Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patok Batas Negara di Sebatik Bergeser, ke Kantor Camat Harus Lewati Wilayah Malaysia

Kompas.com - 05/09/2020, 07:27 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Sekitar 2,16 km lahan di Desa Seberang, Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimanan Utara masuk wilayah Malaysia.

Hal tesebut terjadi sejak adanya pemasangan patok batas negara yang baru di areal patok 1 dan 2 Sebatik.

Menurut Camat Sebatik Utara pemasangan patok baru tersebut membuat 44 warga kehilangan lahan mereka karena lahan pertanian mereka akhirnya masuk wilayah Malaysia.

Tak hanya itu. Jalan menuju kantor Kecamatan Sebatik Utara juga terpotong karena sebagian menjadi milik Malaysia.

Baca juga: Patok Batas Negara Diukur Ulang, Puluhan Hektar Lahan di Sebatik Jadi Wilayah Malaysia

"Jalan masuk kantor Kecamatan Sebatik Utara terpotong sekitar 30 meter. Jadi kalau mau ke kantor camat kita lewat Malaysia, kita jadi pendatang haram (imigran gelap) untuk sementara," katanya.

Zulkifli mengatakan saat ini pihaknya hanya bisa memberikan pemahaman kepada warga jika belum ada sosialisasi khusu untuk wilayah yang terdampak dengan pemasangan patok baru.

"Mengeluhnya masyarakat itu, tanahnya terpotong hilang, sertifikat setengahnya kosong. Kita kasih pemahaman, di pusat juga belum ada sosialisasi khusus untuk wilayah wilayah yang terdampak."

"Kita akui memang ada pemasangan patok baru, tapi kan belum ada pemusnahan patok lama dan peresmian patok baru, dan kita sudah laporkan hal ini ke BNPP. Jadi kita sampaikan untuk menunggu kejelasan dari pusat," jelasnya.

Baca juga: Wisata Desa Langgason Nunukan, Rafting di Sungai Perbatasan RI-Malaysia

Gara-gara lahan, cekcok dengan warga Malaysia

Warga Desa Liang Bunyu di Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengeluhkan pungutan tak resmi penggunaan lahan pantai untuk membuat jemuran rumput laut oleh RT setempat, Selasa (17/7/2018). KOMPAS.com/SUKOCO Warga Desa Liang Bunyu di Kecamatan Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, mengeluhkan pungutan tak resmi penggunaan lahan pantai untuk membuat jemuran rumput laut oleh RT setempat, Selasa (17/7/2018).
Sementara itu Kepala Desa Seberang, Kecamatan Sebatik Utara, Hambali mengatakan banyak masyarakat yang mempertanyakan ganti rugi dan status sertifikat tanah yang mereka miliki akibat pergeseran patok batas negara.

Untuk itu pihaknya melakukan pengukuran ulang patok batas negara oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama Jabatan Ukur dan Pemetaan (JUPEM) Malaysia pada Juni 2019.

Hasilnya ada 44 warga yang dirugikan karena puluhan lahan perkebunan dan persawahan miliknya masuk wilayah Malysia.

Baca juga: Merasa Mampu, Ratusan Penerima PKH di Sebatik, Perbatasan RI-Malaysia Mundur

"Ada sekitar 44 warga yang mengaku dirugikan karena sebagian lahan mereka masuk Malaysia," ujar Hambali, saat dihubungi, Jumat (4/9/2020).

"Sebagian besar warga ada kepemilikan sertifikat, data kita sekitar 44 orang, mereka menggarap lahan, berkebun dan bertani di sana sejak lama," katanya.

Ia bercerita akibat kejadian tersebut, warga desa sempat cekcok dengan warga Malayasia yang berusaha menggarap lahan yang diyakini masuk wilayah mereka.

Baca juga: Patok Batas Indonesia-Malaysia di Sebatik akan Dihancurkan

Bahkan Hambali mengatakan ada warga Malaysia yang bersikeras mengambil hasil pertanian di lahan milik warga desa yang masuk wilayah Malaysia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com