Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Derita Warga di Muaro Jambi, Belasan Tahun Menghirup Debu Hitam

Kompas.com - 03/09/2020, 09:06 WIB
Suwandi,
Abba Gabrillin

Tim Redaksi


JAMBI, KOMPAS.com - Debu batu bara dari tiga stockpile di Desa Muaro Jambi dinilai telah berdampak negatif terhadap masyarakat setempat.

Beberapa dampak negatif di antaranya seperti gangguan kesehatan berupa batuk yang menahun, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan diare.

Selain itu, menggangu aktivitas perdagangan dan kegiatan belajar-mengajar anak sekolah.

Baca juga: Masker Kain Jumputan Palembang, Strategi Saat Pandemi hingga Digandrungi Artis

Tidak hanya itu, keberadaan stockpile dianggap menjadi penyebab gagalnya kompleks Candi Muaro Jambi masuk sebagai warisan dunia saat diajukan pada 2009 lalu.

SDN 41/IX Muaro Jambi berhadapan langsung dengan stockpile PT Tegas Guna Mandiri (TGM) dan PT Nan Riang Jambi.

Sekolah dan lokasi penimbunan batu bara hanya dibatasi Sungai Batanghari dengan lebar sekitar 360 meter.

"Anak-anak banyak yang mengeluh batuk dan sesak napas. Kalau panas, debu batu bara terbang dibawa angin ke sini," kata penjaga sekolah Ahmad Faruk saat ditemui Kompas.com, Rabu (2/9/2020).

Baca juga: Gagal Masuk Akpol karena Disebut Positif Corona, Anggie Daftar ke UI

Faruk mengatakan, apabila dikumpulkan, debu di dalam kelas sampai halaman sekolah bisa sekarung dalam sepekan.

Dia berharap, perusahaan melakukan penyiraman saat musim kemarau, agar debunya tidak terbang sampai ke sekolah.

Maryani (24) yang anaknya berusia 4 tahun menuturkan, gunungan batu bara paling sering menerbangkan debu hitam saat musim kemarau. Maryani selalu khawatir saat ada angin kencang.

"Anak saya pernah batuk tidak sembuh-sembuh selama 3 bulan. Saya harap, pemerintah bisa membantu kami keluar dari masalah debu batu bara," kata Maryani yang tinggal di Desa Muaro Jambi, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi.

Akibat polusi yang ditimbulkan dari aktivitas penumpukan batu bara, warga mengaku belum pernah menerima kompensasi atau santunan untuk biaya berobat.

Zalmiati masih ingat perusahaan stockpile batu bara yang beraktivitas di seberang rumahnya hanya memberikan bantuan sembako.

Bantuan kesehatan tidak kunjung datang. Padahal, satu keluarganya batuk selama sebulan dan tidak sembuh-sembuh.

"Batuknya itu berdahak kehitaman, memang bahaya. Kalau perusahaan lagi muat itu, debunya tampak ke sini semua," kata Zalmiati.

Debu hitam yang diduga berasal dari batu bara itu juga sampai ke dapur rumah warga.


Terkadang, debu hitam batu bara itu juga menempel di peralatan dapur dan pakaian di jemuran.

"Lantai baru disapu tadi, ini sudah hitam lagi, harus dibersihkan terus, kalau tidak hitam. Pintu ini sudah ditutup, tetap bisa masuk, lewat ventilasi. Debu juga menempel di gelas dan tudung nasi," kata Maryani.

Pemilik warung bakso Durma Wati (39) harus membersihkan warungnya setiap 3-4 jam sekali.

"Ya kalau tidak dibersihkan, nanti pembeli tidak mau makan. Kalau pas ada angin dan ada pengunjung, ya (debu) bisa saja jatuh ke makanan, karena warung saya semi terbuka," kata Durma.

Berdampak pada kesehatan

Penanggung Jawab Puskesmas Pembantu (Pustu) Muaro Jambi Nita Sartika mengatakan, penyakit batuk, sesak napas dan diare yang paling sering dikeluhkan warga.

"Debu batu bara tidak hanya memicu ISPA. Untuk daya tahan tubuh lemah, itu bisa menyebabkan diare," kata Nita.

Dia mengakui, kasus diare dan ISPA meningkat pada musim kemarau.

Dalam laporan setiap minggu, rata-rata 11 orang terserang ISPA dan 5 orang mengalami diare.

"Ada anak-anak dan usia produktif seperti batuk-batuk tidak sembuh. Ketika dirontgen positif TBC, tapi saat sampel dahak itu negatif dan masih batuk," kata Nita.

Pada tahun lalu, penyakit akibat ISPA ini merenggut nyawa dua warga setempat.

Belasan tahun menghirup debu hitam

Warga kompleks Candi Muaro Jambi pernah menghentikan laju tongkang, usai bongkar muat di stockpile milik PT TGM.

