kali jalan mencapai Rp 100 hingga Rp 150 ribu.

Baca juga: 75 Tahun Merdeka, Desa Kami Belum Masuk Listrik, Anak-anak Belajar Pakai Lampu Teplok...

 

Desa miskin, urutan pertama kasus stunting

Dengan kondisi akses jalan masuk yang jelek, Rahmat mengaku pasrah jika desanya ditetapkan sebagai desa miskin. Karena, memang kenyataannya sulit membangun ekonomi desanya jika kondisi infrastruktur jalan masih seperti saat ini.

“Desa Gunung Jampang juga urutan pertama kasus stunting di Jawa Barat, karena memang kondisi infrastruktunya seperti ini, tahun kemarin saja ada ibu yang hamil meninggal dengan anaknya saat akan melahirkan, karena susah dibawa ke rumah sakit,” katanya.

Pendidikan, ekonomi dan kesehatan di desanya, menurut Rahmat memang jauh tertinggal dibanding desa lainnya. Hal ini terjadi karena akses jalan masuk ke desanya yang sangat buruk. Padahal, potensi pertanian cukup besar selama ini dan sulit dijual keluar desanya karena harganya mahal karena ongkosnya.

“Harga semen disini, dua kali lipat di kota, belum barang-barang lainnya, hasil pertanian dari sini juga sulit dibawa keluar dan harganya sulit bersaing karena ongkosnya besar,” katanya.

Masyarakat tak bisa akses bantuan yang diajukan online

Di masa Pandemi Covid-19, menurut Rahmat, derita warga desanya makin bertambah. Karena, program-program bantuan kebanyakan harus diakses atau diajukan secara online. Sementara, di desanya sama sekali tidak bisa mendapatkan fasilitas internet.

“Program-program bantuan sosial Covid-19, begitu pengajuannya pakai aplikasi, hanya 7 KK yang dapat, itupun bukan kita yang mengajukan. Padahal, data warga miskin di DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial), ada 600 KK warga miskin atau 50 persen dari jumlah KK yang ada,” katanya.

Program bantuan sosial lainnya seperti Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), menurut Rahmat para penerima harus menggesek bantuan ke desa tetangga yang ada jaringan internet dan sinyal handphone. Makanya, penggesekan bantuan biasanya dikolektifkan mengingat ongkos untuk sampai ke desa tetangga cukup mahal.

“Kartunya dititipkan pada orang yang bisa dipercaya, yang jadi masalah bantuan sembako dari Gubernur yang disalurkan oleh PT Pos, kan tidak bisa dikirim sampai ke Gunung Jampang, akhirnya kita yang jemput ke kecamatan. Padahal aturannya tidak boleh, kita juga harus mengeluarkan ongkos angkut sampai Rp 1,5 juta,” katanya.

Ingin jaringan telekomunikasi masuk desa

Rahmat menuturkan, jika memang infrastruktur jalan belum bisa dibangun, minimal, jaringan telekomunikasi bisa masuk ke desanya. Karena, hal ini akan sangat bermanfaat bagi pemerintahan desa dan warga desanya.

Karena, sampai saat ini, satu-satunya cara cara untuk mensosialisasikan program-program pemerintah hanya dengan cara mendatangi langsung warga atau mengundang pengurus RW ke desa.

“Kalau disini, sosialisasinya sampai sekarang pakai SMS, Sosialisasi Make Suku (kaki/berjalan kaki), jika ada surat dari pemda, paling cepat baru bisa tiga hari disosialisasikan ke warga dengan mengundang rapat di desa,” katanya.

Rahmat mengakui, tahun 2020 ini, memang Pemkab Garut sudah merencanakan membangun jalan ke Desa Gunung Jampang dari Desa Linggamanik Kecamatan Pamulihan sepanjang 31 kilometer dengan anggaran mencapai Rp 16 miliar.

Sialnya, karena ada Pandemi Covid-19, anggaran pembangunan jalan ke desanya harus dihapus demi efisiensi dan penanggulangan wabah Covid-19. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com