Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Kepala BRG soal Masa Tugasnya Berakhir pada 31 Desember 2020

Kompas.com - 05/09/2020, 08:18 WIB
Suwandi,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

JAMBI, KOMPAS.com - Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Foead mengklaim Presiden Joko Widodo telah memberi perintah agar kewenangannya merestorasi gambut tetap berlanjut.

Meskipun dalam peraturan presiden (Perpres) Nomor 1 Tahun 2016, masa kerja BRG hanya berlaku sampai 31 Desember 2020.

"Sesuai perintah presiden kita tetap lanjut merestorasi gambut," kata Nazir saat memantau pemasangan sekat kanal di Tahura Orang Kayo Hitam (OKH), Jumat (4/9/2020).

Baca juga: Wacana Pembubaran BRG, Walhi: Pencegahan Kerusakan Ekosistem Harus Dilanjutkan

Pemulihan kerusakan gambut belum berakhir. Sebab pada beberapa titik di Jambi, masih terjadi kebakaran berulang.

Dia mencontohkan Tahura OKH pada 2015 terbakar dan 2019 lalu juga terbakar.

Hasil pantauan lapangan, setelah kebakaran tahun lalu, ratusan hektar belum pulih.

Tahura OKH diapit dua perusahaan perkebunan PT Wahana Seponjen Indah (WSI) dan PT Bukit Bintang Sawit (BBS).

Untuk itu, BRG telah melakukan terobosan dengan membangun sekat kanal permanen dan memasang kamera CCTV di tiga titik Tahura Orang Kayo Hitam, Hutan Lindung Air Hitam Laut dan Hutan Lindung Londrang.

"Kanal permanen akan membuat tingkat kebasahan lahan gambut menjadi optimal. Sedangkan CCTV dapat memantau lahan dari kebakaran seluas 5.000 hektar," kata Nazir.

Baca juga: Walhi: Pembubaran BRG Harus Didasarkan pada Evaluasi Kinerja

Dia berharap agar restorasi optimal, dibutuhkan koordinasi secara komprehensif dari semua pihak, untuk menjaga lahan gambut.

Dalam menjaga lansekap kawasan hidrologi gambut (KHG) agar tetap basah, harus satu-kesatuan, baik yang ditangani perusahaan maupun BRG.

Dengan demikian, infrastruktur pembasahan harus dipasang dengan baik oleh perusahaan. Jangan sampai tidak sesuai aturan.

"Kita sudah melakukan supervisi terhadap perusahaan. Kalau ada yang belum sesuai aturan, kita belum memiliki kewenangan untuk menertibkan atau memberi sanksi," kata Nazir menegaskan.


Tambah Kewenangan BRG

Direktur Walhi Jambi, Rudiansyah mengatakan kewenangan BRG harus ditambah, untuk mengintervensi kerja-kerja perusahaan yang berizin dalam merestorasi gambut.

Dengan adanya kewenangan yang kuat, maka kerja restorasi gambut seluas 200.772 hektar, dapat maksimal dan mampu mencegah karhutla.

Baca juga: Jokowi Wacanakan Pembubaran BRG, Ini Pesan Walhi...

Selama ini, BRG hanya bekerja di wilayah non-izin yang luasnya hanya 40 persen. Sisanya itu berada di wilayah izin.

Sedangkan kerja restorasi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan pemerintah daerah di lahan perusahaan itu, tidak ada.

"Restorasi gambut di lahan perusahaan itu nihil. Karena pengawasan yang lemah dan tidak transparan," kata Rudi menegaskan.

Nilai kerugian kebakaran gambut Jambi pada 2019 mencapai Rp 145 triliun. Angka itu dihitung dari gambut terbakar dan rusak seluas 114 ribu hektare.

Wilayah gambut yang mengalami kebakaran, kata Rudi, berada di izin konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Lindung Gambut (HLG), Perkebunan Kelapa Sawit (PKS) Taman Nasional dan Lahan Masyarakat.

"Kita catat ada 62 perusahaan yang wilayah izinnya terbakar. Tata kelola gambut yang buruk, di areal konsesi disinyalir penyebab kebakaran," kata Rudi lagi.

Baca juga: Penghematan Jadi Alasan Presiden Bubarkan Lembaga, Berapa Serapan Anggaran BRG?

Sementara itu, Direktur KKI Warsi, Rudi Syaf, memandang BRG harus masuk ke perusahaan pemegang izin, untuk menjaga lahan gambut tetap basah.

Pasalnya, pada 2015 dan 2019, kebakaran paling luas terjadi di lahan perusahaan. Sedangkan lahan yang dikelola BRG, ada yang terbakar, tapi sedikit.

Kemudian BRG diberi kewenangan mendorong perusahaan untuk mengembangkan tanaman yang bernilai ekonomi, tapi mampu bertahan dalam kondisi tinggi muka air 40 sentimeter.

Rudi mencontohkan, perusahaan bisa menanam jelutung dan kopi.

Selanjutnya, menjadikan hutan lindung, dengan menjual karbon. Di mana, dalam satu hektar, bisa menghasilkan 1.800 dolar per tahun.

Kebakaran Berulang

Tindakan pembasahan Badan Restorasi Gambut (BRG) di tujuh desa gagal mencegah kebakaran lahan gambut.

Sebabnya, terjadi tumpang tindih dalam pengelolaan lahan gambut, antara BRG dan perusahaan.

"Kita temukan, dalam investigasi kita. Program restorasi gambut BRG tidak berdampak. Tujuh desa yang diintervensi, semuanya mengalami kebakaran berulang," kata Sekjen Jaringan Masyarakat Gambut Jambi (JMGJ), Sulaiman.

Baca juga: 4 Helikopter Water Bombing Bantu Padamkan Kebakaran Lahan Gambut di Riau

Terjadinya kebakaran berulang ini, sambung Sulaiman karena terjadi kerusakan pada sekat kanal dan sumur bor.

Kerusakan disebabkan perusahaan tidak membuat sekat kanal dengan baik, sehingga air merendam sekat kanal.

BRG mengintervensi tujuh desa di Muaro Jambi yakni Desa Tanjung, Jebus, Gedong Karya dan Sungai Aur berada di kawasan hidrologi gambut (KHG) Batanghari-Air Hitam Laut.

Kemudian daerah Tanjab Timur, ada desa Catur Rahayu, Koto Kandis Dendang dan Jati Mulyo berada di KHG Batanghari-Mendahara.

Dia mencontohkan Desa Gedong Karya yang dulu tempat basah sekarang kering. Sehingga daerah itu menghadapi kesulitan air bersih.

Baca juga: Walhi: Pemulihan Ekosistem Gambut Tak Bisa Tanpa Evaluasi Industri dan Konsesi

Sebagian masyarakat sudah membeli air, untuk kebutuhan sehari-hari.

Selanjutnya di Desa Catur Rahayu ditemukan banyak kanal sudah ditutupi rumput, kanal kering, spriwil tergantung.

Untuk Desa Jati Mulyo, terdapat hutan lindung, perkebunan sawit perusahaan ATGA dan Kasuari Unggul.

"Kita temukan masalah konflik lahan antara masyarakat dengan perusahaan dan pencemaran sungai dari limbah perusahaan," terang Sulaiman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com