Mereka menyampaikan kepada perusahaan agar berhenti saat kemarau atau dilakukan penyiraman. Tetapi, perusahaan tetap beroperasi tanpa adanya penyiraman.

Aktivitas penumpukan batu bara itu telah berdampak pada warga di Desa Muaro Jambi. Desa ini merupakan desa yang berada di kompleks percandian Muaro Jambi.

Menurut penuturan warga, stockpile batu bara di Desa Muaro Jambi telah beraktivitas sejak periode Bupati Muaro Jambi Burhanuddin Mahir pada 2006.

Kemudian terus berlanjut dan pada tahun 2020, aktivitas penumpukan batu bara di kawasan itu semakin ramai.


Kepala Desa Muaro Jambi Abu Zar AB mengatakan, terdapat tiga rukun tetangga (RT) yang paling terdampak debu batu bara.

Ketiga RT itu, yakni RT 01, 02, dan 03, karena sangat dekat dengan lokasi lapangan penumpukan batu bara.

Abu Zar mengatakan, sekitar 250 kepala keluarga di Desa Muaro Jambi yang paling terdampak debu batu bara.

Menurut Abu Zar, di lokasi penumpukan batu bara itu tak hanya satu perusahaan yang beroperasi.

Menurut Abu, di desanya terdapat lima perusahaan stockpile batu bara yang beroperasi.

Tak hanya mengganggu aktivitas warga, keberadaan perusahaan penumpukan batu bara itu juga dinilai mengancam kelestarian Candi Muaro Jambi.

Tanggapan perusahaan

Awal pekan lalu, pemerintah desa memanggil salah satu perusahaan stcokpile yang beroperasi. Pihak Pemdes ingin meminta solusi konkret tentang permasalahan yang dihadapi warga desa.

PT TGM salah satu perusahaan penumpukan batu bara datang menemui pemerintah desa. Perusahaan datang diwakili pejabat perusahaan bagian legal dan hukum.

Dalam pertemuan itu, perusahaan mengklaim telah memperhatikan tata kelola lingkungan agar debu batu bara tidak sampai ke perkampungan warga.

Perusahaan juga mengklaim bahwa saat musim kemarau seperti ini, mereka beraktivitas muat batu bara pada malam hari.

"Kita juga sudah mengadakan conveyor yang otomatis supaya debunya tidak ke mana-mana, ditambah lagi penyiraman. Jadi dampak-dampak debu bisa dikurangi," ujar JA Ginting yang merupakan pejabat bagian legal dan hukum PT TGM.

Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Muaro Jambi Firmansyah menyatakan bahwa dia akan menegakkan aturan dengan tegas terkait stockpile yang berdampak negatif terhadap masyarakat.

Hasil temuan DLH, indeks standar pencemaran udara (ISPU) di daerah Muaro Jambi masih aman, berada pada interval 52-58 PM.

Namun, keberadaan debu batu bara di Desa Muaro Jambi itu rata-rata 0,1-0,3 micron yang bisa masuk ke pori dan menyebabkan penyakit gatal-gatal.

Sementara, apabila di atas, 0,3-0,10 micron, debu bisa mengganggu pernapasan dan menyebabkan barang-barang mudah rusak, karena mengandung asam cukup tinggi.

"Keluhan warga yang kita temui itu rata-rata karena banyaknya debu batu bara. Kita sudah beri peringatan kepada perusahaan, agar mematuhi peraturan," kata Firmansyah.


Dia memberikan waktu kepada perusahaan selama 14 hari untuk rutin memeriksa kesehatan karyawan dan masyarakat setempat, serta menjalankan produksi tanpa berdampak negatif terhadap lingkungan.

"Kalau mereka melanggar, maka operasi akan dihentikan dan baru boleh beroperasi kembali setelah semua permintaan kita dipenuhi," kata Firmansyah.

Para perusahaan stockpile diminta untuk menumpuk batu bara paling tinggi 7 meter. Selanjutnya, menyiram tumpukan batu bara sehari dua kali, apabila suhunya di atas 36 derajat.

Kemudian, perusahaan harus memasang pemantau angin, agar debu tidak terbang ke pemukiman. Selain itu, memasang confeyor sistem dengan pelindung saat bongkar muat ke tongkang, sehingga debu tidak terbang tertiup angin.

Selain itu, perusahaan harus memberikan kipas angin ke setiap rumah terdampak, sekolah dan tempat publik lainnya, untuk menghindari penumpukan debu dan kerusakan barang-barang di rumah warga.

Firman mengatakan, semua perusahaan yang beroperasi dekat dengan kompleks percandian Muaro Jambi sudah diberi peringatan. Beberapa perusahaan di antaranya stockpile, minyak kelapa sawit atau CPO dan cangkang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com