Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Patok Batas Negara Diukur Ulang, Puluhan Hektar Lahan di Sebatik Jadi Wilayah Malaysia

Kompas.com - 04/09/2020, 17:15 WIB
Ahmad Dzulviqor,
Teuku Muhammad Valdy Arief

Tim Redaksi

NUNUKAN, KOMPAS.com – Puluhan hektar lahan perkebunan dan persawahan milik masyarakat Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, masuk dalam wilayah Malaysia.

Hal itu terungkap setelah pengukuran ulang patok batas negara oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama Jabatan Ukur dan Pemetaan (JUPEM) Malaysia pada Juni 2019.

"Ada sekitar 44 warga yang mengaku dirugikan karena sebagian lahan mereka masuk Malaysia," ujar Kepala Desa Seberang, Kecamatan Sebatik Utara, Hambali, saat dihubungi, Jumat (4/9/2020).

Baca juga: Mayat Dalam Karung di Pantai Pulau Sebatik, Diduga Korban Sindikat Narkoba

Menurut Hambali, ada sekitar 2,16 kilometer lahan yang ada di desa Seberang dinyatakan masuk Malaysia akibat pergeseran patok batas Negara.

Sudah banyak masyarakat mengadukan persoalan tersebut ke Kantor Desa mempertanyakan terkait ganti rugi dan status sertifikat tanah yang mereka miliki.

"Sebagian besar warga ada kepemilikan sertifikat, data kita sekitar 44 orang, mereka menggarap lahan, berkebun dan bertani di sana sejak lama," katanya.

Sempat Cekcok dengan Warga Malaysia

Adanya pergeseran patok dan masuknya sebagian lahan masyarakat ke Malaysia sempat memicu keributan.

Pasalnya, masyarakat Malaysia sudah berusaha menggarap lahan yang diyakini masuk wilayah mereka.

Mereka bahkan bersikeras hendak mengambil hasil kebun atau sawah di lahan tersebut, sehingga memicu perdebatan sengit dengan sejumlah warga pemilik lahan.

"Kita mediasi, karena ini belum ada diresmikan dan belum dipastikan. Saya sampaikan itu (mengambil dan menguasai lahan) tidak bisa, kecuali antar dua negara sudah sepakat. Jadi sementara ini silahkan digarap masing masing seperti biasa sampai ada kejelasan," kata Hambali.

Baca juga: Warga Sebatik Keluhkan Dugaan Pungli Lahan Pantai oleh Oknum RT

Sejak kejadian tersebut masyarakat mendesak Kepala desa memperjelas status kepemilikan sertifikat tanah mereka.

Namun, langkah tersebut terkendala karena Pemerintah kabupaten Nunukan atau Biro Perbatasan Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara mengaku belum bisa bersikap karena masih menunggu informasi pemerintah pusat.

"Ini ranahnya tim pusat, kami tidak bisa memberi keterangan. Lagi pula data detailnya kami tidak tahu," sebut Kepala Biro Pengelolaan Perbatasan Negara (PPN) Setprov Kaltara Samuel ST Padan, melalui pesan tertulis.

Menuju Kantor Camat Harus Lewat Malaysia

Camat Sebatik Utara Zulkifli menjelaskan, tengah mendata luasan dan para pemilik sertifikat di wilayah Sebatik Utara.

Dia mengakui, keluhan masyarakat atas hilangnya sebagian tanah mereka karena masuk Malaysia juga menjadi keresahan pemerintah kecamatan.

Pasalnya jalan menuju kantor kecamatan Sebatik Utara terpotong sebagian menjadi milik Malaysia.

"Jalan masuk kantor Kecamatan Sebatik Utara terpotong sekitar 30 meter. Jadi kalau mau ke kantor camat kita lewat Malaysia, kita jadi pendatang haram (imigran gelap) untuk sementara," katanya.

Baca juga: Malaysia 2 Kali Langgar Batas Wilayah di Nunukan, KSAL Kirim Nota Protes

Sama halnya dengan Kades Seberang Hambali, Zulkifli, yang juga mengakui banyak aduan masyarakat semenjak adanya pemasangan patok baru di areal patok 1 dan 2 Sebatik.

Banyak yang melaporkan lahan mereka hilang, sehingga meminta kejelasan atas kepemilikan lahan yang sudah bersertifikat.

"Mengeluhnya masyarakat itu, tanahnya terpotong hilang, sertifikat setengahnya kosong. Kita kasih pemahaman, di pusat juga belum ada sosialisasi khusus untuk wilayah wilayah yang terdampak. Kita akui memang ada pemasangan patok baru, tapi kan belum ada pemusnahan patok lama dan peresmian patok baru, dan kita sudah laporkan hal ini ke BNPP. Jadi kita sampaikan untuk menunggu kejelasan dari pusat," jelasnya.

Anggota DPRD Nunukan daerah pemilihan Sebatik, Andre Pratama, berharap pemerintah terutama Badan Pertanahan Nasional (BPN) segera mendata luasan lahan masyarakat khususnya yang sudah bersertifikat agar mereka segera mendapat kepastian dan tidak terlalu kecewa.

Baca juga: Kemenlu Panggil Dubes Malaysia, Klarifikasi soal Temporary Travel Resistance

"Ada jalan yang dibangun oleh pemerintah dengan anggaran Badan Perbatasan sekarang posisinya masuk Malaysia. Itu juga harus diperjelas bagaimana statusnya? Takutnya, ada juga tanah masyarakat yang sertifikatnya dijadikan agunan di bank, ini juga harus jelas, kasihan mereka," katanya.

Tanggapan BPN Nunukan

Atas keresahan masyarakat Sebatik Utara, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Nunukan Agoes Trijanto menjelaskan, pengukuran dilakukan oleh pemerintah pusat, tanpa melibatkan BPN Nunukan.

Sampai hari ini hasilnya juga belum diumumkan, sehingga dalam peta BPN Nunukan belum tercantum secara pasti angka koordinat maupun luasan lahan yang masuk wilayah Malaysia.

"Kita belum bisa membandingkan atau memastikan datanya sebelum publish, ini kan belum resmi, sehingga belum kita data berapa luas lahan kita yang masuk Malaysia dan berapa lahan Malaysia yang masuk Indonesia," jawabnya.

Baca juga: Sukses Tangani Covid-19, Malaysia Kini Hanya Memiliki 4 Pasien di ICU

Agoes berpendapat, ketika pemerintah pusat sudah merilis resmi dan hasil pengukuran sudah masuk dalam peta dengan adanya tanda tangan kedua negara, maka tentu akan ada tindak lanjut dan kejelasan terhadap para warga yang memiliki sertifikat lahan dimaksud.

"Nanti ada yang namanya kompensasi, bisa disesuaikan dengan hak-hak yang ada di Malaysia, perlakuannya bagaimana. Pasti akan dibicarakan antar dua negara, kita belum bisa ngapa-ngapain saat ini," kata Agoes.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com