Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bayi Orangutan yang Dirantai Warga di Rumah Walet Alami Cedera Kaki

Kompas.com - 02/09/2020, 14:56 WIB
Hendra Cipta,
Dony Aprian

Tim Redaksi

PONTIANAK, KOMPAS.com- Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat bersama Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi (IAR) Indonesia menyelamatkan satu individu orangutan peliharaan dari Desa Karang Betong, Kecamatan Nanga Mahab, Kabupaten Sekadau.

Orangutan berjenis kelamin betina ini awalnya dipelihara secara ilegal oleh seorang warga.

Warga mendapatkan orangutan yang diberi nama Covita ini ketika bekerja di wilayah Babio, Kabupaten Sekadau.

“Covita mengalami cedera pada kaki kanannya. Selama dipelihara Covita dirantai di sebuah rumah walet dan diberi makan nasi, jambu monyet, air gula dan susu kental manis," ujar Ketua Umum IAR Indonesia Tantyo Bangun melalui keterangan tertulisnya, Rabu (2/9/2020).

Baca juga: Polisi Evakuasi Bayi Orangutan yang Dipelihara Warga di Mempawah

Penyelamatan berawal ketika salah satu warga desa mengetahui keberadaan Covita dan meminta pemiliknya untuk menyerahkan ke pihak berwenang.

Karena desa tempatnya tinggal sulit dijangkau, pemilik orangutan ini membawa Covita ke Dusun Ampon yang lebih mudah diakses.

“Untuk mencapi Dusun Ampon, tim gabungan harus melakukan perjalanan darat selama 8 jam dari Pusat Penyelamatan Orangutan IAR Indonesia di Desa Sungai Awan, Ketapang dan dilanjutkan dengan perahu motor selama 3 jam,” ucap Tantyo.

Tantyo menambahkan, penyelamatan orangutan bersama BKSDA Kalbar sudah kali kedua dilakukan.

“Perilaku tidak bertanggungjawab seperti ini juga berisiko membahayakan manusia dengan penyakit yang mungkin dibawa oleh satwa liar,” ujar Tantyo.

Baca juga: Satu Orangutan Liar Dievakuasi dari Kebun Warga, Diduga Tersesat

Kepala Balai BKSDA Kalimantan Barat Sadtata Noor Adirahmanta menambahkan, pemeliharaan ilegal tumbuhan dan satwa liar dapat memberikan dampak buruk bagi kedua belah pihak.

Dari sisi satwanya, kata Sadtatat, dapat menyebabkan perubahan perilaku alami orangutan.

Sisi lainnya dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia di sekitarnya.

“DNA orangutan yang sangat mirip dengan manusia memungkinkannya menjadi perantara berpindahnya penyakit kepada manusia. Begitu pula sebaliknya,” ucap Sadtata.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com