Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kalau Mau ke Kantor Camat Harus Lewat Malaysia, Jadi Pendatang Haram untuk Sementara"

Kompas.com - 05/09/2020, 06:03 WIB
Pythag Kurniati

Editor

KOMPAS.com- Warga Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan kini harus bermasalah dengan Malaysia terkait kepemilikan lahan.

Sebab setelah dilakukan pengukuran ulang patok batas negara, puluhan hektare lahan milik warga Indonesia berubah menjadi milik Malaysia.

Salah satu yang terdampak adalah akses kantor Kecamatan Sebatik Utara.

Jalan menuju kantor kecamatan terpotong sebagian menjadi wilayah milik Malaysia.

"Jalan masuk kantor Kecamatan Sebatik Utara terpotong sekitar 30 meter. Jadi kalau mau ke kantor camat kita harus lewat Malaysia, kita jadi pendatang haram (imigran gelap) untuk sementara," kata Camat Sebatik Utara Zulkifli.

Zulkifli membenarkan, banyak aduan masyarakat semenjak adanya pemasangan patok baru di areal patok 1 dan 2 Sebatik.

Warga melaporkan lahan mereka hilang. Masyarakat meminta kejelasan atas kepemilikan lahan yang sudah bersertifikat.

Baca juga: Patok Batas Negara Diukur Ulang, Puluhan Hektar Lahan di Sebatik Jadi Wilayah Malaysia

44 warga dirugikan di Desa Seberang

IlustrasiPIXABAY/Free-Photos Ilustrasi
Di Desa Seberang, sebanyak 44 warga merasa dirugikan dengan pengukuran ulang yang dilakukan Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama Jabatan Ukur dan Pemetaan (JUPEM) Malaysia pada Juni 2019.

"Ada sekitar 44 warga yang mengaku dirugikan karena sebagian lahan mereka masuk Malaysia," ujar Kepala Desa Seberang, Kecamatan Sebatik Utara, Hambali, saat dihubungi, Jumat (4/9/2020).

Warganya sudah banyak yang melaporkan kejadian itu. Ada sekitar 2,16 km lahan di Desa Seberang yang terdampak.

Lahan biasanya digunakan untuk berkebun dan bertani.

"Sebagian besar warga ada kepemilikan sertifikat, data kita sekitar 44 orang, mereka menggarap lahan, berkebun dan bertani di sana sejak lama," katanya.

Baca juga: Mayat Dalam Karung di Pantai Pulau Sebatik, Diduga Korban Sindikat Narkoba

 

Ilustrasi berkebunPexels Ilustrasi berkebun
Ribut terkait hasil kebun

Dengan klaim perubahan luas lahan itu, warga Malaysia ada yang mulai mendatangi kebun warga Indonesia untuk mengambil hasil kebun dan sawahnya.

Bahkan antara kedua warga negara itu sempat ribut akibat hal tersebut.

"Kita mediasi, karena ini belum ada diresmikan dan belum dipastikan. Saya sampaikan itu (mengambil dan menguasai lahan) tidak bisa, kecuali antar dua negara sudah sepakat. Jadi sementara ini silahkan digarap masing masing seperti biasa sampai ada kejelasan," kata Hambali.

Baca juga: Merasa Mampu, Ratusan Penerima PKH di Sebatik, Perbatasan RI-Malaysia Mundur

Ranah pemerintah pusat

Ilustrasi bendera merah putih, merah putih, IndonesiaShutterstock Ilustrasi bendera merah putih, merah putih, Indonesia
Baik pemerintah desa maupun pemerintah kecamatan tidak dapat mengatasi secara total masalah tersebut.

Namun mereka telah melaporkan aduan warganya kepada pimpinan, sebab masalah tersebut harus ditangani pemerintah pusat.

"Ini ranahnya tim pusat, kami tidak bisa memberi keterangan. Lagi pula data detailnya kami tidak tahu," sebut Kepala Biro Pengelolaan Perbatasan Negara (PPN) Setprov Kaltara Samuel ST Padan, melalui pesan tertulis.

Anggota DPRD Nunukan dari Sebatik, Andre Pratama, mendesak pemerintah untuk segera memperjelas status tanah warga.

"Ada jalan yang dibangun oleh pemerintah dengan anggaran Badan Perbatasan sekarang posisinya masuk Malaysia. Itu juga harus diperjelas bagaimana statusnya? Takutnya, ada juga tanah masyarakat yang sertifikatnya dijadikan agunan di bank, ini juga harus jelas, kasihan mereka," katanya.

Baca juga: Wisata Desa Langgason Nunukan, Rafting di Sungai Perbatasan RI-Malaysia

 

Ilustrasi lahan pertanianKOMPAS.com/ SUPARMAN SULTAN Ilustrasi lahan pertanian
Belum resmi

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nunukan Agoes Trijanto mengatakan pengukuran tanah tidak melibatkan BPN.

Menurutnya, hasil pengukuran ulang tersebut belum resmi dan belum pula diumumkan, sehingga dirinya belum mengetahui titik koordinat pasti dari lahan yang terdampak.

"Kita belum bisa membandingkan atau memastikan datanya sebelum publish, ini kan belum resmi, sehingga belum kita data berapa luas lahan kita yang masuk Malaysia dan berapa lahan Malaysia yang masuk Indonesia," jawab Agoes.

Kalaupun nantinya lahan tersebut betul menjadi wilayah Malaysia, Agoes meyakini ada proses tindak lanjut untuk warga terdampak.

"Nanti ada yang namanya kompensasi, bisa disesuaikan dengan hak-hak yang ada di Malaysia, perlakuannya bagaimana. Pasti akan dibicarakan antar dua negara, kita belum bisa ngapa-ngapain saat ini," kata Agoes.

Sumber: Kompas.com (Penulis : Kontributor Nunukan, Ahmad Zulfiqor | Editor : Teuku Muhammad Valdy Arief)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com